Lima hari berlalu seperti biasa dan mereka memberi jeda untuk Bella dan Albian bernapas. Jika terus menghukum, bukankah tidak menarik? Meski begitu, Rasya tidak akan pernah membiarkan mereka kabur ke mana pun.Selama itu pula Rasya selalu tinggal di rumah Alana, membantunya memasak dan merawat Ranti yang kini sudah pulih dan mulai berangkat ke sekolah sebagai guru pendidik. Hari ini Alana harus sendirian karena orang tua suaminya akan datang, tentu mereka mencari keberadaan Rasya.Gadis itu termenung sendirian di meja makan. Semua pekerjaan rumah telah beres dikerjakan oleh Rasya, jadi dia bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba Alana mengukir senyum mengingat tingkah konyol Rasya selama hidup bersamanya."Dia lucu juga," gumam Alana tanpa sadar.Ya, selama lima hari itu, Alana sering tertawa lepas melihat tingkah konyol Rasya yang tidak malu menghiburnya dengan nyanyian anak kecil sambil berjoget riang ketika Alana sedih memikirkan masa depannya. Dia merindukan Rasya, itu yang terbesi
"Innalillahi, Alana. Jadi sekarang Alana lagi dikuret?" tanya Ranti terkejut begitu Rasya selesai menceritakan semuanya dari awal."Nggak, Ma. Alana nggak perlu dikuret kata bidan, soalnya kehamilannya kurang dari sepuluh minggu. Alana tidak apa-apa, yang dikhawatirkan adalah pasti tetangga tahu. Kita harus bilang apa sama mereka?"Ranti menghela napas berat, benar apa yang dikatakan oleh menantunya. Jika saja para tetangga tahu, maka tidak menutup kemungkinan dia akan menyebar ke semua orang. Namun, alasan apa yang harus diberikan?"Ngomong-ngomong, siapa nama gadis yang lihat Alana?""Aku lupa nanya, Ma, namanya siapa. Mungkin Alana tahu karena gadis itu sepertinya mengenal Alana. Ya sudah, mungkin kita ke klinik dulu sambil mikirin cara gimana ngomong ke tetangga?"Sekali lagi Ranti harus membuang napas berat. Masalah semakin bertambah, tetapi setidaknya Rasya ada untuk menemaninya menemukan solusi. Mobil itu yang mereka tumpangi melaju meninggalkan halaman sekolah.Wanita tua itu
Mereka tidak menunggu Rasya karena lelaki itu mengatakan baru bisa kembali malam nanti. Jadi, Ranti memesan taksi online untuk keduanya setelah istirahat lima jam di klinik."Biar yang bawa tasnya!" Ranti menyambar tas kecil yang berisi baju Alana. Sebelum berangkat, dia menyempatkan diri untuk membeli daster di luar agar ketika tetangga melihat, tidak ada darah di sana.Mobil yang ditumpangi sudah pergi, Ranti pun melangkah sambil menggandeng tangan anaknya. Pintu sedikit terbuka, dia mengerutkan kening karena curiga ada pencuri yang masuk. Saat mendorong daun pintu itu hingga terbuka lebar, rumah sudah bersih."Siapa yang beresin?""Eh, Mama sama Alana? Maaf aku tadi niatnya mau beresin rumah dulu abis itu naik taksi jemput kalian, tapi–""Nggak apa-apa, Nak Rasya. Kalau nggak pakai mobil sendiri, kita lebih merepotkan jadinya." Ranti memotong pembicaraan Rasya yang menyembul dari balik pintu kamarnya."Lah, ini aja udah ngerepotin, Ma. Malu tahu darahku dibersihin sama Rasya!" timp
Siti dan Leha saling pandang, kemudian menertawakan Rasya yang membela Alana. Mereka berdua mengira dia adalah lelaki paling bodoh di dunia ini karena mau menikahi gadis hamil serta selalu merepotkannya.Karena kesal terus ditantang, akhirnya Leha menyikut lengan Siti meminta agar terus melawan. Mereka sudah lama bekerjasama dalam menggibah orang lain, jadi Siti mengerti kode-kode itu. Dia maju selangkah sambil berkacak pinggang menunjukkan keberaniannya."Nggak usah sembunyikan aib itu, Sya. Kita semua tahu kok meskipun nggak ada bukti Test Pack misalnya, tetapi selain darah yang aku lihat kemarin, Albian juga mengakui kehamilan Alana. Jadi bagaimana, apa sekarang kamu masih bisa mengelak?"Suara Siti terlalu nyaring sehingga memancing tetangga lainnya untuk ikut menguping. Rasya diam sesaat, tetapi itu tidak berarti mengalah dan mengakuinya. Lagi pula, dia memiliki banyak uang, apa yang harus dia takutkan?Rasya hanya takut apabila kabar pernikahannya sampai ke orangtuanya karena ak
"Pengantin baru mestinya tahu walaupun nggak dijelasin," jawab Rasya akhirnya setelah beberapa detik memutar otak mencari alasan. Ranti hanya menanggapi dengan tawa. Bukan karena dia malas memberi komentar, tetapi terlalu banyak tanya yang mengusik pikirannya. Dia selalu memilih diam ketika ingin marah untuk menghindari penyesalan di ujung waktu. Wanita tua itu melangkah keluar kamar mencari ketenangan, berusaha mengalihkan fokusnya dengan menonton televisi. Tentu hal yang saat ini mengusik pikirannya adalah Alana. Apakah anak gadisnya akan selalu bahagia bersama Rasya sehingga melupakan dendam kesumat di dalam hatinya? Bagaimana jika waktu terus berlalu, tetapi dendam itu terus tumbuh dan justru menghancurkan hati Alana. Ranti tahu bahwa anaknya tidak sekuat yang mereka pikir, dia adalah gadis cengeng dan mudah tertekan batinnya. "Rasya, hentikan!" teriak Alana dari dalam kamar menyusul tawa lepas Rasya. Ranti diam-diam menoleh pada pintu kamar yang setengah terbuka itu. Entah ke
"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?"Bella tertawa kecil melihat mantan kekasihnya yang seolah tidak menerima fakta itu. "Alana menjual diri sama Albian. Jadi, dia ngemis cinta sama kasih sayang Al dengan merelakan tubuhnya. Aku sih kasihan ya, kok bisa ada gadis yang mengatasnamakan cinta sampai meloroti harga dirinya?""Oh, jadi Alana ngemis cinta sampai rela ngejual diri?""That's true, kamu benar sekali. Ini bukan aku yang bilang loh ya, tetapi Albian. Tahu sendiri kan kalau laki-laki nggak pernah malu ngakuin hal tabu kek gitu. Jadi ceritanya Alana ini sering nyuruh bahkan maksa Albian datang kalau dia lagi sendiri di rumah. Nah, kalau mereka sudah berdua nih, Alana ngegoda dengan cara ngajakin Al masuk kamar sambil buka baju. Coba deh kamu pikir, Sya, laki-laki mana yang nggak kegoda dalam posisi seperti itu? Jadi, kehamilan Alana itu sama sekali bukan salah Al karena dia sendiri terpaksa. Lucu yah, biasanya cewe-cewe yang diperkosa ini malah sebaliknya.""Kamu nggak malu ngefi
"Nggak usah teriak gitu, Bel. Kamu nggak malu kedengaran sama orang lain?""Alana, tersenyumlah selagi kamu bisa, tetapi ingat kalau aku nggak bakal tinggal diam. Kamu istrinya Rasya, kan? Okey, tunggu saja!" Kalimat ancaman itu keluar di antara gigi Bella yang saling mengatup, kemudian beralih menatap Rasya. "Dan kamu, Sya. Aku emang nggak nemenin kamu dari nol, tetapi kita berjuang bersama selama ini. Kamu kaya, tetapi siapa yang membuatmu jadi lelaki mandiri? Aku sudah berjuang, melawan banyak rintangan dalam hubungan kita, tetapi yang aku dapat hanya sebuah pengkhianatan. Aku melakukan segalanya demi kamu, menghabiskan waktuku hanya untuk kamu bahkan rela masak kalau kamu lagi badmood sama pembantu. Sekarang kamu ninggalin aku demi gadis ini?!""Kamu ngigau, ya? Udah deh mending kamu pulang. Intinya aku nggak ninggalin siapa-siapa demi Alana, jangan sampe gara-gara kamu dia jadi ragu sama aku ya. Pulang sana!" usir Rasya kasar sampai mendorong gadis itu hingga melewati pintu.Dia
Bab 42Sudah dua hari berlalu, tetapi Rasya masih dengan perasaannya. Dia dilema apakah benar mencintai istrinya atau tidak. Jika hatinya terbuka lagi, itu sesuatu yang salah.Rasya tidak ingin membuka hati dalam waktu dekat, dia harus jauh dari luka. Sekalipun Alana adalah orang setia yang disia-siakan, bukan berarti aman bagi Rasya untuk bisa dianggap penting. Lagi pula dia tidak melihat cinta di mata gadis itu.Selama dua hari ini, mereka jarang bicara. Alana pun tidak pernah melakukan pekerjaan rumah dan menghabiskan waktunya di dalam kamar. Ketika gadis itu duduk sendiri di depan rumah karena merasa bosan dengan suasana kamar, Rasya selalu mengambil kesempatan untuk menemaninya sekalipun tanpa saling bicara.Seperti sekarang. Rasya selalu mencuri pandang pada Alana yang hanya menatap lurus ke depan. Dia bingung harus memulai pembicaraan dari mana, padahal biasanya Alana selalu cerewet. Mungkin benar apa yang dikatakan orang bahwa ketika sang istri memilih diam, maka rumah pun aka