Share

Bicaralah Pada Esme

“Terima kasih sudah menghubungi saya, Pa!”

“Ya, temui dia dan coba jelaskan kalau apa yang dia lakukan ini sia-sia!” kata si penelepon.

“Ya!” Setelah itu Dominic meletakan kembali gagang teleponnya di tempat semula. Lalu mengambil napas dalam  dan menengelamkan dirinya dalam keempukan sofa santainya.

“Azzar ... apa kamu ada di depan!” seru Dominic ke arah pintu.

Terdengar langkah kaki pelan dan daun pintu berayun terbuka. Azzar, pria yang dipanggil Dominic berdiri di sana. Wajahnya tanpa ekspresi. Tatapannya juga tak mengarah lurus ke depan, menunduk, layaknya seekor anjing yang patuh.

“Ya, Tuan muda?” tanya Azzar datar.

“Kemarilah! Ada yang mau aku katakan padamu!” panggil Dominic.

Langkah kaki Azzar berirama tetap, tidak terlalu cepat dan tak juga lambat. Akan tetapi, sama sekali tidak ada kemalasan di dalamnya. Begitu ia sampai di depan Dominic, ia menunduk kembali. “Ada apa, Tuan?” tanya Azzar.

“Kamu sering mengobrol dengan Esme, kan?” tanya Dominic.

“Ya, Tuan, saya cukup sering mengobrol dengan Nona Esme kalau menunggu Anda menyelesaikan pekerjaan.” Azzar menjelaskan dengan cukup panjang padahal ia hanya perlu menjawab dengan kata “ya” saja.

Mungkin Azzar melakukannya supaya Dominic tidak berprasangka buruk padanya. Bagaimana pun Dominic adalah calon suami Esme, dan majikannya Azzar. “Tidak masalah! Aku senang dia menemukan seseorang yang bisa diajak bicara. Kamu tahu kalau orang terakhir yang dia anggap sahabat melakukan hal buruk padanya. Esme terluka.”

“Ya, Tuan!”

“Bisakah kamu menemui Esme dan memintanya untuk mengurungkan niatnya menemui siapapun orang terdekat Anna?”

Azzar tampak seditki ragu. “Tapi, Tuan ... Anda pasti tahu kalau tidak ada yang bisa membuat Nona Esme mengurungkan niatnya!”

“Ya, aku tahu! Tapi paling tidak dia berpikir lebih panjang lagi. Aku tidak mau dia dimanfaatkan siapapun seperti halnya Anna!” Dominic jadi mengingat hari di mana Anna menyampaikan berita kehamilannya dan memberitahu kalau itu adalah anak Dominic. Mana mungkin ia bisa percaya begitu saja.

“Baiklah, Tuan, saya akan mencobanya!”

“Terima kasih!”

Azzar menunduk lalu kembali ke luar.

Dominic meraih telepon kembali, kali ini menghubungi Esme. Telepon pertamanya ditolak. Akan tetapi, telepon keduanya diterima oleh Esme walau dengan nada sumbang.

“Jangan bicara padaku! Aku tidak mau!”

“Baiklah! Baiklah! Bagaimana kalau bertemu denganku sebentar! Aku merindukanmu!” Dominic memancing.

Ia tahu Esme tidak akan pernah bisa marah-marah terlalu lama padanya. Akan tetapi, ia juga tahu kalau hal semacam ini disebut dengan penipuan.

“Aku akan menyuruh Azzar menjemputmu. Aku tidak akan bicara, hanya melihatmu saja!” bujuk Dominic kembali.

“Baiklah!” Esme akhirnya menyerah.

***

Cinta membuat pejahat terkejam menjadi jinak. Bahkan binatang buas yang sudah memangsa banyak orang menyerahkankan dirinya sukarela.

Azzar begitu tahu kekuatan cinta dan sama sekali tidak membencinya. Ia tidak membenci cinta yang begitu menyakitkan. Setelah perlahan menerima semua yang terjadi, lalu memahami kalau cinta tak selalu bisa memiliki, ia mundur perlahan, menjadi pengamat, seorang pelindung dan pendengar yang baik.

“Aku hanya ingin minta maaf ke sana! Kenapa Papa dan Dominic sama sekali tidak mengerti itu!” Esme menyuarakan isi kepalanya pada Azzar yang menyetir di depan.

“Tuan Dominic dan ayah Nona bukannya melarang! Hanya saja waktu ini tidak tepat, Nona!” Azzar menyahut dari depan.

“Dengar ... kamu baru saja membela mereka berdua!” seru Esme tidak terima.

“Bukan begitu! Nona salah paham.  Tetapi, apakah Nona tidak memikirkan apa yang membuat Tuan dan ayah Nona tidak mengizinkan Nona pergi ke sana sekarang?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status