Bahagia Setelah Berpisah 2.
**
"Ngapain kamu pakai bedak segala. Tetap aja wajahmu gak berubah, dekil dan hitam," ucap Mas Hamdan terkekeh menertawakan ku.
Aku hanya diam melihatnya dengan wajah datar. Yah, hina saja dulu sesuka hati.
"Nih."
Aku meletakkan uang lima ribu yang dia beri buat jatah harian ku. Dia menghentikan tawanya.
"Apa maksudmu?"
"Kamu gak lihat aku kembalikan uang lima ribu perak yang kamu kasih. Aku gak butuh uang itu," kataku melihatnya sebentar.
Aku kembali memoles bedak ke wajahku tak peduli dengan ocehan Mas Hamdan.
"Dasar sombong. Emang kamu punya duit. Masih nadah aja sombong!"
"Yang sombong itu kamu, Mas. Aku mau kerja sesuai keinginanmu. Aku bisa jadi seperti Mbak Lia atau Mbak Astri kalau aku mau," ucapku dengan cibiran padanya.
Mendengar ucapanku dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha … Lucu sekali kamu, lihat kaca itu dengan matamu jangan pake mata kaki ngelihat nya. Kamu itu cocok nya cuma jadi babu. Mau disamakan sama Mbak Lia si janda bohai dan pekerja kantor pula terus kamu mau ngarap mirip Mbak Astri seorang dokter. Mimpi kamu!"
Mas Hamdan masih terkekeh bahagia melihat perengutan di wajahku.
"Ya hina saja dulu. Rezeki manusia gak ada yang tahu. Bisa aja kamu jatuh bangkrut karena menghina istri sendiri," ujarku dengan santai. Dia berhenti tertawa.
"Doa kamu jelek banget sama suami. Kalau aku bangkrut kamu gak makan."
"Selama ini aku juga sering puasa karena jatah makan gak sepantasnya," ucapku juga dengan sinis. Wajah Mas Hamdan berubah.
"Yah, bagus kamu sudah mau kerja. Jadi segala kebutuhan kamu gak perlu aku kasih lagi."
Dia tertawa penuh kemenangan.
"Itu namanya dzolim sama istri. Nanti dapat karma, loh," ucapku kembali mencibirnya.
"Kamu jadi istri kok ngeselin banget, sih. Ini lah yang buat aku gak betah lama-lama bicara sama kamu. Gak ada manis-manisnya sedikitpun."
"Aduh, Mas. Kamu kok malah mojokin aku, sih. Udah syukur aku mau kerja. Kamu mau penampilan aku mirip Mbak Astri ya kamu jadi kayak suaminya Mbak Astri dong. Dibalik penampilan cantik istri ada dana suami di belakangnya." Mas Hamdan terdiam, dia mencibirku.
"Jadi kayak Mbak Lia dong. Udah cantik kerja kantoran dan penampilan keren, cari duit sendiri."
"Dia janda dan gak ngurusi anak serta suami. Kalau udah nikah dan punya anak bisa aja dia jadi lebih jelek dari aku."
Aku membalik badan kemudian membawa Sesil yang masih enam bulan dalam gendongan.
"Hamdan … Hamdan."
Ibu mertua berteriak di luar. Bukannya ngucapin salam malah teriak. Dia melengos masuk saja dan mendapati Fatih sedang duduk manis di kursi ruang tamu.
"Mana Ibu kamu?" tanya nya ketus ke Fatih.
"Lagi siap-siap, Nek."
Ibu mertua melirik Fatih gusar karena melihat Fatih memainkan gawai.
"Main Handphone segala. Heh, kamu masih kelas enam SD ngapain pake main HP segala. Belajar sana, lagian dari mana kamu ada HP android kayak gini,"
"Main HP buat dapat duit, Nek."
"Kamu judi ya, kecil-kecil udah tahu main judi kamu,"
"Eh, enggak, Nek. Judi itu hukumnya haram. Aku melakukan pekerjaan yang halal buat dapat duit. Percuma aku ngaji di masjid kalau main judi,"
"Sok alim banget kamu, terus duit dari mana kamu dapat Handphone. Kamu ngompas duit bapakmu, 'kan? Duit anakku kamu embat?"
"Jangan asal nuduh, Nek. Ini Bunda yang beliin." Ibu mertua hanya mencibir, dia kemudian mendatangiku. Netraku membola melihat dia membawa buntalan pakaian.
"Yuni, dari mana kamu ada duit buat beliin Handphone si Fatih," katanya dengan wajah garang.
"Emangnya kenapa? Aku gak minta duit Ibu juga!"
"Tetapi kamu pakai duit anakku. Mending duitnya buat ganti Handphone baru Ambar. Ambar lebih butuh Handphone dari pada anakmu," katanya ketus.
Astaga, baru saja adik iparku itu ganti gawai baru dua bulan yang lalu.
"Si Ambar kan baru saja ganti Handphone sebulan yang lalu, Bu."
"Ya dari pada duitnya buat anakmu, Ibu sama sekali gak rela," katanya dengan sengit.
"Eh, Bu. Dari mana Mas Hamdan mau beliin barang mahal buat anakku. Dari Hongkong sana! Itu bukan duit Mas Hamdan," kataku mendengkus kesal melihat Ibu yang berkacak pinggang menatapku garang. Dahinya mengernyit.
"Lantas dari mana kalau bukan duit anakku. Kamu maling,"
"Sembarangan. Siapa yang maling, Ibu kali. Itu duit dari kampung. Wira yang kasih buat keponakannya." Ibu diam mendengarkan ku.
"Apasih kok ribut-ribut?" kata Mas Hamdan keluar dari kamar mandi. Dia baru selesai mandi.
"Hamdan benar si Fatih dapat Handphone dari adiknya Yuni di kampung?" tanya Ibu tak percaya. Mas Hamdan mengedikkan bahu.
"Iya kali,"
"Terus kamu kok diam aja anak kecil main gawai. Anak kecil tugasnya belajar,"
"Ah, biarin gak urusanku bukan anakku juga." kata Mas Hamdan berlalu ke kamar buat pakai baju hendak berangkat ke kantor.
Ibu mencebik padaku yang terlihat tenang.
"Nih, Ibu minta tolong kamu cuci-kan pakaian Ibu sekeluarga. Mesin cuci Ibu rusak dan Ibu gak biasa nyuci pakai tangan. Bulan depan Ibu mau di belikan yang baru sama Hamdan kalau udah gajian," ucap Ibu enteng meletakkan buntalan pakaiannya di depanku.
"Kok, datang ke sini, Bu. Pergi sana ke loundry, emang aku babu?"
"Uang dari mana? Lagian ada kamu yang biasa kerja. Kamu mesin cuci aja gak punya. Jadi udah biasa nyuci kalau Ibu gak biasa dan gak bisa kalau gak pakai mesin cuci," katanya dengan santai. Sudah nyuruh bukannya baik-baik malah memaksa.
"Maaf, aku bukan babu Ibu lagi. Aku mau pergi kerja. Sesuai yang Ibu mau dan Mas Hamdan supaya aku gak ongkang-ongkang kaki di rumah." Ibu malah terkekeh melihat ku.
"Mau kerja apa? Mana ada orang mau nerima kerja sekalian bawa bayi enam bulan."
"Pasti ada, aku bakal buktikan aku bisa sukses." Ibu malah terbahak-bahak tertawanya.
"Hahaha … Sukses dari mana? Paling kerjaan kamu Babu. Penampilan kayak kamu gak jauh-jauh dari Babu."
"Oh, lebih baik jadi babu dapat duit dari pada kerja di rumah ini apalagi Ibu suruh-suruh. Maaf ya ogah banget," kataku santai. Aku sudah siap dengan tas dan payung buat melindungi Sesil.
"Fatih ayo, Nak. Ayo berangkat," ucapku santai meninggalkan Ibu mertua yang mencebik kesal padaku karena pakaiannya tak aku cuci.
Lihat saja ya, kalian. Ini baru awalnya.
Bersambung.
Bahagia Setelah Berpisah 98.**Irsyad sedang menunggu Yuni sang istri untuk pergi mengelilingi kota Seoul. Dia sendiri sudah rapi dengan gaya casual khas lelaki modern. Sementara menunggu dia duduk di balkon sambil melihat beberapa email dari perusahaannya."Sayang, sudah siap apa belum?" tanya nya dengan suara nyaring."Udah, Mas," kata Yuni menghampiri sang suami. Melihat Yuni yang rapi dengan tersenyum manis Irsyad mendekat."Kamu cantik banget, sayang." pujinya. Yuni hanya mengulas senyum menerima dengan bahagia pujian sang suami."Kamu juga gagah dan keren," cicit wanita itu malu-malu. Irsyad lalu tertawa kecil lalu dia mengambil tangan Yuni dan mereka berjalan ke luar kamar
Bahagia Setelah Berpisah 97.**PoV Yuni.Mas Irsyad memberi kejutan manis padaku dengan mengajakku pergi ke negara Ginseng. Katanya berlibur di sana lebih dekat dan kami bisa memanfaatkan waktu berdua. Sepanjang perjalanan aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Dia menautkan jari jemari kami."Kamu bahagia, Yun?" tanya nya. Aku tetap menyandarkan kepalaku sambil mengangguk."Aku bahagia sekali," ucapku padanya. Dia juga ikut tertawa mendengarkan."Mas. Kamu sering ya jalan-jalan ke luar negeri?" tanyaku."Beberapa kali untuk urusan bisnis dan selebihnya pergi dengan keluarga," sahutnya.&nb
Bahagia setelah berpisah 96.**Yuni menggeliatkan tubuhnya. Dia merasa badannya pegal. Saat netra sudah terbuka penuh, ternyata Irsyad sudah ada di sampingnya. Lelaki itu sekarang yang menjadi suaminya. Semuanya terasa bagaikan mimpi. Di cintai oleh Irsyad Yuni tak pernah membayangkan.Dia hanyalah seorang wanita mantan TKW. Tidak di sangka kehidupan berubah begitu cepat. Lelaki ini sangat manis dan juga tampan. Sekarang Irsyad menjadi suaminya. Yuni memperhatikan lebih dekat sosok sang suami yang sedang tertidur lelap. Dia mengulas senyum masih teringat kejadian tadi malam yang membuatnya malu.Irsyad ternyata sosok lelaki yang sangat agresif. Sudah lama Yuni tidak melakukan hubungan itu lagi. Jikapun dulu melakukannya tersimpan rasa sakit di hati dan kar
Bahagia Setelah Berpisah 95.**PoV Hamdan.Sehari sebelum Yuni menikah aku tak bisa tidur sama sekali. Teringat masa-masa manis dan pahit yang kami lewati bersama-sama walau terlalu banyak pahitnya dari pada manisnya.Untuk membuat kegalauan ini sirna. Aku pergi ke rumah sakit jiwa. Aku akan mengunjungi Ambar di sana. Dia sudah lama di rawat di sana tetapi belum ada tanda-tanda dia akan sembuh."Bagaimana kabar kamu, Mbar?" tanyaku saat kami duduk di taman rumah sakit. Tak jauh dari kami ada dua perawat yang memantau. Ambar hanya memandang lurus ke depan dengan pandangan kosong. Benar-benar menyedihkan melihat kondisinya."Mbar, besok Yun
Bahagia Setelah Berpisah 94.**Yuni menitikkan air mata saat para saksi mengucapkan kata 'sah'. Dia sah menjadi Nyonya Irsyad. Rasa membuncah bahagia luar biasa tak bisa di lukis kan dengan kata-kata.Irsyad menatapnya dengan wajah sendu. Pria itu manis sekali dan juga tampan. Yuni tersipu merasa malu walaupun usia Irsyad sudah empat puluh tahun lebih tetapi dia masih gagah.Prosesi di lanjutkan dengan sungkeman ke orang tua. Sudah duduk dengan manis kedua orang tua Irsyad dan Bapak Yuni serta adiknya Wira bersama Rosita sementara anak-anak Yuni dan Rosita bersama baby sitter. Hanya Fatih yang juga duduk manis di sana. Dia menyuruh Sigit mengambil rekaman untuk di masukkan ke aplikasi merah.
Bahagia Setelah Berpisah 93.**PoV AuthorHamdan terkejut melihat kedua mantan istrinya sudah ada di depannya."Yuni, Lia." katanya berjalan perlahan. Mereka berdiri menatap Hamdan tak sangka kalau lelaki di depannya adalah mantan suami mereka."Kami menunggumu dari tadi," ucap Lia. Dahinya mengernyit."Menunggu, ada perlu apa? Kalian datang mau meminta uang?" tanya nya heran. Pasalnya Hamdan memang belum memberi anak-anak mereka uang."Tidak, kok. Mari duduk," sahut Yuni. Hamdan lalu duduk di dekat mereka berdua."Aku datang mau bersilaturahmi kebetulan bertemu Lia di Mall dan
Bahagia Setelah Berpisah 92. ** Yuni merasa sangat bahagia dia tak menyangka akan mendapatkan kejutan manis seperti ini. Tiba-tiba, ada yang datang membawa bolu dan menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Yuni tersentak karena itu suara Wira, Rosita dan Bapaknya. Segera Yuni meluncur memeluk Bapaknya, bergantian Wira dan Rosita. Dia mengelap kasar air yang membasahi netranya tak sangka di hari ulang tahunnya Irsyad melamar dan ada keluarganya juga menyaksikan di belakang sebagai bagian dari surprise indah untuknya. "Dah lah, jangan nangis Mbak!" kata Wira mengulas senyum untuk Yuni. Wanita itu memukul kecil adiknya.
Bahagia Setelah Berpisah 91.**PoV Author.Ambar menatap Yuni sengit. Darah sudah keluar dari selang infusnya dan Yuni menjadi takut. Dia bersembunyi di belakang tubuh Irsyad."Mbak, Yuni. Keluar kamu! Kalau kamu mau ngetawain aku datang ke sini. Aku gak sudi kamu jenguk. Kamu senang, 'kan aku kayak gini!" sentaknya marah.Perlahan Yuni melirik lewat bahu Irsyad. Seperti nya Ambar tidak gila seperti kata Hamdan. Buktinya dia masih mengenal Yuni. Yuni berjalan pelan ke Ambar, dia sudah tak takut lagi karena Ambar tidaklah gila.&nb
Bahagia Setelah Berpisah 90.**PoV Author.Irsyad memberikan sesuatu berupa hadiah untuk Hamdan. Yuni membantu untuk membungkusnya. Sambil mengulas senyum pria itu memberikannya pada Hamdan."Terimalah, Mas. Mas Irsyad memesan ini khusus untukmu," kata Yuni juga mengulas senyum setelah meletakkan buah-buahan yang di belinya sebagai buah tangan menjenguk orang sakit."Apa ini?""Kamu buka saja dulu," kata Yuni lagi sambil mengambil kursi untuk duduk. Hamdan menghela napas merasa malas karena kata Yuni ini adalah pemberian Irsyad. Tetapi tak apalah dia membukanya saja jika tak berguna maka Hamdan akan membuangnya diam-diam.