Home / Fantasi / BAYANGAN DARAH SIREGAR / Bab 14 – Tumbuh di Antara Tembok dan Tembaga

Share

Bab 14 – Tumbuh di Antara Tembok dan Tembaga

Author: Kaeyaa Avery
last update Last Updated: 2025-08-16 14:00:24

Jakarta mungkin tak asing lagi buat Rafi sekarang, tapi suasananya tetap memberi tekanan. Setelah rapat keluarga Siregar yang panas itu, namanya mulai dibicarakan di lingkaran media kecil. Beberapa artikel mulai muncul di blog bisnis sekolah, bahkan ada yang menulis, “Anak Petani Sukses Guncang Forum Keluarga Konglomerat.”

Tapi Rafi nggak ambil pusing. Dia udah kembali ke desa. Dan hari-harinya? Masih sama. Bangun pagi, ngurus ladang, urus pesanan, dan sesekali diskusi bisnis secara daring dengan klien kecil dari luar kota.

Sore itu, Raline duduk di bawah pohon mangga sambil nyusun foto-foto tanaman buat feed Instagram “Tanaman Sehat Rafi.” Rafi baru aja selesai nyiramin bibit serai.

“Lo tau nggak?” Raline nyengir sambil melirik layar HP-nya. “Ada yang mau pesan 300 pot daun mint buat acara seminar lingkungan di Semarang.”

Rafi mendekat, masih pakai kaos lusuh dan celana penuh tanah. “Serius lo? Siapa yang order?”

“Namanya Bu Anita, dia d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 23 – Pertemuan yang Tak Pernah Dinanti

    Langit Jakarta mulai gelap saat Rafi melangkah masuk ke restoran di lantai 15 hotel tempatnya menginap. Lampu gantung berkilau di langit-langit, suasana tenang dengan musik lembut mengalun, dan pelayan berseragam berdiri siap menyambut. Namun semua itu terasa samar bagi Rafi. Matanya hanya fokus pada satu meja di sudut ruangan, dekat jendela kaca besar. Di sana, duduk seorang pria paruh baya dengan jas abu-abu rapi, rambut sedikit memutih di pelipis, dan kacamata tipis menghiasi wajahnya yang tegas. Rafi menarik napas panjang sebelum melangkah mendekat. "Silakan duduk," ucap pria itu tanpa senyum, namun suaranya tenang. "Terima kasih, Pak," jawab Rafi pelan, duduk perlahan. Sesaat hening. Hanya suara sendok yang menyentuh gelas dari meja tetangga. Pria itu akhirnya bicara, "Kamu tumbuh jadi pemuda yang berbeda dari yang saya bayangkan. Saya lihat nama kamu di

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 22 – Undangan yang Mengubah Segalanya

    Pagi itu, matahari belum terlalu tinggi saat Rafiandra Siregar berdiri di depan rumah Simbo. Jaket hitam sederhana menutupi kemeja putih bersih yang disetrika rapi. Di tangannya, satu koper kecil berisi dokumen penting dan pakaian untuk dua hari ke depan. Mobil hitam dari panitia Forum Wirausaha Nasional sudah menunggu di depan jalan tanah desa. Simbo mendekat, memeluknya erat. "Jaga diri kamu baik-baik di Jakarta, ya. Jangan lupa makan, dan jangan lupa dari mana kamu berasal," ucap Simbo dengan suara bergetar. "Aku tahu, Simbo. Aku nggak akan lupa. Doain aku sukses ya," jawab Rafi sambil mengecup tangan Simbo. Dari kejauhan, Paman Damar hanya mengangguk pelan, lalu mengangkat tangan sebagai salam. Rafi membalas dengan hormat. Di balik wajah keras pamannya, terselip kebanggaan yang tak pernah diucapkan terang-terangan. Mobil mulai melaju perlahan, meninggalkan tanah merah Srigading dan mengarah ke bandara ter

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 21 – Nama yang Kembali Hidup

    Langit Srigading terlihat lebih cerah dari biasanya saat Rafiandra Siregar kembali berdiri di depan rak tanamannya. Kali ini, tak hanya pot-pot kecil yang tersusun rapi, tapi juga beberapa tanaman eksperimental dari koperasi Purbalingga yang sedang ia uji coba. Di tangannya, ada dokumen penting: Akta resmi kerja sama kemitraan regional dengan koperasi petani Purbalingga. Stempel pemerintah daerah dan tanda tangan legal sudah lengkap. Nama Rafi bukan lagi sekadar nama di desa—sekarang, itu nama yang mulai diperbincangkan di kalangan pertanian muda nasional. Raline berdiri di sampingnya, menggenggam laporan media online yang memuat artikel: “Rafiandra Siregar: Anak Desa Srigading Bangun Ekosistem Pertanian Inovatif dari Limbah Rumah Tangga.” “Lo sadar nggak, Fi?” kata Raline pelan. “Sekarang lo udah bukan anak yang diremehin lagi.” Rafi tersenyum tipis. “Gue gak nyari pengakuan. Ta

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 20 – Ekspansi dan Bayangan Lama

    Pagi di Srigading berjalan seperti biasa, tapi hati Rafi terasa lebih berat dari biasanya. Setelah semalam berdiskusi dengan Paman Damar dan Simbo, ia tahu, ekspansi ini bukan sekadar peluang. Ini ujian. Ia duduk di beranda dengan laptop terbuka, membuka ulang proposal dari koperasi petani di Purbalingga. Tawaran mereka jelas: duplikasi sistem kemitraan Rafi dengan komitmen lahan lebih luas dan kemungkinan masuk ke pasar ekspor dalam dua tahun ke depan. Tapi Rafi belajar satu hal penting sejak pengkhianatan Pak Sabar: jangan buru-buru percaya. --- Raline datang dengan dua gelas susu hangat. “Gue lihat lo dari tadi ngetik doang, Fi. Gak sarapan?” Rafi tersenyum. “Lagi mikir. Kalau sistem kita diadopsi ke luar kota, berarti lo juga harus siap lebih sibuk.” “Gue udah siap. Tapi lo yakin mau ambil ini?” Rafi menatap layar sejenak, lalu m

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 19 – Di Antara Kepercayaan dan Pengkhianata

    Hari-hari awal pelaksanaan pilot project berjalan cepat. Lahan di Srigading berubah drastis. Beberapa petani yang awalnya ragu, kini bergabung setelah melihat hasil dan pemasukan rekan-rekan mereka. Rafi mengatur semuanya: dari distribusi bibit, pencatatan hasil panen, sampai pelaporan ke kantor pusat mitra di Jakarta. Setiap pagi, ia melakukan inspeksi ke lahan. Raline mengatur pemasaran dan sosial media. Mereka jadi tim yang tak terpisahkan. “Gue nggak nyangka ini bisa jalan secepat ini,” ujar Raline saat mereka meninjau lahan sambil membawa clipboard. “Gue juga enggak,” Rafi terkekeh. “Tapi kita nggak boleh terlena. Ini baru separuh jalan.” --- Namun, badai pertama datang tak lama kemudian. Suatu pagi, Paman Damar datang tergesa membawa sebuah dokumen. “Rafi, kamu harus lihat ini. Salah satu petani kita jual hasil panennya ke pihak luar dengan harga di bawah pasar.” Rafi membaca laporan itu dengan rahang mengeras. Nama petani itu tak asing: Pak Sabar, salah satu yang

  • BAYANGAN DARAH SIREGAR   Bab 18 – Memulai Dari Titik Nol

    Pagi itu Rafi bangun lebih cepat dari biasanya. Suasana rumah masih gelap, hanya lampu kecil di dapur yang menyala. Ia duduk di meja, membuka laptop tua yang sebelumnya ia perbaiki sendiri. Di layar, proposal kemitraan yang telah ia presentasikan kepada pihak keluarga Siregar dua minggu lalu masih terbuka. Raline masuk dengan hoodie kebesaran dan rambut masih setengah kering. “Lo belum tidur?” “Udah, tapi kebangun lagi. Banyak yang gue pikirin.” Raline duduk di sebelahnya. “Tentang kerja sama itu?” Rafi mengangguk. “Mereka tertarik. Tapi mereka minta bukti. Penjualan tetap, rantai pasok stabil, dan paling penting: sistem produksi yang bisa digandakan.” “Berarti kita harus scale up, ya?” “Yup. Tapi tetap harus jaga kualitas.” Raline membuka catatan di ponselnya. “Gue udah ngedata semua pembeli loyal, wilayah pengiriman, dan supplier potongan botol dari desa sebelah. Bisa kita ajak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status