Share

Bab 4

"Fuck!"

"Fuck!"

Berkali-kali dia menendang ban mobil miliknya sendiri walau kakinya yang berakhir sakit.

Auden tak tahu untuk melampiaskan semua ini. Dia dan Sandra selama bertahun-tahun mencoba untuk punya anak tapi tak pernah berhasil dan hal yang tak diharapkan terjadi, bagaimana mungkin?

Berkali-kali pria itu membanting pintu mobil tapi kepalanya masih saja ribut. Ayla masih pingsan, gadis bodoh itu sudah berada di dalam mobil.

Auden termasuk orang yang tenang menghadapi masalah apa pun, tapi jika sudah begini otak cerdasnya mendadak freeze. Seperti tak ada jalan keluar untuk semua masalah ini.

Jadi sekarang apa?

Pria itu kembali masuk ke dalam mobil sambil mengembuskan napas berkali-kali dengan kasar. Melirik ke samping pada gadis bodoh yang terisak. Dia sudah bangun rupanya.

Ayla hanya menunduk sambil meremas seatbelt. Dunianya yang kelam kian terasa gelap sekarang. Tak ada jalan keluar untuknya.

"Kamu punya pacar?"

Ayla tidak menjawab pertanyaan tersebut. Memangnya kalau dia punya kekasih, apa yang akan pria ini lakukan?

"Kalau kamu punya kekasih, saya akan beri uang padanya dan biarkan dia mengaku sebagai anaknya." Ucapan Auden membuat Ayla sadar jika harga dirinya hanya sebatas keset, diinjak seenak jidat para orang kaya.

"Saya tidak se murahan itu untuk hamil dari laki-laki. Tuan yang memperkosa saya sampai hamil." Ayla bicara terang-terangan sekarang. Harusnya memang dia melaporkan laki-laki ini ke polisi.

"Listen!" ucap Auden dengan kasar sambil memegang kedua bahu Ayla bahkan mencengkeram dengan kasar.

Ayla menepis kedua tangan kekar tersebut.

"Tidak ada yang menginginkan anak ini. Aku sudah punya istri, Sandra adalah cinta pertama dan akan terus seperti itu. Jadi, Sandra tak boleh tahu kamu hamil, atau tahu apa pun yang terjadi."

Tangannya terkepal tanpa sadar, andai menebas kepala orang bisa mengembalikan kewarasan dirinya Ayla akan menebas kepalanya.

"Tidak perlu, Tuan! Saya akan pergi jauh."

"Nope! Jangan pergi, aku akan mencari kamu kemana pun kamu pergi bahkan ke lubang semut sekalipun, so don't try me."

Ayla sebenarnya tak bisa menemukan solusi untuk masalahnya sekarang, yang terpikirkan adalah pulang ke rumah orang tuanya mengaku apa yang terjadi dan kembali hidup dari nol membesarkan anak, walau ayahnya bisa membunuh dia detik itu juga.

Tidak! Auden tidak akan pernah dia laporkan ke polisi, dia tak punya uang dan juga power untuk melawan sang majikan.

"Saya tak bisa berpikir apa-apa sekarang. Tapi, sebaiknya kamu makan dulu. Tubuhmu sangat mengenaskan seperti ranting kayu yang rapuh, sekali kena injak hancur."

Dia juga tak peduli dengan penampilannya sekarang karena hidupnya sudah rusak, Ayla seperti tak punya harapan lagi. Mau menangis rasanya juga percuma, menyesal juga untuk apa? Otaknya masih berfungsi setengah menyuruh dirinya untuk pulang ke rumah orang tuanya. Hanya itu satu-satunya.

Auden beneran membawa gadis bodoh ini makan. Jika Ayla tidak mau makan dia akan memaksanya.

Keduanya masuk ke sebuah restoran yang sudah sepi karena lewat jam makan siang, hanya ada dua—tiga pelanggan.

Detik-menit berlalu Ayla selalu membenci kenyataan jika dirinya terlahir miskin. Kenapa dia bukan anak orang kaya, dan bisa melaporkan pria sialan ini ke polisi? Kenapa dia tak punya power dan uang untuk membungkam mulut Auden?

Auden memesan soup ayam untuk pembantunya, kuah hangat mungkin bisa menghangatkan perut gadis ini agar dia sedikit punya tenaga, bukan seperti hidup segan mau mati nanggung.

"Makan! Jangan banyak melamun," perintah Auden.

Segala sumpah serapah dia keluarkan, tapi tertahan di bibirnya.

"Ck! Kenapa kamu lelet sekali?" tanya Auden dengan jengkel. Pria itu menggeser bangku miliknya dan menyuapi Ayla dengan paksa, melihat tatapan penuh intimadasi membuat Ayla membuka mulut setengah menerima suapan itu.

Selain tak berselera makan, dia memang sangat sensitif pada bau. Rasanya semua hal tak menyenangkan.

"Setelah makan minum obat yang dokter beri tadi." Ayla mengangkat kepalanya menatap laki-laki dewasa tampan di depannya.

Sebenarnya, sejak awal dia selalu kagum dengan kharisma dan pesona sang majikan ini. Dia adalah laki-laki yang begitu sayang pada istri dan sangat menghargai perempuan, kenapa sekarang jadi bejat seperti ini? Kesalahan satu malam yang merubah pandangan Ayla selamanya.

Ponsel Auden berdering. Mi Amor yang menelponnya. Pria itu tersenyum refleks, detik berikutnya rahangnya mengetat tahu apa yang terjadi.

"Bagaimana hasilnya ke dokter?"

"Ehem! She's fine. Memang perlu banyak istirahat, mungkin bisa kita beri waktu istirahat satu minggu," dusta Auden. Tangan kanan pria itu masih berusaha untuk terus menyuapi Ayla walau gadis itu sudah menggeleng berkali-kali.

"Thank God! Mungkin memang Ayla bisa cuti selama satu bulan." Ucapan pasal cuti membuat otak cerdas Auden mulai menemukan titik terang sekarang.

"S-sudah, Tuan." Auden melotot, dia harus memaksa gadis ini makan banyak.

"C-cukup."

Auden masih memaksa Ayla untuk menghabiskan makanannya.

Uweeee!!!!

Ayla muntah karena terlalu dipaksa makan. Tepat di baju Auden.

"Shit!" umpat pria itu dengan amarah besar.

"Nanti aku telepon lagi."

"Fuck! Apa yang kamu lakukan, gadis bodoh?!"

Ayla menggeleng sambil menutup mulutnya masih menahan rasa mual. Auden menarik napas panjang mengambil tisu sambil membersihkan diri. Entah kenapa emosinya terus diuji sedari tadi.

Uweeee!

Ayla kembali muntah, kali ini dia mengotori sepatu mahal majikannya. Auden melotot, dengan cepat dia memanggil waiters untuk membersihkan muntahan gadis bodoh ini.

Dengan membayar sepuluh kali lipat dari harga makanan, karena waiters telah membersihkan muntahan Ayla pria itu segera menyeret sang pembantu yang menyusahkan ini. Seharusnya sedari awal dia membuang gadis ini jurang dan membiarkan dirinya membusuk di sana.

"Fuck! Fuck!" desisnya kesal sambil memukul kemudi.

Ayla terus saja menutup mulutnya rasa mual itu masih terasa, sekali saja pria ini bicara tak benar dia akan muntah di wajahnya.

Mata cantik itu melotot tatkala Auden tanpa rasa bersalah membuka pakaian miliknya.

"Sil! Sial! Saya bisa masuk angin jika begini."

Ayla memilih untuk tidak peduli, sambil menutup matanya. Rasa mual masih menderanya.

"Huh!" Auden menghela napas kasar sambil melirik pada gadis bodoh penyusah di depannya.

Beruntung Sandra sering meninggalkan kaos di dalam mobil. Dengan asal-asalan, Auden memakai kaos sambil berpikir ke mana seharusnya?

Satu-satunya hal yang terpikirkan oleh otak cerdas otak Auden adalah membiarkan gadis bodoh ini cuti satu bulan, dan bisa mengaku pada Sandra dan semua orang jika Ayla hamil dari kekasihnya. Mungkin dia bisa mencari seseorang yang menjadi kambing hitam yang mau jadi kekasih Ayla, dia yakin pemuda miskin manapun pasti mau saja jika uang berbicara.

"Jadi, sekarang kamu mau apa?"

"Saya mau pulang."

Sebenarnya Ayla tak yakin bisa selamat di rumahnya yang seperti neraka. Dia punya banyak adik, ibunya suka berteriak begitu juga ayahnya. Bekerja di luar kota adalah salah satu pelarian terbaiknya, jika sudah begini dia kembali masuk ke dalam neraka.

"Saya yang akan mengantarkan kamu."

Rumah Ayla berkisar lima jam dari kota.

Walau tubuhnya sangat lemah, tapi masalah berat yang dihadapi membuat Ayla tak ingin terus-terusan bermanja. Mungkin dia bisa memikirkan untuk menggugurkan anak ini.

Tanpa sadar air matanya memanas, apa dia jadi ibu jahat membunuh anak sendiri?

Auden mengantarkan Ayla ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil pakain gadis itu. Benar-benar tak punya lagi harapan untuk bertahan hidup.

____

Rasa mual kembali menderanya, kembali ke gubuk reot yang penuh dengan kebisingan.

Ayla adalah anak pertama dan punya banyak sekali adik berjumlah lima orang.

Ketika melihat ibunya yang sedang menyiram cabe di samping rumah dia tahu neraka seperti apa yang akan dijalani, apalagi pulang dengan keadaan hamil seperti ini.

"M-mama." bahkan lidahnya terasa seperti kelu karena memanggil ibu sendiri.

"Oh, kau pulang rupanya! Itu bapakmu sedang pergi ke rumah tetangga ada hajatan, kebetulan kau pulang, jadi bisa kita sumbang duit."

Tidak ada penyambutan penuh rindu, tapi terus saja uang dan uang yang membuat Ayla begitu muak.

"Ma, aku hamil," aku Ayla dengan jujur.

"APA KAU BILANG?" Suara pekikan hingga membuat satu kampung bisa mendengarnya.

"Bicara sekali lagi!" Wanita berumur itu mendekat, garis-garis keriput di wajahnya kian terlihat selaras dengan amarah yang sudah menguasai dirinya.

"H-hamil."

BRAKKK!!!

Pot berisi cabe di depannya sudah melayang di kepala sang putri.

"Anak sialan! Kenapa tidak mati aja dari dulu! Hanya bisa nyusahin."

Dengan jurus seribu bayangan Mala menendang putri sulungnya hingga terjatuh di lantai.

"Tak usah hidup lagi kau, anjing! Hanya bisa menyusahkan dari kecil!"

"M-ma." Bibir Ayla bergetar sambil memeluk perutnya menahan dari serangan amukan sang ibu.

Tak puas dengan satu pot, sekarang tiga pot sudah melayang di tubuh Ayla.

"Siapa laki-laki bajingan itu? Biar kupatahkan terongnya."

Mala terus saja mengamuk, tak puas dia menarik rambut anaknya yang membuat rambut Ayla tercabut berserta nyawanya.

"M-ma."

"Ahhhh!" Ayla kembali terpekik karena sang ibu sudah menendang tubuhnya layaknya bola.

Auden yang tadinya ingin segera pergi mengurungkan niatnya dan jadi tahu bagaimana tidak harmonisnya keluarga ini.

Dia tahu, faktor kemiskinan membuat orang miskin suka berbuat di luar nalar.

Tak lama, pria itu melihat Ayah Ayla yang menggendong beberapa anaknya yang masih kecil, satu di belakang, dua orang bergelantungan seperti anak monyet.

"Ada apa ini?" tanya Prana melihat sang istri sudah mengamuk.

"Bagaimana mungkin anak sial ini pulang-pulang bilang hamil! Bukannya kerja di sana, tapi sibuk melonte."

Auden segera turun dari mobilnya, dan mendekat ke arah kerumunan.

"Saya yang akan menikahinya," ucapnya mantap.

Ayla yang hampir pingsan sekarang kembali pingsan.

Entah bagaimana nasib sial selalu berada di pihaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status