Home / Thriller / BAYANGAN DI BALIK WARISAN / St. Soulheim; Introduction

Share

St. Soulheim; Introduction

Author: eyes0cream
last update Last Updated: 2025-04-26 15:33:39

Kabut menggantung rendah di atas kota. Seperti selimut lembap yang menolak terangkat, dia melingkupi atap-atap miring bangunan tua yang nyaris seluruhnya berlumut. Kabut menyusup di antara celah jendela yang jarang sekali dibuka. Sering kali juga menelusup masuk ke dalam lorong-lorong sempit yang hanya dikenal oleh kaki-kaki penduduknya.

Bau arang terbakar menguar dari cerobong-cerobong batu, bercampur dengan aroma tanah basah dan sisa hujan semalam yang belum juga mengering. Di kota ini, musim seolah tidak pernah berganti. Hujan datang tidak sebagai tamu, melainkan penghuni tetap. Gerimisnya malas, tapi tekun—turun perlahan, nyaris tidak bersuara.

Gerimis meninggalkan jejak pada batu-batu tua yang membentuk jalanan berkelok. Batu-batu itu, jika diperhatikan, terlihat seperti menyimpan gema langkah-langkah dari masa lalu. Bunyi derap sepatu kulit, suara roda kereta kuda, dan bisikan yang telah lama terbenam dalam waktu.

Di depan sebuah toko roti kecil yang sudah berdiri sejak masa kol
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   St. Soulheim; Arrival

    Di jantung St. Soulheim, di mana jalanan berbatu berkelok di bawah bayang-bayang menara gereja tua yang telah berdiri sejak zaman sebelum perang, terdapat sebuah rumah megah. Sebuah bangunan yang lebih layak disebut istana daripada sekadar tempat tinggal itu terlihat mencolok di antara deretan rumah lainnya. Pilar-pilar marmer yang tinggi dan kokoh menopang fasadnya, sementara dua patung singa hitam berjaga diam di gerbang depan—mata mereka memandang lurus, seolah mengawasi siapa pun yang berani mendekat.Di sanalah tinggal seorang pria yang, bagi banyak warga, bukan hanya orang terkaya di kota—tapi juga "pemilik" sebenarnya dari St. Soulheim. Namanya Edelmar Vollen. Seorang pria berusia lima puluh tujuh tahun dengan perut bundar seperti mangkuk logam. Hal paling diingat darinya adalah suara tawanya yang bisa terdengar dari dua blok jauhnya. Tapi jangan tertipu oleh perawakannya yang terlihat lemah; matanya tajam seperti pedagang tua yang selalu tahu lebih banyak dari yang dia biarkan

    Last Updated : 2025-04-27
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Wanita yang Tahu Segalanya

    Senin, 25 Maret 2024/05:27 PagiNARASI GENEVIÈVE ROUXGeneviève Roux. Seharusnya dilafalkan sebagai Zhon-vee-ev Roo. Tapi nama itu begitu panjang, bahkan Geneviève terasa asing di bibir saya sendiri. Sering kali—di antara hiruk-pikuk rumah besar ini—terasa terlalu berat untuk dipakai. Jadi, keluarga Vollen dan para tamunya memanggil saya “Gene.” Jin.Itu lebih mudah. Lebih singkat. Katanya itu terdengar lebih akrab. Tapi bagi saya itu sebuah penghinaan. Selalu ada nuansa sarkastik terselip di sana—seperti jin dalam cerita-cerita mistis, yang selalu ada untuk mengabulkan permintaan."Ayo, Gene, keluarkan keajaibanmu. Bawakan teh, jangan lama-lama!"Gene. Begitu saja. Tanpa embel-embel, tanpa perhatian lebih. Hanya sebuah nama yang menguap begitu saja di udara—hilang di balik suara keramaian yang lebih keras, lebih penting."Apa, kau masih berdiri? Gene, cepat lakukan tugasmu seperti biasa!"Saya selalu dianggap seperti jin botol yang selalu siap melayani dan memenuhi permintaan dan has

    Last Updated : 2025-04-28
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Catatan Tua

    Pukul 07.13 pagi.Tuan Greaves tahu itu tanpa perlu melihat jam. Suara ketiga burung pipit yang biasanya baru mulai bernyanyi pada pukul 07.11 kini terdengar dua menit lebih lambat—barangkali udara terlalu lembab. Atau mungkin karena hujan semalam. Dia tidak memperdebatkannya. Pria tua itu hanya mencatatnya, seperti biasanya.Dia membalik papan kecil di pintu: CLOSED menjadi OPEN. Gerakan yang telah dilakukannya sebanyak 17.532 kali sejak dia pertama menerima kunci perpustakaan ini dari tangan pendahulunya, Rowley the Owl, di tahun yang sama dengan runtuhnya jembatan batu tua di selatan kota. Dia bahkan ingat kata-kata terakhir Rowley saat menyerahkan kunci:“Kau akan lebih cocok di tempat ini daripada aku.” Saat itu Greaves belum yakin apakah itu pujian atau kutukan.Lantai kayu menyambut langkahnya dengan rengekan lembut. Tiap derit telah dia kenali seperti dirinya yang mengenali variasi nada pada jam dinding tua miliknya di rumah. Dia tahu bagian mana yang longgar, mana yang sediki

    Last Updated : 2025-04-29
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Susceptibility

    Senin, 25 Maret 2024/07:37 PagiKabut tipis masih melayang di atas trotoar ketika langkah Alphonse berhenti di depan sebuah bangunan tua dengan papan nama berkarat yang tergantung miring: Kantor Arsip Kota St. Soulheim. Batu-batunya kusam, jendelanya tinggi dan gelap, dan pagar besinya berkarat di bagian bawah. Dari semua tempat yang dilintasinya pagi ini, hanya bangunan ini yang terasa hidup… meskipun tidak terlihat ada siapa-siapa.Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya. Dia tidak datang untuk berwisata. Tapi siapa pun yang melihat dari luar takkan menyangka bahwa pemuda bermantel hitam kusut itu menyimpan maksud yang lebih dalam dari sekadar kekaguman akan arsitektur lama. Saat dia mendekat, suara berat menghentikannya.“Permisi, Pak. Kantornya belum buka. Masih pagi,” kata seorang petugas keamanan dari balik gerbang, tangannya memegang gagang tongkat yang bersandar di sisi kursi.Alphonse melirik ke arah jam sakunya, lalu menatap bangunan itu lagi, seolah baru menyadari kehadirann

    Last Updated : 2025-04-30
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Kabar Buruk

    Kamis, 21 Maret 2024/10:21 Malam"Kalau ini cuma kasus receh, berikan saja pada mereka yang masih percaya dunia ini adil," ujar seorang pemuda yang bersandar di ambang pintu dengan tangan terlipat di dada. Suaranya datar, nyaris malas—seolah kebodohan yang sama selalu mengetuk pintunya setiap hari.Di hadapannya berdiri seorang pria dengan tinggi rata-rata, sekitar 176 cm, dan bertubuh kokoh dengan postur yang tegap. Pria bersetelan rapi yang pas di tubuhnya itu mengenakan mantel panjang menjuntai di atas sepatunya yang dipoles.Dia mendengus mendengar komentar pemuda itu. Wajahnya mengeras sebelum akhirnya berkata, “Sekali saja, bisakah kau menjawab tanpa terdengar seperti orang putus asa?" Suara itu terdengar lebih tegas, lebih lugas—kontras dengan nada malas yang baru saja didengarnya.Pemuda itu menyeringai tipis, lalu tanpa banyak kata, dia mendorong pintu lebih lebar dan melangkah ke samping. "Masuk saja. Aku tahu kau nggak akan pergi sebelum dapat yang kau mau."Detektif Otero

    Last Updated : 2024-07-01
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Topeng Kematian

    Lorong hotel terasa lebih sunyi dari seharusnya. Hanya langkah Detektif Otero dan Alphonse yang menggema saat mereka mendekati kamar 207—tempat Marilyn Cass ditemukan tidak bernyawa. Tanpa banyak bicara, Detektif Otero mengeluarkan lencananya dan menunjukkannya pada dua petugas polisi yang berjaga di luar kamar. Salah satu petugas mengangguk, mengangkat sedikit garis polisi yang membentang di ambang pintu, lalu membiarkan mereka masuk.“Seperti yang kau lihat. Situasinya seperti ini,” ujar Detektif Otero, suaranya terbungkus dalam ketenangan.Bau khas bahan kimia dan kematian menyambut mereka begitu melewati ambang pintu. Kilatan lampu kamera forensik membelah kegelapan ruangan, menciptakan bayangan-bayangan tajam di dinding berwarna krem. Para petugas bergerak dalam keheningan profesional, mengumpulkan bukti tanpa membiarkan emosi mengintervensi. Di samping tempat tidur, sebuah kantong mayat berwarna hitam tergeletak dengan ritsleting yang tertutup rapat.“Ada perkembangan?” tanya De

    Last Updated : 2024-07-02
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Senjata Pembunuhan

    Dua bulan yang laluNARASI ALPHONSEHal pertama yang kupikirkan saat wanita itu memasuki kantorku?Aku lebih baik tidur siang.Hujan turun dengan malas di luar, menambah kesan muram pada ruangan yang sudah cukup berantakan—tumpukan dokumen berserakan di meja dan lantai. Aku bisa saja pura-pura nggak mendengar ketukan di pintu, tapi sayangnya, tamu tak diundang ini nggak cukup tahu diri untuk pergi begitu saja.Wanita itu berhenti di ambang pintu, ragu sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk. Matanya menyapu sekeliling ruangan—langit-langit yang mengelupas, meja berantakan, kursi yang tampak lebih cocok untuk rumah duka daripada kantor detektif swasta. Rahangnya mengatup. Lalu, dengan gerakan sedikit kaku, dia menggeser kursi tanpa benar-benar meminta izin. Dia duduk dengan tangan mencengkeram liontinnya sesaat tanpa sadar.Aku sudah bisa menebak tipe orang seperti ini: bahu menegang, jemari mencengkeram tali tas seolah-olah itu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya. Ah, klien yang

    Last Updated : 2024-07-03
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Luka Tembak

    Ketika Alphonse dan Detektif Otero melangkah keluar kamar 207, langkah kaki nyaris tidak terdengar terhenti di ujung koridor. Sekilas, Alphonse menangkap bayangan samar yang lenyap di balik tikungan. Udara terasa lebih berat, seolah ada mata tak terlihat yang mengintai dari kegelapan.Tanpa ragu, Alphonse bergegas mengejar. Namun, saat tiba di tikungan, hanya kesunyian yang menyambutnya—sampai suara pintu di kejauhan tertutup pelan. Terlalu pelan. Terlalu disengaja.Detektif Otero menyusul, napasnya sedikit tersengal. “Ada apa?”Alphonse tetap memandang lurus ke deretan pintu hotel yang tertutup rapat. Rahangnya mengencang. “Kau nggak melihatnya?” bisiknya tajam.Detektif Otero mengernyit dan menyapu pandangannya ke koridor yang sunyi. "Melihat apa?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya.Alphonse tidak segera menjawab. Dia melangkah perlahan ke depan, telinganya menangkap setiap suara sekecil apa pun. Koridor terasa terlalu tenang, terlalu bersih—seolah seseorang baru saja me

    Last Updated : 2024-07-04

Latest chapter

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Susceptibility

    Senin, 25 Maret 2024/07:37 PagiKabut tipis masih melayang di atas trotoar ketika langkah Alphonse berhenti di depan sebuah bangunan tua dengan papan nama berkarat yang tergantung miring: Kantor Arsip Kota St. Soulheim. Batu-batunya kusam, jendelanya tinggi dan gelap, dan pagar besinya berkarat di bagian bawah. Dari semua tempat yang dilintasinya pagi ini, hanya bangunan ini yang terasa hidup… meskipun tidak terlihat ada siapa-siapa.Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya. Dia tidak datang untuk berwisata. Tapi siapa pun yang melihat dari luar takkan menyangka bahwa pemuda bermantel hitam kusut itu menyimpan maksud yang lebih dalam dari sekadar kekaguman akan arsitektur lama. Saat dia mendekat, suara berat menghentikannya.“Permisi, Pak. Kantornya belum buka. Masih pagi,” kata seorang petugas keamanan dari balik gerbang, tangannya memegang gagang tongkat yang bersandar di sisi kursi.Alphonse melirik ke arah jam sakunya, lalu menatap bangunan itu lagi, seolah baru menyadari kehadirann

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Catatan Tua

    Pukul 07.13 pagi.Tuan Greaves tahu itu tanpa perlu melihat jam. Suara ketiga burung pipit yang biasanya baru mulai bernyanyi pada pukul 07.11 kini terdengar dua menit lebih lambat—barangkali udara terlalu lembab. Atau mungkin karena hujan semalam. Dia tidak memperdebatkannya. Pria tua itu hanya mencatatnya, seperti biasanya.Dia membalik papan kecil di pintu: CLOSED menjadi OPEN. Gerakan yang telah dilakukannya sebanyak 17.532 kali sejak dia pertama menerima kunci perpustakaan ini dari tangan pendahulunya, Rowley the Owl, di tahun yang sama dengan runtuhnya jembatan batu tua di selatan kota. Dia bahkan ingat kata-kata terakhir Rowley saat menyerahkan kunci:“Kau akan lebih cocok di tempat ini daripada aku.” Saat itu Greaves belum yakin apakah itu pujian atau kutukan.Lantai kayu menyambut langkahnya dengan rengekan lembut. Tiap derit telah dia kenali seperti dirinya yang mengenali variasi nada pada jam dinding tua miliknya di rumah. Dia tahu bagian mana yang longgar, mana yang sediki

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Wanita yang Tahu Segalanya

    Senin, 25 Maret 2024/05:27 PagiNARASI GENEVIÈVE ROUXGeneviève Roux. Seharusnya dilafalkan sebagai Zhon-vee-ev Roo. Tapi nama itu begitu panjang, bahkan Geneviève terasa asing di bibir saya sendiri. Sering kali—di antara hiruk-pikuk rumah besar ini—terasa terlalu berat untuk dipakai. Jadi, keluarga Vollen dan para tamunya memanggil saya “Gene.” Jin.Itu lebih mudah. Lebih singkat. Katanya itu terdengar lebih akrab. Tapi bagi saya itu sebuah penghinaan. Selalu ada nuansa sarkastik terselip di sana—seperti jin dalam cerita-cerita mistis, yang selalu ada untuk mengabulkan permintaan."Ayo, Gene, keluarkan keajaibanmu. Bawakan teh, jangan lama-lama!"Gene. Begitu saja. Tanpa embel-embel, tanpa perhatian lebih. Hanya sebuah nama yang menguap begitu saja di udara—hilang di balik suara keramaian yang lebih keras, lebih penting."Apa, kau masih berdiri? Gene, cepat lakukan tugasmu seperti biasa!"Saya selalu dianggap seperti jin botol yang selalu siap melayani dan memenuhi permintaan dan has

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   St. Soulheim; Arrival

    Di jantung St. Soulheim, di mana jalanan berbatu berkelok di bawah bayang-bayang menara gereja tua yang telah berdiri sejak zaman sebelum perang, terdapat sebuah rumah megah. Sebuah bangunan yang lebih layak disebut istana daripada sekadar tempat tinggal itu terlihat mencolok di antara deretan rumah lainnya. Pilar-pilar marmer yang tinggi dan kokoh menopang fasadnya, sementara dua patung singa hitam berjaga diam di gerbang depan—mata mereka memandang lurus, seolah mengawasi siapa pun yang berani mendekat.Di sanalah tinggal seorang pria yang, bagi banyak warga, bukan hanya orang terkaya di kota—tapi juga "pemilik" sebenarnya dari St. Soulheim. Namanya Edelmar Vollen. Seorang pria berusia lima puluh tujuh tahun dengan perut bundar seperti mangkuk logam. Hal paling diingat darinya adalah suara tawanya yang bisa terdengar dari dua blok jauhnya. Tapi jangan tertipu oleh perawakannya yang terlihat lemah; matanya tajam seperti pedagang tua yang selalu tahu lebih banyak dari yang dia biarkan

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   St. Soulheim; Introduction

    Kabut menggantung rendah di atas kota. Seperti selimut lembap yang menolak terangkat, dia melingkupi atap-atap miring bangunan tua yang nyaris seluruhnya berlumut. Kabut menyusup di antara celah jendela yang jarang sekali dibuka. Sering kali juga menelusup masuk ke dalam lorong-lorong sempit yang hanya dikenal oleh kaki-kaki penduduknya.Bau arang terbakar menguar dari cerobong-cerobong batu, bercampur dengan aroma tanah basah dan sisa hujan semalam yang belum juga mengering. Di kota ini, musim seolah tidak pernah berganti. Hujan datang tidak sebagai tamu, melainkan penghuni tetap. Gerimisnya malas, tapi tekun—turun perlahan, nyaris tidak bersuara.Gerimis meninggalkan jejak pada batu-batu tua yang membentuk jalanan berkelok. Batu-batu itu, jika diperhatikan, terlihat seperti menyimpan gema langkah-langkah dari masa lalu. Bunyi derap sepatu kulit, suara roda kereta kuda, dan bisikan yang telah lama terbenam dalam waktu.Di depan sebuah toko roti kecil yang sudah berdiri sejak masa kol

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Parting Ways

    Jumat, 22 Maret 2024/07:11 MalamLangit malam menggulung pelan seperti menyimpan sesuatu yang belum sempat jatuh. Udara di dermaga berbau asin, bercampur kabut tipis yang menyelimuti laut gelap sejauh mata memandang. Suara ombak menghantam lambung kapal kayu tua yang bergoyang perlahan. Lampu-lampu pelabuhan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara peti-peti kayu dan tali tambat yang berserakan.Mereka berdiri diam dalam lingkaran kecil, masing-masing dibalut perban dan luka yang belum sempat sembuh benar. Uehara bersandar pada tongkat jalannya, sementara Jesse menahan napas setiap kali bergerak. Valerie memeluk dirinya sendiri, sesekali menatap langit seolah berharap bintang-bintang bisa memberi petunjuk. Alphonse menjadi satu-satunya sosok yang berdiri tegak meski bajunya masih ternoda darah kering. “Aku sudah mengatur semuanya,” katanya, suaranya tenang namun tegas. “Akan ada seseorang yang kupercaya menjemput kalian nanti. Bersembunyilah di sana untuk sementara wakt

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Bloody Fang, Kael Thorne

    Dengan gigi terkatup dan tatapan membara, Alphonse berbalik menghadap pria bersenjata itu. Tangan kirinya sudah menahan darah yang mengalir dari bahu kanannya. Valerie menatap dengan napas tercekat. Tubuhnya setengah berdiri dari balik perlindungan mobil, mata membelalak melihat Alphonse yang tetap berdiri meski darah terus menetes.Alphonse tahu satu hal—jika dia diam, semuanya akan berakhir di sini.Dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, dia meraih kembali tongkat setrum dari tanah. Darah dari bahu kanannya mengalir makin deras, tapi sorot matanya tidak goyah. Langkahnya pelan, mantap, seolah rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.Ardent Blades yang bersenjata itu memasang kembali bidikannya, tapi Alphonse tidak memberinya waktu. Begitu senapan itu sedikit bergeser, Alphonse menerjang. Bahu kanannya seketika terasa seperti disayat bara api, tapi dia paksa tubuhnya bergerak.Dengan hentakan cepat, dia mengayunkan tongkat setrum ke arah pistol—zzt!Sentakan listrik meledak di u

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Terperangkap

    Mobil Jesse Fox berguncang lebih keras saat ban depan yang ditembak terus kehilangan tekanan. Setir digerakkan dengan cepat, hampir tidak memberi waktu bagi Jesse untuk bernapas. Mata tajamnya menatap jalanan yang semakin sempit, dan dalam sekejap, dia tahu bahwa hanya sedikit ruang yang tersisa untuk melarikan diri.Di kursi belakang, Alphonse menahan napas. Valerie di pelukannya, matanya terpejam, tubuhnya terhimpit oleh pelukan Alphonse. Meski keadaan semakin gawat, Alphonse tetap menjaga kewaspadaan, matanya mengawasi setiap gerakan yang ada di luar sana. Mereka dikejar oleh dua motor yang semakin dekat, dan suara knalpot yang menggelegar membuat suasana semakin mencekam."Jesse, kita harus segera keluar dari sini!" teriak Alphonse.Jesse tidak menjawab. Dia hanya memusatkan perhatian penuh pada setir. Tapi, dengan setiap detik yang berlalu, jalanan terasa semakin sempit. Dua motor itu semakin dekat. Tembakan terus dilontarkan, mengarah tepat ke mobil mereka. Kaca anti peluru mung

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Silent Pursuit

    Tiga bulan yang laluLilin-lilin beraroma mur perlahan mencair. Cahayanya memantul lembut di atas meja marmer, menciptakan bayang-bayang yang menggoda. Tirai sutra merah tua berayun pelan di tiupan angin malam. Di tengah ruangan yang temaram, Ratu Merelda dari Kerajaan Eilvareth bersandar santai di ranjang berkanopi.Tubuhnya dibalut gaun tidur tipis berwarna anggur tua yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan elegan, membentuk siluet yang memikat. Gaun tidurnya yang terlepas sedikit dari bahu memamerkan kulit halusnya yang berkilau di bawah cahaya lilin. Kontur tubuhnya terlihat begitu memikat, seakan mengundang untuk lebih dekat. Dia tahu dirinya cantik—dan lebih dari itu, dia tahu betul bagaimana menggunakan kecantikannya.Di sampingnya, seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut keperakan berdiri menghadap jendela terbuka. Punggungnya penuh bekas luka perang bertahun-tahun, namun goresan yang baru itu lebih mendalam, lebih intim—sebuah jejak gairah yang tidak terucapkan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status