Bab 16
POV Aura
Aku serahkan kertas yang sudah kuambil. Pertama kalinya, aku perlihatkan kepada kedua mertuaku yang tadi sempat tak percaya dengan kata-kataku.
"Ini, silakan dibaca," ucapku sembari menyerahkan kertas padanya.
Kulihat matanya memerah ketika membaca isi dari surat yang kuberikan. Lalu bola matanya pindah ke arah suaminya, yaitu Papa Kaisar. Setelah itu, mereka saling beradu pandang, dan kertas itu diambil paksa papaku, Papa Malik.
Kedua orang tuaku membacanya bersama-sama, lalu mereka pun menghela napas berat bersamaan. Sakit pastinya setelah mengetahui anaknya disakiti oleh lelaki yang pernah berjanji untuk setia sehidup semati.
Mata mama memandangku sendu, ketidaktegaan terhadap anak semata wayangnya terpancar di wajahnya. Namun, tidak dengan mertuaku, Mama Erlin. Matanya m
Bab 17POV DafaAku terkejut ketika dipanggil oleh HRD, dan itu adalah surat SP 1. Ya, aku dan Adit menerima SP 1 sekaligus dipindahkan pada bagian limbah."Kami di SP tanpa alasan, Bu?" tanyaku pada HRD."Bukan tanpa alasan, pastinya ada alasan, kami menerima dari laporan dari Pak Gilang bahwa kerjaan kalian tidak beres," ungkapnya.Pak Gilang? Sungguh ini di luar nalar, lelaki itu telah menusuk kami dari belakang. Bukankah ia telah mengimingi kami jabatan jika menuruti semua perintahnya. Justru sekarang malah sebaliknya, kami ditendang dari team produksi.Aku dan Adit saling beradu pandang, kami hanya mampu pasrah, sebab ini sudah menjadi keputusan management."Baiklah, kalau begitu kami pamit," ucapku berjalan keluar ruangan.
Bab 18POV Dafa"Gimana, Dafa?" tanya mama ketika aku menutup telepon."Nggak bisa, Mah. Aku sudah tidak ditanggung asuransi lagi. Leaderku tidak amanah ketika aku izin kemarin.""Lalu bagaimana? Papa belum gajian, ada uang tapi paling dua juta." Aku berpikir sejenak, menghela napas panjang lalu teringat limit kartu kreditku. Kalau ATM, memang sudah tak lagi ada isinya. Seminggu lalu, Ayumi minta ditransfer dadakan, katanya untuk tambahan uang muka membeli rumah."Ya sudah, Pah. Sebentar, aku pakai kartu kredit saja. Limit masih banyak, baru terpakai 8,5 juta." Aku merogoh dompet, dan segera mengeluarkan kartu kredit yang kupunya. Namun, aku cari satu persatu, kartu itu tak ada di dompet. Hanya tersisa ATM yang sudah tidak ada lagi saldonya."Gimana, ada nggak?" tanya papa lagi meyaki
Bab 19POV AuraMas Dafa akhirnya angkat kaki dari rumah ini. Rumah yang kami beli dari nol. Namun, wanita yang telah merusak impian kami selanjutnya.Benar kata orang, jika sudah berumah tangga, ujian akan datang silih berganti. Ada yang diuji dengan tahta, ada yang diuji dengan wanita, dan satu lagi kesehatan. Aku mengalami fase dimana wanita yang datang menguji rumah tangga kami. Namun, rumah tangga yang kami bina kini sirna dan telah hancur hanya dalam kurun waktu setahun setengah.***Pagi ini aku berencana melamar pekerjaan, sementara Kiana, dititip kepada kedua orang tuaku."Halo, Yuri. Sibuk nggak?" tanyaku padanya."Nggak dong, Mbak bagaimana kabarnya dan suami?" tanya Yuri."Aku baik, suamiku sudah angkat
Bab 20POV Aura"Aku pikir-pikir dulu, Mah. Sebenarnya rumah itu untuk Kiana. Aku tidak ingin Kiana sengsara hidupnya," ucapku memelas. Kemudian, Yuri menggenggam tanganku dengan erat. Lalu mengangguk, entah apa yang ia katakan, yang aku tahu ini hanya kode."Tolonglah, Aura, setelah itu, Mama janji takkan mengganggu hidupmu lagi," timpal Mama Erlin."Nanti aku hubungi kembali, Mah. Oh ya, berati Mas Dafa takkan bisa hadir dalam mediasi, itu lebih bagus, Mah. Akan lebih cepat proses perceraian," jelasku.Kemudian, aku yang masih duduk di rumah makan sederhana. Menoleh ke arah Yuri sambil memberikan kode untuk menunggu sebentar."Kamu sudah kirim berkas perceraian ke pengadilan, Aura?" tanya mama. Ternyata ia belum mematikan teleponnya."Sudah, Mah. Aku sud
Bab 21POV Aura"Pak Andreas!" teriakku sudah lemas. Tubuh ini nyaris melunglai karena sudah kehabisan tenaga untuk melawan lelaki tak punya hati nurani itu. Tiba-tiba Yuri pun muncul di belakang Pak Andreas, lalu Yuri menghampiriku untuk menyelamatkan diri ini lebih dahulu.Buk!Pak Andreas memukuli lelaki yang sudah setengah telanjang itu. Kemudian, terjadilah baku hantam di rumah ini.Aku yang sudah diselamatkan oleh Yuri pun diberikan minum, ia mengambil segelas air putih untuk membuatku tenang."Ini Mbak minumnya, Mbak tidak apa-apa?" tanya Yuri sembari menungguku meneguk air putih."Nggak, hanya takut saja, untung kamu ke sini. Ada angin apa ke sini bersama Pak Andreas?" tanyaku penasaran."Pak Andre mau lihat rumah ini, ia sedang mencari rumah untuk adiknya," tutur Yuri.Aku mengangguk, masih ada perasaan takut melihat ke arah kedua lelaki yang saling memukul. Namun, kulih
Bab 22POV Aura"Cukup, Mas. Jangan sampai kamu malu dengan tingkahmu sendiri," celetukku ketika mendengar tuduhan Mas Dafa. Kenapa ia tak pernah berubah? Selalu memutar balikkan fakta, dari dulu selalu seperti itu."Lalu kamu ke sini mau apa? Mau pamer punya kekasih baru yang lebih mapan?" sindir mama mertuaku sambil menyorot Pak Andreas dari ujung kaki ke ujung kepala."Mah, bisa nggak jangan ikut campur urusan anak!" Tiba-tiba papa mertuaku datang dari belakang, hingga mengejutkan kami semua.Aku segera mengecup punggung tangannya seraya masih menghargainya. Sebab, semenjak ada persoalan dengan Mas Dafa, tersisa papa mertuaku yang masih care dan tidak terlalu ikut campur dengan masalah kami.Papa melangkah ke sebelah mama, lalu menarik lengan mama mertuaku dan menyeretnya keluar.
Bab 23POV Aura"Bagaimana dengan kerjaan anak buah saya, Pak? Lalu apa yang harus saya lakukan lagi setelah ini? Dafa sudah habis hartanya, dan sudah dibenci istrinya pula," ucap Ayumi kudengar dengan lantang.Maksudnya apa? Kenapa bawa namaku dalam misi mereka?"Saya belum puas, apa Aura sudah merasa trauma? Belum, kan? Saya ingin dia trauma berat," ungkap Pak Gilang. Kenapa ia seperti itu? Apa motifnya ia mengganggu hidupku?Kemudian, mereka pergi dari tempat yang sengaja aku buntuti. Mereka berpisah, kulihat Ayumi pergi dengan menggunakan jasa taksi online. Sementara Pak Gilang pergi dengan mengendarai mobilnya.Aku kembali ke mobil yang kutumpangi. Lalu melanjutkan perjalanan yang hampir tiba.Setibanya di kantor, aku lebih murung dari biasanya. Di pikiran ini terbayang ucapan Pak Gilang yang ingin membuatku trauma, apa jangan-jangan orang yang kemarin yang pura-pura jadi pembeli rumah adalah orang s
Bab 24POV AuraFlashback"Aura, kamu bisa tolongin Papa nggak?" tanya papa ketika aku pulang sekolah. Hari kelulusanku tiba, jadi pulang agak lebih awal. Bersyukur ternyata aku lulus dengan nilai yang memuaskan."Ada apa, Pah?" tanyaku."Papa ingin menjodohkan kamu dengan anak dari teman Papa, ia punya nama di sebuah pabrik besar. Kalau Papa jadi besannya, nanti ia akan bawa Papa jadi team management." Aku menghela napas panjang ketika papa bicara tentang perjodohan."Nggak!" jawabku lantang."Kenapa tidak mau, Nak? Kamu tidak ingin membahagiakan Papa?" tanya Papa penasaran.Ini bukan zaman Siti Nurbaya. Tidak bisa diterapkan lagi di zaman yang sudah modern seperti ini."Pah, aku sudah punya pilihan hidup sendiri,