Baru juga sadar dari pingsannya, Ayla kembali mendengar kabar yang menyakitkan.
"Sebelum menikah bersama Ayla bayar uang lima ratus juta." Gadis itu memegang dadanya kuat. Secara tidak langsung orang tuanya sedang menjual dirinya.
"Bangun kau!" Mara dengan paksa membangunkan anak sulungnya dengan menuangkan minyak panas ke mulut Ayla.
Gadis itu terbatuk-batuk dan menggeleng, tetap terus dicekoki minyak panas tersebut.
Auden hanya berdiri di pintu memegang kunci mobilnya dan sebisa mungkin keluar dari rumah neraka ini seceptanya.
"Ya, saya akan membayarnya." Uang bukan masalah untuknya, tapi bertemu dan melihat orang-orang serakah ini membuatnya muak.
"Cepat nikahi anak ini agar dia tak bawa sial di rumah ini!" desak Mara.
Pria itu menatap tak bersalah pada gadis yang sedang terbatuk-batuk tersebut. Apa dia harus menikahi gadis ini? Auden sangat mencintai istrinya, bahkan rela mempertaruhkan nyawa demi Sandra.
"Jangan pernah ke rumah ini lagi!" Ucapan tajam itu membuat Ayla kian tak berdaya. Gadis itu merasa dunianya kiamat detik ini juga. Dengan susah payah menelan ludah, kepalanya berdenyut hebat.
Auden langsung mengeluarkan cek dan menuliskan nominal uang dua kali lipat yang diminta, jadi para manusia serakah ini tidak akan pernah menganggu hidupnya.
"Saya yang akan bertanggung jawab pada Ayla," ucapnya tak yakin, tapi Auden tetap menunjukkan ekspresi tegas.
"Bagus!"
Ayla sudah tak tahu lagi bagaimana penampilannya sekarang, gadis itu hanya bisa menunduk.
"Bangun kau! Pergi sana anak sial! Jangan pernah kembali!" Dengan kasar Mara mendorong putri sulungnya hingga tersungkur di depan kaki Auden.
Pria itu mengulurkan tangannya, dengan hati yang hancur dia tak lagi punya pilihan. Pria ini yang menghancurkan hidupnya, tapi dia juga yang menyelamatkan dari situasi seperti ini.
Genggaman di tangannya membuat bibir pucatnya bergetar. Dengan tertatih, Auden memapah Ayla menuju mobil.
"Hahaha! Kita bisa pesta besok, Mama mau beli perhiasan yang banyak. Kita bisa beli rumah, beli mobil, kita kaya, Bapak."
Ayla mendengar itu semua, dia berjanji tidak akan pernah kembali menginjak kaki di rumah neraka ini.
"Kamu telah saya beli, jadi tetap jadi gadis manis yang menurut apa saja saya minta," bisik Auden penuh ancaman sambil meremas pinggangnya.
Ayla mengangkat kepala menatap sang majikan yang menaikkan alisnya. Sangat tampan, tapi itu tidak penting sekarang. Dia baru saja keluar dari kandang iblis, dan masuk ke kandang singa lainnya. Memang hidupnya selalu sial dari awal.
Keduanya masuk ke dalam mobil, helaan napas panjang meluncur dari bibir Auden. Ayla hanya terdiam sambil memainkan jari tangannya. Merasa hidupnya begitu berat.
"Sampai kapan pun Sandra tidak boleh tahu ini. Jika dia tahu apa yang terjadi, nyawamu bisa melayang." Ayla mengelus tangannya merasakan bulu kuduknya meremang. Pria di sampingnya tidak main-main, mereka punya uang dan kuasa, jadi bisa melakukan apa saja.
Gadis malang itu telah menyerahkan dirinya pada sang iblis, jadi dia adalah seorang hamba yang menurut apa saja permintaan tuannya.
Memilih untuk tak merespons apa-apa, Ayla tertidur. Sepanjang lima jam perjalanan kepala Auden rasanya bercabang dua, bertanggung jawab pada gadis bodoh ini atau membuangnya. Mudah saja bagi dirinya untuk mencampakkan Ayla seperti debu, tapi sejak kecil dia selalu ditanamkan untuk jadi laki-laki bertanggung jawab, pun dia juga penyebab musibah ini.
"Alkohol sialan!" Sampai kapanpun Auden tidak akan berhenti menyalahkan tentang malam bencana yang mengantarkan hidupnya pada posisi sial.
Kembali menghela napas panjang, pria itu melirik ke samping. Gadis bodoh yang tertidur dengan wajah polosnya, semua salah telah dilimpahkan pada dirinya, padahal dia tidak pernah meminta untuk diperkosa. Auden sadar dia telah bersikap brengsek.
Sepertinya mereka tidak akan pulang ke rumah sebelum mengurus pernikahan, Sandra tidak boleh tahu apa pun.
Mencengkram kemudi hingga seluruh kuku jarinya memutih, perasaan bersalah terus menghantam dadanya. Merasa kenapa cobaan untuk rumah tangganya begitu berat? Padahal dia berjanji untuk setia pada sang istri.
"Sandra, I'm sorry. Aku akan tetap mencintai kamu sampai rambut memutih." Cintanya pada sang istri tidak akan pernah memudar hingga usia senja.
Auden memilih untuk makan sejenak, setelah ini mereka akan menginap di hotel.
____Merasakan sesuatu yang dingin perlahan mata bulat itu terbuka, tetap saja hatinya terasa dihantam sebuah batu besar. Begitu berat, sampai kesulitan bernapas.
Auden menempelkan sebuah botol dingin pada pipi Ayla.
"Makan!" perintahnya. Pria itu turun terlebih dahulu dari mobil, Ayla masih menyesuaikan cahaya yang dan meraba-raba mereka sedang berada di mana. Sebuah rest area yang ramai jual makanan, dan banyak mobil.
Menarik napas panjang, akhirnya dia menyusul sang majikan. Sejujurnya perutnya juga kelaparan hebat sekarang. Auden sudah menunggu di sana.
"Mau makan apa? Tak perlu banyak waktu berpikir, sebut satu kali saja."
"Sama dengan Tuan saja." Auden menghela napas dan memesan makanan dengan menu yang sama untuk keduanya.
Chicken steak chessy murah meriah yang Auden pesan, bahkan dia juga memesan milkshake strawberry kesukaan para wanita. Entah kenapa Ayla sedikit tersanjung dengan perhatian pria itu.
"Kita tidak akan pulang ke rumah satu minggu. Izin pada Sandra kamu sakit dan pulang ke rumahmu. Kita akan menikah!" putus Auden tanpa menatap ke arah lawan. Ayla terdiam, bingung untuk bereaksi seperti apa. Beneran dia menikah? Bersama pria kejam ini?
Tanpa sadar genggaman sendok di tangannya melemah, berbeda dengan genggaman di tangan Auden kian mengeras. Dia telah terjebak dan tak punya pilihan, akhirnya menikah diam-diam, tutup mulut gadis bodoh ini jangan sampai istrinya tahu. Auden tahu dia telah bersikap brengsek tanpa sadar telah melukai hati dua wanita.
Ayla tak perlu menjawab, karena sejak awal dia tak pernah punya pilihan, kan?
Makan dengan tenang, walau kepala ribut hebat. Ayla tidak akan pernah menyangka takdir hidupnya seperti ini, menikah bersama sang majikan walau semuanya hanya karena utang budi. Ya, dia telah dijual oleh orang tuanya sendiri.
"Ya, Mi Amor. Mendadak aku harus ke luar kota selama satu minggu. Semoga kamu bisa menunggu, tidak sabar untuk memeluk kamu setiap malam," dusta Auden. Ayla yang mendengar percakapan itu menelan ludah kasar, apa dia sudah jadi pelakor di antara majikannya?
"Okay, Sayang. Aku akan terus menelpon kamu, jaga diri. I love always." Setelah sambungan telepon terputus, Auden sedikit menghentak ponselnya kasar ke atas meja.
"Kita akan menginap di hotel." Ayla hanya melongo saat majikan tampan tapi tak berperasaan itu mengangkat bokongnya dan membayar tagihan mereka.
"S-satu kamar?" tanya Ayla gugup. Detik berikutnya dia merutuki pertanyaan bodoh tersebut saat Auden memberi tatapan mencemooh, menatapnya begitu rendah seolah dia makhluk paling menjijikkan.
"Menurutmu?" ejek pria itu balik.
Tak banyak bertanya lagi, Ayla hanya mengangguk patuh dan akan manut pada apa saja permintaan laki-laki ini.
Ingat! Dia itu budak Auden, bahkan bisa menjadi budak seks karena Auden telah membelinya.
____Ayla menangkap dengan cepat saat Auden melempar begitu saja kunci hotel padanya.
"Jangan terlalu banyak bermimpi. Saya sedang menelpon pengacara untuk mengurus perjanjian pra nikah." Mau tak mau Ayla menunggu apa yang pria itu maksud, kamarnya dan Auden bersebelahan.
"Kita hanya menikah selama satu tahun, jadi jangan terlalu banyak bermimpi untuk jadi orang kaya atau menjadi nyonya besar!" tekan Auden menjelaskan, lagi-lagi hanya anggukan pasrah.
"Aku menikahimu hanya karena nyawa di perutmu, jangan berharap lebih!"
Ayla terdiam sekarang dia kesulitan untuk membuka pintu kamar di depannya.
Menikah kontrak? Satu tahun? Setelah bayi ini lahir mereka berpisah? Apa dia punya pilihan?
Berada di sekitar sang majikan membuat radar Ayla sadar jika dia harus diam, dan menurut apa saja yang pria ini minta. Setelah sarapan keduanya menuju kantor notaris untuk mengurus perjanjian pra nikah, menikah selama satu tahun. Satu tahun tidak lama, bukan? Setelah itu Ayla akan terbebas dan kekangan pria ini dan hidup entah di negri antah brantah. Keduanya menghela napas bersamaan. Terpaksa menjalani semua ini, terjebak pada suatu kejadian naas yang sama sekali tidak diinginkan keduanya. Ayla melirik lewat bulu mata lentiknya pada pria tampan di sampingnya, topi hitam yang menghias kepala Auden membuat laki-laki itu kian menawan. Lirikannya menurun ke jakun pria itu yang naik turun, tangan kekar berurat memutar kemudi, begitu jantan. Kembali naik ke jambang tipis yang menghiasi wajahnya, hidung mancung, mata tajam seperti elang, bibir merah alami, dia cocok jadi model sempak. "Jangan terpesona denganku, kita hanya menikah di atas kertas. Ingat! Kamu hanya pembantu," peringat A
Tak pernah bermimpi untuk memakai gaun pengantinnya. Menikah memang bukan option untuknya. Bahkan dalam plan B juga menikah tidak masuk daftar. Kemiskinan membuat Ayla takut untuk menikah, dia tak mau anaknya merasakan beban dan semua keterbatasan yang dia dapatkan sejak kecil bersama orang tuanya. Saat dihadapi kenyataan untuk memilih gaun pernikahan untuk dirinya sendiri, tentu saja Ayla akan memilih asal. Dia tak punya gaun impian seperti kebanyakan wanita. Auden terduduk di sofa krem sambil memijit kepalanya yang pening, menikah bersama gadis polos bodoh yang rumah tangganya di ujung tanduk. Pernikahan rahasia ini tidak ada yang pernah tahu. Masih dengan tubuh yang gemetar, Ayla hanya terdiam mematut di depan cermin. Menikah? Kepalanya terus berputar, di saat banyak wanita menangis harus dengan pernikahan yang dijalani, dia harus merasa nelangsa luar biasa. Gadis itu sengaja masuk ke dalam ruang ganti agar tak terus berhadapan dengan Auden yang terus mengeluarkan banyak kata
Ayla mematut lama dirinya di depan cermin sambil menelan ludah kering. Biasanya dalam novel-novel sang pria akan melepaskan dirinya dalam balutan gaun yang ia kenakan. Mereka telah kembali ke hotel Auden sedang berada di kamarnya, pria itu terlihat semakin membenci dirinya. Dia tak bisa berbuat banyak. Butuh sehari atau mungkin besoknya dia akan kembali ke rumah sang majikan dengan status yang berbeda. Istri kedua dari seorang Auden Prana. Memikirkan ini rasanya dada terasa sesak, dia telah merusak kebahagiaan orang lain. Selama ini Sandra dan Moer Belatrix telah menampungnya, jika dua wanita berwibawa itu tahu yang sebenarnya apa mereka akan membuangya ke kandang buaya? Lehernya menoleh dengan kaku saat pintu terhubung dengan kamar Auden terbuka, apa yang pria itu mau? "Apa yang kamu lakukan? Mengagumi sambil mengkhayal jadi Princess sehari, hm?" Pria itu kian mendekat, tubuh Ayla langsung panas dingin, dia selalu tak siap dengan semua kata yang selalu merendahkannya. "Apa kamu
"Kamu sungguh tidak apa-apa sekarang?" tanya Sandra penuh kekhawatiran. Ayla hanya bisa mengangguk dengan perasaan bersalah penuh. Dia sedang memotong buah untuk sarapan mereka, Sandra menyiapkan roti untuk suaminya. Kembali menjalani rutinitas sebagai seorang pembantu walau dengan status yang berbeda. Sandra mempertanyakan jika dia sudah sembuh dari sakitnya.Fisiknya mungkin baik-baik, tapi luka yang ditorehkan Auden tidak akan sembuh begitu saja, mungkin juga tidak akan ada penawar luka. Pria brengsek yang tega memperkosanya hingga hamil, mengajaknya menikah kontrak selama satu tahun, setelah ini semuanya selesai. Mungkin nyawa Ayla sedang digadai dan sekarang menghitung mundur satu tahun ke depan. "Nanti Moer akan datang." Kepala Ayla terangkat saat mendengar Moer, seorang wanita cantik yang begitu keibuan, lembut, dan begitu berwibawa. Dia selalu merasa terlindungi saat berada di sekitar Nyonya besar. "Moer akan mengajak kamu belanja," tambah Sandra. Perasaan haru membuat Ay
Sekarang Ayla bingung akan benar-benar mengorbankan temannya yang tak berdosa atau membiarkan semuanya terbongkar? Saat kenyataan terkuak, dia akan selalu berada di posisi yang lemah dan salah. Jika Ivo yang tak bersalah dan tak berdosa terlibat saat terkuak dia bisa meminimalisir kemungkinan terusir dari rumah ini, karena hamil dari kekasihnya bukan dari sang majikan. Tanpa sadar tangannya meremas kertas itu hingga lusuh dan tak berbentuk lagi, Ayla menendang-nendang kakinya ke lantai, tak punya langkah pasti. Kebanyakan memikirkan siapa yang menjadi kambing hitam membuat perutnya bergejolak, rasa ingin muntah begitu besar. Kembali berbaring untuk menghilangkan rasa mual yang belum juga reda, dengan menelan ludahnya berkali-kali. Ayla bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapkan sarapan pada kedua majikan seperti biasanya. Semalaman dia tak bisa tidur dengan tenang karena memikirkan semua kemungkinan dan tak ada kesimpulan yang pasti tentang apa yang harus dia lakukan. "H
(MENGANDUNG MUATAN DEWASA) ____Setelah mengantarkan sang istri ke lokasi syuting Auden kembali untuk mengerjai sang pembantu. Bukan, kalian terlalu berpikir jauh. Sebagai rasa tanggung jawab pada gadis bodoh itu dia akan mengantarkan Ayla ke dokter untuk meminta obat pereda mual, gadis itu tak boleh terus-terusan muntah setiap hari yang membuat Sandra curiga. Ayla sedang berada di dapur mengemas dan membersihkan makanan untuk satu minggu ke depan, dia sedang memikirkan akan membuat menu apa untuk makan siang. Auden hanya melihat dari kejauhan tubuh mungil itu mondar-mandir di dapur. Terkadang rasa bencinya pada gadis bodoh itu memuncak tanpa sebab, gadis itu hadir untuk menghancurkan pernikahan indahnya bersama Sandra. Saat melihat tatapan polos dan juga bloon yang gadis itu tunjukan membuatnya sadar jika dia tidak bersalah, tapi dirinya yang menyeret si pembantu dalam pusaran masalah. "Masih mual?" Suara Auden tiba-tiba yang mengejutkannya membuat pegangan di tangannya terjatu
Ayla seolah tak punya hak untuk marah, hanya bisa menahan semua emosi yang bergejolak dan menelannya, sepahait apa pun itu. Tahu harga dirinya hanya sebatas keset kaki di mata Auden dia tak bisa marah saat pria itu sudah memerintahnya membuat salad buah. Auden bersikap seolah tak terjadi apa-apa, padahal Ayla sudah telanjang bulat dan begitu pasrah agar tubuhnya dimiliki pun langsung tak minat. Ya, harusnya dia sadar jika tubuhnya kurus kering seperti ranting berjalan, dibandingkan dengan tubuh Sandra yang semuanya dirawat. Gadis itu menggigit bibirnya menyadari apa yang dia lakukan. Ayla sedang mengupas buah pear sedangkan Auden mencuci anggur. Gadis itu juga penasaran apa yang pria ini pikirkan soal penemuan nomor Ivo. Walau masih merasa terluka tapi dia tak terlalu takut seperti sebelumnya, bahkan kali ini dia merasa nyaman? Mengintip malu-malu melalui bulu mata lentiknya pria matang di sampingnya yang sangat sempurna, tapi juga sangat brengsek di saat bersamaan. "Sebenarnya
"Apa yang kalian lakukan?" murka Sandra menatap berang pada kedua manusia yang telah basah.Ayla hanya bisa menunduk dengan perasaan bersalah yang menguasai dadanya. Hanya memainkan jari-jari kakinya di bawah, tak sanggup membayangkan lebih jauh jika semua rahasia yang telah disimpan rapat akan terkuak."Tidak ada apa-apa, Sayang. Ayo, mandi. Bajuku basah semua.""Tak biasanya kamu cuci mobil di rumah, biasanya selalu di car wash." Sandra masih tak puas hati dengan jawaban yang diberikan sang suami, tapi Auden sudah memeluk pinggang sang istri posesif sambil mencium rambutnya wangi, lembut dan terawat tersebut."Kenapa pulang cepat?" tanya Auden berbisik dan terus mengendus-endus leher sang istri, sangat merindukan istrinya juga perasaan bersalah yang bersarang di hatinya. Bagaimanapun Sandra tidak boleh tahu apa yang terjadi, sampai kapanpun. Auden rela menukar nyawanya demi sang istri.Ayla hanya menatap dari kejauhan dua majikannya masuk dalam ruangan kembali bersikap mesra dan ter