Share

06. Sleep With Me

   Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam.

"Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani.

"Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis.

"Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai.

"Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan.

"Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan nya dalam hati."

"Terserah padamu saja sebaiknya aku pergi dan Terimakasih sudah menolongku, itu kan yang kamu inginkan? Sekarang sudah kulakukan," dengan kesal Aileen berbalik melanjutkan langkahnya untuk keluar dari kamar Devan.

    Melihat Aileen meninggalkan kamarnya membuat Devan geram sendiri, ternyata menaklukkan gadis itu tak semudah yang dibayangkan nya. Jika wanita lain begitu mudah menyerahkan diri tapi tidak dengan Aileen, gadis itu seakan tak tertarik sedikit pun. Devan memerhatikan dirinya di cermin dari kepala hingga ujung kaki semuanya baik-baik saja tidak ada yang salah, apakah Devan begitu buruk di matanya? Oh tidak! Ini memalukan. Dengan langkah lebar Devan keluar dari kamarnya untuk mengejar Aileen.

"Jangan pernah meninggalkan tempat ini tanpa izin dariku!" Teriaknya lantang.

"Hufffttt," Aileen menghela nafas kasar, kesabarannya benar-benar diuji, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi dalam menghadapi Devan. Jika ia melawan sudah pasti akan kalah tapi, diam dan mengalah juga membuatnya mudah ditindas. Dengan malas ia berbalik dan kembali mendapat tatapan tajam.

"Apa aku harus meminta izinmu untuk melakukan sesuatu? Memangnya kamu siapa yang ingin mengatur kehidupan ku!" Devan tersenyum tipis melihat kekesalan diwajah gadis cantik di depannya, ia melangkah maju mencoba mengikis jarak, Aileen yang menyadarinya beringsut mundur namun sialnya ia terjebak oleh tembok kokoh yang membuatnya tak bisa bergerak sementara Devan semakin mendekat.

"A-apa yang ka-kamu lakukan?" Tanyanya gugup sorot ketakutan terlihat jelas di matanya. Devan menyeringai puas melihat lawannya tak berdaya di depannya.

   Devan mengunci pergerakan Aileen membuat gadis itu terdiam memejamkan mata tak ingin beradu pandang dengan pria di depannya, hembusan nafas hangat menerpa wajahnya, gadis itu tetap tak berani membuka mata.

"What are you doing? Why close your eyes, do you wish i would kiss you, hmmm?"

Blussshh, pertanyaan Devan suskes membuat wajah Aileen memerah karena malu juga gugup, apa ia benar-benar mengharapkan itu? Bukankah semua ini kesalahan Devan yang berdiri terlalu dekat bahkan tak berjarak dengannya? Oh tidak, pria itu pandai berkilah sudah pasti Aileen yang tetap disalahkan, gadis itu tak habis fikir mengapa harus bertemu pria gila sejenis Devan.

   Sekuat tenaga ia mendorong Devan agar menjauh darinya. Akan tetapi,baru saja Aileen ingin berlari menghindar lagi-lagi tangannya berhasil dicekal oleh Devan. "I told you not to dare to step without my permission," bisiknya tepat di telinga Aileen membuat gadis itu merinding, perlakuan Devan terlalu intim baginya.

"Say what you want, and please let me go," pinta Aileen memelas.

"Kuharap kamu tidak lupa bahwa urusan kita belum selesai terlebih apa yang sudah kamu lakukan padaku saat di restoran, Nona Aileen Nathania" tutur Devan mengingatkan pada Aileen dimana kesialan gadis itu bermula.

Degg ...! Aileen terkejut setelah Devan menyebutkan nama lengkapnya. "Dari mana kamu tahu nama lengkap ku?"

"Bukan perkara sulit untuk ku," jawab Devan datar lalu melenggang santai ke arah sofa dan duduk manis sambil menyilangkan kaki. "Dan jangan mengalihkan pembicaraan," lanjutnya.

"A-aku, aku tidak lupa kok, tenang saja. Tapi, tolong berikan aku waktu karena aku belum mendapatkan pekerjaan."

Devan tersenyum sinis mendengar apa yang dikatakan Aileen. "Menunggumu mendapatkan pekerjaan sama saja menunggu kucing bertelur, lagipula aku tidak yakin kamu bisa mendapat pekerjaan dengan gaji yang besar," ucapnya meremehkan.

    Apa yang dikatakan oleh Devan dibenarkan Aileen, memang tidak mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Tapi, ia butuh uang untuk membayar kerugian yang diminta Devan, jika tidak maka ia tak akan bisa bebas dari pria gila itu, padahal insiden yang terjadi waktu itu murni kecelakaan namun sepertinya Devan sengaja melakukan hal itu untuk mempersulit hidupnya. Apa yang harus dilakukan nya sekarang?.

"Sudahlah tidak perlu bingung, aku punya tawaran khusus untukmu," Devan mengerling jahil.

"Katakanlah," sergahnya cepat.

   Bagus! tikus akan masuk perangkap, senyum jahat terbit di bibirnya. "Sleep with me," ucap Devan santai.

Plaakk!! Tanpa permisi sebuah tamparan mendarat dengan anggun di pipi Devan, para bodyguard yang melihatnya terbelalak kaget dengan reaksi yang diberikan Aileen. Mereka tidak menyangka seorang gadis dengan berani melayangkan tamparan pada putra sang penguasa, pria yang terkenal dingin dan kejam serta ditakuti semua orang. Waw, kejadian yang langka.

"Apa kau tidak malu mengatakan hal itu pada seorang gadis, hah? Dengarkan aku baik-baik, Tuan Devan yang terhormat! Aku tidak akan pernah menerima tawaran gilamu itu, karena aku bukan jalang yang sesuka hati kamu bawa ke atas ranjang untuk kamu tiduri!" teriak Aileen murka, hilang sudah kesabarannya ia tak lagi mau mengalah.

Kemarahan Aileen tak jauh berbeda dengan Devan, tak ada tatapan bersahabat yang ditunjukkan pria itu, wajahnya merah padam. Mendapat tamparan dari Aileen benar-benar membuatnya malu terlebih disaksikan oleh beberapa bodyguard yang setia berjaga di dekat pintu.

"Berani sekali kau mengangkat tanganmu ini," desisnya tajam lalu mencekal pergelangan tangan Aileen. "Mulutmu juga sudah keterlaluan, sepertinya kau harus diberi pelajaran," dengan kasar Devan mencengkram pipi mulus itu.

    Melihat kemarahan Devan seketika rasa takut menguasai Aileen, ini bukan hal yang baik ia harus cepat pergi. Tapi, bagaimana caranya ia bisa meloloskan diri tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Devan.

"To-tolong lepaskan tanganku, a-aku minta maaf karena sudah lancang menamparmu," lirihnya namun tak digubris oleh Devan.

"Kalian semua tinggalkan ruangan ini,"perintahnya pada pelayan dan juga bodyguardnya. Tidak harus diperintah dua kali mereka segera berhamburan keluar tanpa protes, kini tinggallah mereka berdua. Aileen yang ketakutan hanya menunduk tidak berani menatap pria di depannya yang masih dikuasai amarah.

"Ikut dengan ku, kau akan menerima hukuman atas perbuatanmu yang terlalu berani,"ujarnya lalu menyeret Aileen kembali ke kamar tanpa mempedulikan tangisan gadis itu, nafsu dan amarah menyatu dalam dirinya setelah melihat penolakan Aileen membuatnya ingin mendapatkan gadis itu, meski malam menjelang pagi tak menyurutkan niatnya untuk melakukan apa yang diinginkan nya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
anggi
aduh jadi penasaran ama lanjutannya deh,critanya bagus bangeeet! btw kak author kalo ada sosmed aku pingin follow dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status