"Fuck!"
"Fuck!"
Berkali-kali dia menendang ban mobil miliknya sendiri walau kakinya yang berakhir sakit.
Auden tak tahu untuk melampiaskan semua ini. Dia dan Sandra selama bertahun-tahun mencoba untuk punya anak tapi tak pernah berhasil dan hal yang tak diharapkan terjadi, bagaimana mungkin?
Berkali-kali pria itu membanting pintu mobil tapi kepalanya masih saja ribut. Ayla masih pingsan, gadis bodoh itu sudah berada di dalam mobil.
Auden termasuk orang yang tenang menghadapi masalah apa pun, tapi jika sudah begini otak cerdasnya mendadak freeze. Seperti tak ada jalan keluar untuk semua masalah ini.
Jadi sekarang apa?
Pria itu kembali masuk ke dalam mobil sambil mengembuskan napas berkali-kali dengan kasar. Melirik ke samping pada gadis bodoh yang terisak. Dia sudah bangun rupanya.
Ayla hanya menunduk sambil meremas seatbelt. Dunianya yang kelam kian terasa gelap sekarang. Tak ada jalan keluar untuknya.
"Kamu punya pacar?"
Ayla tidak menjawab pertanyaan tersebut. Memangnya kalau dia punya kekasih, apa yang akan pria ini lakukan?
"Kalau kamu punya kekasih, saya akan beri uang padanya dan biarkan dia mengaku sebagai anaknya." Ucapan Auden membuat Ayla sadar jika harga dirinya hanya sebatas keset, diinjak seenak jidat para orang kaya.
"Saya tidak se murahan itu untuk hamil dari laki-laki. Tuan yang memperkosa saya sampai hamil." Ayla bicara terang-terangan sekarang. Harusnya memang dia melaporkan laki-laki ini ke polisi.
"Listen!" ucap Auden dengan kasar sambil memegang kedua bahu Ayla bahkan mencengkeram dengan kasar.
Ayla menepis kedua tangan kekar tersebut.
"Tidak ada yang menginginkan anak ini. Aku sudah punya istri, Sandra adalah cinta pertama dan akan terus seperti itu. Jadi, Sandra tak boleh tahu kamu hamil, atau tahu apa pun yang terjadi."
Tangannya terkepal tanpa sadar, andai menebas kepala orang bisa mengembalikan kewarasan dirinya Ayla akan menebas kepalanya.
"Tidak perlu, Tuan! Saya akan pergi jauh."
"Nope! Jangan pergi, aku akan mencari kamu kemana pun kamu pergi bahkan ke lubang semut sekalipun, so don't try me."
Ayla sebenarnya tak bisa menemukan solusi untuk masalahnya sekarang, yang terpikirkan adalah pulang ke rumah orang tuanya mengaku apa yang terjadi dan kembali hidup dari nol membesarkan anak, walau ayahnya bisa membunuh dia detik itu juga.
Tidak! Auden tidak akan pernah dia laporkan ke polisi, dia tak punya uang dan juga power untuk melawan sang majikan.
"Saya tak bisa berpikir apa-apa sekarang. Tapi, sebaiknya kamu makan dulu. Tubuhmu sangat mengenaskan seperti ranting kayu yang rapuh, sekali kena injak hancur."
Dia juga tak peduli dengan penampilannya sekarang karena hidupnya sudah rusak, Ayla seperti tak punya harapan lagi. Mau menangis rasanya juga percuma, menyesal juga untuk apa? Otaknya masih berfungsi setengah menyuruh dirinya untuk pulang ke rumah orang tuanya. Hanya itu satu-satunya.
Auden beneran membawa gadis bodoh ini makan. Jika Ayla tidak mau makan dia akan memaksanya.
Keduanya masuk ke sebuah restoran yang sudah sepi karena lewat jam makan siang, hanya ada dua—tiga pelanggan.
Detik-menit berlalu Ayla selalu membenci kenyataan jika dirinya terlahir miskin. Kenapa dia bukan anak orang kaya, dan bisa melaporkan pria sialan ini ke polisi? Kenapa dia tak punya power dan uang untuk membungkam mulut Auden?
Auden memesan soup ayam untuk pembantunya, kuah hangat mungkin bisa menghangatkan perut gadis ini agar dia sedikit punya tenaga, bukan seperti hidup segan mau mati nanggung.
"Makan! Jangan banyak melamun," perintah Auden.
Segala sumpah serapah dia keluarkan, tapi tertahan di bibirnya.
"Ck! Kenapa kamu lelet sekali?" tanya Auden dengan jengkel. Pria itu menggeser bangku miliknya dan menyuapi Ayla dengan paksa, melihat tatapan penuh intimadasi membuat Ayla membuka mulut setengah menerima suapan itu.
Selain tak berselera makan, dia memang sangat sensitif pada bau. Rasanya semua hal tak menyenangkan.
"Setelah makan minum obat yang dokter beri tadi." Ayla mengangkat kepalanya menatap laki-laki dewasa tampan di depannya.
Sebenarnya, sejak awal dia selalu kagum dengan kharisma dan pesona sang majikan ini. Dia adalah laki-laki yang begitu sayang pada istri dan sangat menghargai perempuan, kenapa sekarang jadi bejat seperti ini? Kesalahan satu malam yang merubah pandangan Ayla selamanya.
Ponsel Auden berdering. Mi Amor yang menelponnya. Pria itu tersenyum refleks, detik berikutnya rahangnya mengetat tahu apa yang terjadi.
"Bagaimana hasilnya ke dokter?"
"Ehem! She's fine. Memang perlu banyak istirahat, mungkin bisa kita beri waktu istirahat satu minggu," dusta Auden. Tangan kanan pria itu masih berusaha untuk terus menyuapi Ayla walau gadis itu sudah menggeleng berkali-kali.
"Thank God! Mungkin memang Ayla bisa cuti selama satu bulan." Ucapan pasal cuti membuat otak cerdas Auden mulai menemukan titik terang sekarang.
"S-sudah, Tuan." Auden melotot, dia harus memaksa gadis ini makan banyak.
"C-cukup."
Auden masih memaksa Ayla untuk menghabiskan makanannya.
Uweeee!!!!
Ayla muntah karena terlalu dipaksa makan. Tepat di baju Auden.
"Shit!" umpat pria itu dengan amarah besar.
"Nanti aku telepon lagi."
"Fuck! Apa yang kamu lakukan, gadis bodoh?!"
Ayla menggeleng sambil menutup mulutnya masih menahan rasa mual. Auden menarik napas panjang mengambil tisu sambil membersihkan diri. Entah kenapa emosinya terus diuji sedari tadi.
Uweeee!
Ayla kembali muntah, kali ini dia mengotori sepatu mahal majikannya. Auden melotot, dengan cepat dia memanggil waiters untuk membersihkan muntahan gadis bodoh ini.
Dengan membayar sepuluh kali lipat dari harga makanan, karena waiters telah membersihkan muntahan Ayla pria itu segera menyeret sang pembantu yang menyusahkan ini. Seharusnya sedari awal dia membuang gadis ini jurang dan membiarkan dirinya membusuk di sana.
"Fuck! Fuck!" desisnya kesal sambil memukul kemudi.
Ayla terus saja menutup mulutnya rasa mual itu masih terasa, sekali saja pria ini bicara tak benar dia akan muntah di wajahnya.
Mata cantik itu melotot tatkala Auden tanpa rasa bersalah membuka pakaian miliknya.
"Sil! Sial! Saya bisa masuk angin jika begini."
Ayla memilih untuk tidak peduli, sambil menutup matanya. Rasa mual masih menderanya.
"Huh!" Auden menghela napas kasar sambil melirik pada gadis bodoh penyusah di depannya.
Beruntung Sandra sering meninggalkan kaos di dalam mobil. Dengan asal-asalan, Auden memakai kaos sambil berpikir ke mana seharusnya?
Satu-satunya hal yang terpikirkan oleh otak cerdas otak Auden adalah membiarkan gadis bodoh ini cuti satu bulan, dan bisa mengaku pada Sandra dan semua orang jika Ayla hamil dari kekasihnya. Mungkin dia bisa mencari seseorang yang menjadi kambing hitam yang mau jadi kekasih Ayla, dia yakin pemuda miskin manapun pasti mau saja jika uang berbicara.
"Jadi, sekarang kamu mau apa?"
"Saya mau pulang."
Sebenarnya Ayla tak yakin bisa selamat di rumahnya yang seperti neraka. Dia punya banyak adik, ibunya suka berteriak begitu juga ayahnya. Bekerja di luar kota adalah salah satu pelarian terbaiknya, jika sudah begini dia kembali masuk ke dalam neraka.
"Saya yang akan mengantarkan kamu."
Rumah Ayla berkisar lima jam dari kota.
Walau tubuhnya sangat lemah, tapi masalah berat yang dihadapi membuat Ayla tak ingin terus-terusan bermanja. Mungkin dia bisa memikirkan untuk menggugurkan anak ini.
Tanpa sadar air matanya memanas, apa dia jadi ibu jahat membunuh anak sendiri?
Auden mengantarkan Ayla ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil pakain gadis itu. Benar-benar tak punya lagi harapan untuk bertahan hidup.
____Rasa mual kembali menderanya, kembali ke gubuk reot yang penuh dengan kebisingan.
Ayla adalah anak pertama dan punya banyak sekali adik berjumlah lima orang.
Ketika melihat ibunya yang sedang menyiram cabe di samping rumah dia tahu neraka seperti apa yang akan dijalani, apalagi pulang dengan keadaan hamil seperti ini.
"M-mama." bahkan lidahnya terasa seperti kelu karena memanggil ibu sendiri.
"Oh, kau pulang rupanya! Itu bapakmu sedang pergi ke rumah tetangga ada hajatan, kebetulan kau pulang, jadi bisa kita sumbang duit."
Tidak ada penyambutan penuh rindu, tapi terus saja uang dan uang yang membuat Ayla begitu muak.
"Ma, aku hamil," aku Ayla dengan jujur.
"APA KAU BILANG?" Suara pekikan hingga membuat satu kampung bisa mendengarnya.
"Bicara sekali lagi!" Wanita berumur itu mendekat, garis-garis keriput di wajahnya kian terlihat selaras dengan amarah yang sudah menguasai dirinya.
"H-hamil."
BRAKKK!!!
Pot berisi cabe di depannya sudah melayang di kepala sang putri.
"Anak sialan! Kenapa tidak mati aja dari dulu! Hanya bisa nyusahin."
Dengan jurus seribu bayangan Mala menendang putri sulungnya hingga terjatuh di lantai.
"Tak usah hidup lagi kau, anjing! Hanya bisa menyusahkan dari kecil!"
"M-ma." Bibir Ayla bergetar sambil memeluk perutnya menahan dari serangan amukan sang ibu.
Tak puas dengan satu pot, sekarang tiga pot sudah melayang di tubuh Ayla.
"Siapa laki-laki bajingan itu? Biar kupatahkan terongnya."
Mala terus saja mengamuk, tak puas dia menarik rambut anaknya yang membuat rambut Ayla tercabut berserta nyawanya.
"M-ma."
"Ahhhh!" Ayla kembali terpekik karena sang ibu sudah menendang tubuhnya layaknya bola.
Auden yang tadinya ingin segera pergi mengurungkan niatnya dan jadi tahu bagaimana tidak harmonisnya keluarga ini.
Dia tahu, faktor kemiskinan membuat orang miskin suka berbuat di luar nalar.
Tak lama, pria itu melihat Ayah Ayla yang menggendong beberapa anaknya yang masih kecil, satu di belakang, dua orang bergelantungan seperti anak monyet.
"Ada apa ini?" tanya Prana melihat sang istri sudah mengamuk.
"Bagaimana mungkin anak sial ini pulang-pulang bilang hamil! Bukannya kerja di sana, tapi sibuk melonte."
Auden segera turun dari mobilnya, dan mendekat ke arah kerumunan.
"Saya yang akan menikahinya," ucapnya mantap.
Ayla yang hampir pingsan sekarang kembali pingsan.
Entah bagaimana nasib sial selalu berada di pihaknya.
Baru juga sadar dari pingsannya, Ayla kembali mendengar kabar yang menyakitkan."Sebelum menikah bersama Ayla bayar uang lima ratus juta." Gadis itu memegang dadanya kuat. Secara tidak langsung orang tuanya sedang menjual dirinya."Bangun kau!" Mara dengan paksa membangunkan anak sulungnya dengan menuangkan minyak panas ke mulut Ayla.Gadis itu terbatuk-batuk dan menggeleng, tetap terus dicekoki minyak panas tersebut.Auden hanya berdiri di pintu memegang kunci mobilnya dan sebisa mungkin keluar dari rumah neraka ini seceptanya. "Ya, saya akan membayarnya." Uang bukan masalah untuknya, tapi bertemu dan melihat orang-orang serakah ini membuatnya muak."Cepat nikahi anak ini agar dia tak bawa sial di rumah ini!" desak Mara.Pria itu menatap tak bersalah pada gadis yang sedang terbatuk-batuk tersebut. Apa dia harus menikahi gadis ini? Auden sangat mencintai istrinya, bahkan rela mempertaruhkan nyawa demi Sandra."Jangan pernah ke rumah ini lagi!" Ucapan tajam itu membuat Ayla kian tak
Berada di sekitar sang majikan membuat radar Ayla sadar jika dia harus diam, dan menurut apa saja yang pria ini minta. Setelah sarapan keduanya menuju kantor notaris untuk mengurus perjanjian pra nikah, menikah selama satu tahun. Satu tahun tidak lama, bukan? Setelah itu Ayla akan terbebas dan kekangan pria ini dan hidup entah di negri antah brantah. Keduanya menghela napas bersamaan. Terpaksa menjalani semua ini, terjebak pada suatu kejadian naas yang sama sekali tidak diinginkan keduanya. Ayla melirik lewat bulu mata lentiknya pada pria tampan di sampingnya, topi hitam yang menghias kepala Auden membuat laki-laki itu kian menawan. Lirikannya menurun ke jakun pria itu yang naik turun, tangan kekar berurat memutar kemudi, begitu jantan. Kembali naik ke jambang tipis yang menghiasi wajahnya, hidung mancung, mata tajam seperti elang, bibir merah alami, dia cocok jadi model sempak. "Jangan terpesona denganku, kita hanya menikah di atas kertas. Ingat! Kamu hanya pembantu," peringat A
Tak pernah bermimpi untuk memakai gaun pengantinnya. Menikah memang bukan option untuknya. Bahkan dalam plan B juga menikah tidak masuk daftar. Kemiskinan membuat Ayla takut untuk menikah, dia tak mau anaknya merasakan beban dan semua keterbatasan yang dia dapatkan sejak kecil bersama orang tuanya. Saat dihadapi kenyataan untuk memilih gaun pernikahan untuk dirinya sendiri, tentu saja Ayla akan memilih asal. Dia tak punya gaun impian seperti kebanyakan wanita. Auden terduduk di sofa krem sambil memijit kepalanya yang pening, menikah bersama gadis polos bodoh yang rumah tangganya di ujung tanduk. Pernikahan rahasia ini tidak ada yang pernah tahu. Masih dengan tubuh yang gemetar, Ayla hanya terdiam mematut di depan cermin. Menikah? Kepalanya terus berputar, di saat banyak wanita menangis harus dengan pernikahan yang dijalani, dia harus merasa nelangsa luar biasa. Gadis itu sengaja masuk ke dalam ruang ganti agar tak terus berhadapan dengan Auden yang terus mengeluarkan banyak kata
Ayla mematut lama dirinya di depan cermin sambil menelan ludah kering. Biasanya dalam novel-novel sang pria akan melepaskan dirinya dalam balutan gaun yang ia kenakan. Mereka telah kembali ke hotel Auden sedang berada di kamarnya, pria itu terlihat semakin membenci dirinya. Dia tak bisa berbuat banyak. Butuh sehari atau mungkin besoknya dia akan kembali ke rumah sang majikan dengan status yang berbeda. Istri kedua dari seorang Auden Prana. Memikirkan ini rasanya dada terasa sesak, dia telah merusak kebahagiaan orang lain. Selama ini Sandra dan Moer Belatrix telah menampungnya, jika dua wanita berwibawa itu tahu yang sebenarnya apa mereka akan membuangya ke kandang buaya? Lehernya menoleh dengan kaku saat pintu terhubung dengan kamar Auden terbuka, apa yang pria itu mau? "Apa yang kamu lakukan? Mengagumi sambil mengkhayal jadi Princess sehari, hm?" Pria itu kian mendekat, tubuh Ayla langsung panas dingin, dia selalu tak siap dengan semua kata yang selalu merendahkannya. "Apa kamu
"Kamu sungguh tidak apa-apa sekarang?" tanya Sandra penuh kekhawatiran. Ayla hanya bisa mengangguk dengan perasaan bersalah penuh. Dia sedang memotong buah untuk sarapan mereka, Sandra menyiapkan roti untuk suaminya. Kembali menjalani rutinitas sebagai seorang pembantu walau dengan status yang berbeda. Sandra mempertanyakan jika dia sudah sembuh dari sakitnya.Fisiknya mungkin baik-baik, tapi luka yang ditorehkan Auden tidak akan sembuh begitu saja, mungkin juga tidak akan ada penawar luka. Pria brengsek yang tega memperkosanya hingga hamil, mengajaknya menikah kontrak selama satu tahun, setelah ini semuanya selesai. Mungkin nyawa Ayla sedang digadai dan sekarang menghitung mundur satu tahun ke depan. "Nanti Moer akan datang." Kepala Ayla terangkat saat mendengar Moer, seorang wanita cantik yang begitu keibuan, lembut, dan begitu berwibawa. Dia selalu merasa terlindungi saat berada di sekitar Nyonya besar. "Moer akan mengajak kamu belanja," tambah Sandra. Perasaan haru membuat Ay
Sekarang Ayla bingung akan benar-benar mengorbankan temannya yang tak berdosa atau membiarkan semuanya terbongkar? Saat kenyataan terkuak, dia akan selalu berada di posisi yang lemah dan salah. Jika Ivo yang tak bersalah dan tak berdosa terlibat saat terkuak dia bisa meminimalisir kemungkinan terusir dari rumah ini, karena hamil dari kekasihnya bukan dari sang majikan. Tanpa sadar tangannya meremas kertas itu hingga lusuh dan tak berbentuk lagi, Ayla menendang-nendang kakinya ke lantai, tak punya langkah pasti. Kebanyakan memikirkan siapa yang menjadi kambing hitam membuat perutnya bergejolak, rasa ingin muntah begitu besar. Kembali berbaring untuk menghilangkan rasa mual yang belum juga reda, dengan menelan ludahnya berkali-kali. Ayla bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapkan sarapan pada kedua majikan seperti biasanya. Semalaman dia tak bisa tidur dengan tenang karena memikirkan semua kemungkinan dan tak ada kesimpulan yang pasti tentang apa yang harus dia lakukan. "H
(MENGANDUNG MUATAN DEWASA) ____Setelah mengantarkan sang istri ke lokasi syuting Auden kembali untuk mengerjai sang pembantu. Bukan, kalian terlalu berpikir jauh. Sebagai rasa tanggung jawab pada gadis bodoh itu dia akan mengantarkan Ayla ke dokter untuk meminta obat pereda mual, gadis itu tak boleh terus-terusan muntah setiap hari yang membuat Sandra curiga. Ayla sedang berada di dapur mengemas dan membersihkan makanan untuk satu minggu ke depan, dia sedang memikirkan akan membuat menu apa untuk makan siang. Auden hanya melihat dari kejauhan tubuh mungil itu mondar-mandir di dapur. Terkadang rasa bencinya pada gadis bodoh itu memuncak tanpa sebab, gadis itu hadir untuk menghancurkan pernikahan indahnya bersama Sandra. Saat melihat tatapan polos dan juga bloon yang gadis itu tunjukan membuatnya sadar jika dia tidak bersalah, tapi dirinya yang menyeret si pembantu dalam pusaran masalah. "Masih mual?" Suara Auden tiba-tiba yang mengejutkannya membuat pegangan di tangannya terjatu
Ayla seolah tak punya hak untuk marah, hanya bisa menahan semua emosi yang bergejolak dan menelannya, sepahait apa pun itu. Tahu harga dirinya hanya sebatas keset kaki di mata Auden dia tak bisa marah saat pria itu sudah memerintahnya membuat salad buah. Auden bersikap seolah tak terjadi apa-apa, padahal Ayla sudah telanjang bulat dan begitu pasrah agar tubuhnya dimiliki pun langsung tak minat. Ya, harusnya dia sadar jika tubuhnya kurus kering seperti ranting berjalan, dibandingkan dengan tubuh Sandra yang semuanya dirawat. Gadis itu menggigit bibirnya menyadari apa yang dia lakukan. Ayla sedang mengupas buah pear sedangkan Auden mencuci anggur. Gadis itu juga penasaran apa yang pria ini pikirkan soal penemuan nomor Ivo. Walau masih merasa terluka tapi dia tak terlalu takut seperti sebelumnya, bahkan kali ini dia merasa nyaman? Mengintip malu-malu melalui bulu mata lentiknya pria matang di sampingnya yang sangat sempurna, tapi juga sangat brengsek di saat bersamaan. "Sebenarnya