Home / Romansa / BERTEMU RINDU / UCAPAN TERIMA KASIH

Share

UCAPAN TERIMA KASIH

Author: Iya_Angelya
last update Last Updated: 2021-06-07 00:31:59

     Oh ya, sebelum aku lanjutkan ceritaku, perkenalkan, namaku Keisya. Aku adalah anak yang pendiam dan sulit bergaul sehingga aku  tidak memiliki teman. Aku menutup diri karena aku tidak ingin menceritakannya kalau sebenarnya, ketidakpercayaan diriku membuatku sangat kesulitan. Sudah hampir dua tahun duduk di bangku SMA dan sebentar lagi naik kelas tiga, tetapi aku masih tidak memiliki seorang teman.

     Aku sering dimarahi guru perihal nilai kalau sudah berurusan dengan kerja kelompok, bukan karena aku bodoh. Justru sebaliknya, aku bisa dikatakan anak cerdas. Banyak guru yang juga mengatakan hal itu, bahkan salah satu dari guru matematika di sekolahku pernah mengatakan

     “Keisya, kamu ini cerdas, nilai ulanganmu selalu paling tinggi di kelas, tetapi kenapa kamu tidak bisa beradaptasi dengan temanmu?”

     Dan aku menjawabnya hanya dengan menangis. Ya, nilaiku selalu rendah saat harus bekerja kelompok atau pada saat guru menyuruh aku maju ke depan kelas untuk menjelaskan suatu hal.  Aku tidak bisa,dan jika sudah tidak bisa, aku akan menangis.

     Teman-teman sering kesal dengan sikapku, mereka bilang aku “anak aneh”. Sudah berulang kali aku masuk ruang BK untuk konseling, tetapi tetap saja aku hanya bisa menangis. Lagi, jangan tanya aku, mengapa seperti itu, aku tidak ingin menceritakannya.

                                                                   ***

     Pagi ini kelasku disibukkan dengan tugas biologi yang untungnya adalah tugas individu, bukan tugas kelompok. Aku mengerjakannya dengan tenang tanpa peduli dengan teman-teman sebelah kanan dan kiriku. Ini tugas yang mudah, dan aku tidak harus mengerjakannya dengan yang lain. Tentu saja aku senang sekali.

     “Kau punya pulpen?”

     Seseorang bertanya Aku mendongak. Di dalam hati aku berkata, tumben ada yang mengajakku berbicara? Laki-laki itu berdiri disamping mejaku sambil memainkan pulpen yang sepertinya kehabisan tinta.

    Aku menatap manik matanya lalu menjawab dengan gelengan pelan. Bola mata itu berwarna hitam pekat, membuatku bisa melihat bayangan diriku sendiri dengan jelas.

     “Andra! Kenapa cari pulpen jauh-jauh? Nimaz punya stock banyak, tuh.”

     Seseorang berseru dan aku terperanjat karena asyiknya memandang mata itu. Seketika aku tergagap dan menunduk, mengembalikan pandanganku kearah buku catatan biologiku. Melanjutkan pekerjaanku.

     Yang disebutkan namanya segera menoleh kepada siswa yang duduk paling depan. Dia Dimas Adiputra sahabat Andra, ya Andradika Putra, pria yang aku kagumi dari jauh selama ini. Laki-laki yang kuceritakan dari tadi kepadamu.

     “Oh, oke,” jawabnya tersenyum kepada Dimas, lalu berkata kepadaku,

      “Makasih.” Aku terkesiap, berusaha mengangkat kepalaku, melihatnya menghampiri Nimaz yang duduk dibangku paling depan, di sebelah Dimas, hanya berbeda barisan.

     “Iya,” jawabku berbisik.

     Dasar bodoh! Mana mungkin terdengar? Kenapa tidak kau jawab saat dia didepanmu, Keisya? Huh! Bodoh. Aku merutuk dalam hati, lalu menghembuskan napasku pelan.

                                                                   ***

     Kriiinnggggg.

     Bel istirahat berbunyi. Biasanya, pada jam istirahat aku selalu pergi ke perpustakaan untuk membaca buku kesehatan, karena aku bercita-cita menjadi seorang perawat kesehatan. Entahlah, apakah anak yang jarang bicara sepertiku bisa atau tidak menjadi perawat, aku tidak tahu. Tetapi hanya untuk sekedar teori tentang kesehatan,aku sudah pasti memahaminya.

     Dan istirahat kali ini, aku memutuskan untuk ke kantin dengan terpaksa. Tadi pagi, aku buru-buru berangkat ke sekolah karena bangun kesiangan sehingga aku tidak sempat membawa bekal ke sekolah. Padahal,  aku selalu berusaha membawanya untuk menghindari keramaian di kantin.   

     Sialnya aku mendapat meja kantin yang letaknya berhadapan dengan meja Andra dan kawan-kawannya. Jadilah aku gagal fokus, antara menikmati makanan atau harus menikmati pemandangan depan meja makanku saat ini.

     “Kenapa tidak loe terima saja, bodoh? Amanda itu cantik, dia most wanted di sekolahnya.” Suara Dani mendominasi kebisingan di meja itu.

     “Dia terlalu cerewet. Kepala gue bisa pusing melulu. Mimisan gue bisa kambuh kalo gue jadian sama dia”  jawab Andra santai sambil meminun ice coffe latte kesukaannya.

     Aku tahu minuman itu kesukaannya karena diam-diam aku sering memergokinya membeli ice coffe latte di saat jam kosong.

     “Parah, loe. Terus mau loe apain gebetan-gebetan loe itu, Boss?”

     Kali ini giliran Dimas yang bersuara, Andra hanya diam sambil menggidikkan bahunya. Ini yang tidak aku suka dari seorang Andra. Dia terlalu banyak bermain-main dengan hati perempuan, dan aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya perempuan yang disukai Andra.

                                                                 ***

     Hari ini, saat pulang sekolah, mendadak hujan turun lebat sekali, untungnya aku selalu membawa payung di dalam tasku. Aku sengaja menunggu jemputan di depan sebuah toko alat musik yang berada di depan gedung sekolah, agar supirku bisa melihat dengan mudah. Aku mengasingkan diri dari siswa-siswi yang berlarian karena hujan dan menunggu jemputan di bawah payung sepertiku. Sebagian dari mereka berteduh bersenda gurau dengan teman-temannya. Terlihat sangat gembira dan asyik, sayang sekali aku tidak punya teman.

     Sudah hampir satu jam aku menunggu, tapi sopirku belum datang.  Hujan masih deras, meskipun begitu sebagian dari siswa-siswi sudah pulang. Gedung sekolah jadi terlihat sepi  dari tempat aku berteduh.

      “Hey! Boleh nebeng payung sampai depan halte sekolah sana?”

     Suara bariton pria yang sepertinya kukenal mengagetkanku. Aku menoleh. Ternyata Dimas sudah ada tepat di sampingku berdiri sambil memegangi tubuhnya yang kedinginan. Aku diam tidak menjawab. Aku bahkan menundukan wajahku, tidak berani melihatnya.

     “Hey! Loe dengar gue, kan? Bisa nebeng payung loe sampai sana? Teman gue nanti jemput gue,” tanya Dimas lagi sambil memandangku dan menunjuk halte bus depan sekolah. Aku tetap diam.

     “Dimas! Cepet! Hujan, nih!”

     Terdengar suara pria dari seberang jalan. Aku dan Dimas menoleh bersamaan ke arah pria yang basah kuyup di atas motor itu.

     “Gila, loe naik motor?” teriak Dimas kaget sambil melototkan matanya.

     Dimas menatap kepadaku lagi.

     “Ayo, aku antar ke sana,” kataku pelan. Dimas mengangguk sumringah mendengar tawaranku.

     “Kenapa minta diantar? Sama aja. Loe bakal basah kuyup juga. Kita, kan naik motor, kata Andra saat kami sampai dihadapannya.

     “Yah, loe. Kenapa bawa motor? Kenapa gak bawa mobil ?” jawab Dimas ketus tak peduli pertanyaan Andra.

     “Masih mending gue jemput loe.  Udah ditolong pake nawar. Cepet naik  atau gue tinggal,’ ancam Andra.

     Dimas segera naik ke atas motornya Andra tanpa melihatku, sedangkan aku hanya memperhatikan perdebatan kecil di antara dua orang sahabat ini.

     “Hey! Terima kasih!” kata Andra menatapku.

     Dia tersenyum kepadaku sebelum menstater motornya. Aku mengangguk, kemudian mereka pergi dari hadapanku.

     Hey, tunggu dulu, ada apa dengan hari ini? Dia sudah dua kali mengucapkan terima kasih kepadaku untuk hal yang menurutku tidak berarti apa-apa sama sekali untuknya.

     Yang pertama, tadi pagi dia berterima kasih padaku, padahal aku tidak bisa meminjamkan pulpen kepadanya. Menjawab balasan terima kasihnya pun tidak, dan sore ini, dia berterima kasih kepadaku, hanya karena aku mengantarkan sahabatnya yang tetap saja akan basah kuyup saat naik motornya.  Bodohnya lagi,  kenapa aku mengantarkan Dimas? Padahal, aku melihat Andra naik motor.

     Dasar, Keisya. Kau memang selalu melakukan hal bodoh jika berhubungan dengan Andra, rutukku pada diriku sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERTEMU RINDU   Epiloge 'Bertemu Rindu'

    Hari ini aku menunggu seseorang sejak tadi. Dia berjanji menemuiku jam tiga sore sepulang kerja tapi sudah hampir jam empat, wajahnya belum juga terlihat. Padahal aku terburu-buru datang ke sini masih menggunakan seragam perawat hanya untuk bertemu dengannya hari ini.Aku baru sadar, kalau temanku yang tadi berjanji menemuiku selalu terlambat dari waktu yang ditentukan.Toko buku ini terlihat sangat ramai, Aku menyusuri rak buku berisi novel remaja. Berbagai macam judul buku berjejer rapi di sana. Meskipun minat baca di Negara ini tidak terlalu besar, akan tetapi penulis-penulis masih saja optimis menuliskan dan menerbitkan buku-buku mereka. Di rak paling atas, buku yang kutulis. Tanganku bergerak, cover sampul berwarna hitam dengan gambar setangkai bunga mawar merah mewakili isi hatiku yang tertuang dalam buku ini. Aku tersenyum sendiri.Sayang sekali dia belum sempat membaca buku itu. Suara seorang laki-laki yang kutunggu dari tadi mengejutkanku. Aku menoleh ke belakang, dia ters

  • BERTEMU RINDU   Cerita dari Ayah

    Aku memandang sepasang seragam basket yang tergantung di kamarku. Seragam basket warna merah hadiah Dian untuk Andra.Saat itu, setelah Dimas berkunjung ke rumah sakit, dia mengajakku menemani Dian, adiknya ke salah satu mall untuk membeli seragam ini seperti yang dijanjikannya ke pada Andra."Kak Dimas! Kak Kei! Coba lihat yang itu dan yang itu, bagus gak?", tanya Dian menunjuk dua kaus yang tergantung, saat kami berada di mall yang dia inginkan."Yang mana, Dian?" tanyaku."Itu, Kak. Yang merah dan yang kuning", sahut Kei."Bagus. Bagus banget", sahut Dimas"Aku beli itu saja", kata Dian lalu meminta pelayan di mall itu mengambil bajunya, kemudian membawanya ke kasir. Dian terlihat gembira, tak ada raut wajah keberatan ketika kasir menunjukkan harga yang harus dibayar. Aku dan Dimas menunggunya di belakang, membiarkannya menikmati kegembiraan atas usaha yang dia lakukan. Setelah itu, kami bertiga langsung pulang, karena rencananya Dian dan Dimas akan mengantarkan hadiah itu kepada

  • BERTEMU RINDU   Semua akan baik-baik saja

    "Ibuku bilang dia merindukanmu. Cepat sembuh dan segeralah mengunjunginya."Aku mengetikkan kata-kata itu di handphoneku lalu mengirimkannya kepada Andra. Malam minggu ini, aku bersama Ibu menikmati pasar malam seperti malam yang lalu. Kami duduk di food court tempat aku dan Ibu bertemu Andra pertama kali. Aku tersenyum mengenangnya. Tring.Handphoneku berbunyi, ada notifikasi masuk. Aku segera membukanya."Bilang pada Ibu aku sangat merindukannya. Bisakah Ibu datang mengunjungiku?"Aku tersenyum membaca chat singkat itu. Aku melihat jam tanganku sudah pukul sembilan malam tapi Andra belum tidur. Tapi benar juga, Ibu belum tahu keadaan Andra karena aku belum menceritakannya. Ibu pasti sangat merindukannya."Sudah malam, kamu belum tidur?""Ah, sate ini enak sekali. Kapan-kapan kita harus kesini lagi bersama Andra. Dia juga harus coba agar tubuhnya gemuk. Bilang sama Andra badannya kekurusan sekarang", kata Ibu sambil menikmati makanannya. aku tidak menghiraukan karena aku masih menu

  • BERTEMU RINDU   Hari Sebelum Kepergiannya

    "Aku sudah memiliki harapan di hidupku." Andra menatapku sambil tersenyum samar di bawah sinar terik matahari yang kekuningan. "Aku ingin tidak pernah pergi dari hidup kalian", katanya lagi."Kalau nanti kamu udah jadi perawat, Dimas jadi seorang dosen, Dani jadi pemain basket professional, Angga jadi pebisnis hebat, Dian jadi pelukis professional. Aku ingin tetap ada di hidup kalian".Ucapan Andra bukan seperti harapan untuk dirinya melainkan sebuah harapan untuk kami nanti di kemudian hari."Terus, kamu mau jadi apa nanti kalau kita udah dewasa?" tanyaku menatap matanya yang jernih. "Kan gak semua orang bisa merasakan masa tua dan dewasa", jawabnya sambil menatap langit yang semakin jingga. Sebentar lagi matahari akan tenggelam di ujung barat sana. "Kok, kamu ngomong gitu?", tanyaku, "Kita akan dewasa bareng-bareng, kan? Kuliah bareng, terus jadi apa yang kita mau ketika dewasa nanti", lanjutku."Kan, gak semua harus bareng-bareng". Andra memotong pembicaraanku, "Katanya kamu m

  • BERTEMU RINDU   Hati yang bergetar

    Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Andra semakin baik. Kami menjadi dekat. Dia selalu mengajakku bergabung dengan kawan-kawannya, aku juga menjadi akrab dengan Ayla dan Alsha, adik kelas yang dekat dengan Andra dan kawan-kawannya. Dimas juga menyambutku dengan baik, terlebih lagi dia mengetahui perasaanku kepada Andra sejak awal. Dia seperti seorang wing man walau pun hubunganku dengan Andra tidak lebih dari seorang teman. Dia tidak pernah mengatakan kalau dia mencintaiku. Dia hanya ingin menyembuhkan kesepianku karena aku memberikan dunia yang tidak pernah dimilikinya. Semua itu tidak masalah bagiku karena hanya begini saja aku sudah bahagia, paling tidak aku benar-benar merasakan dunia yang pernah hilang, atau aku sudah berhasil memiliki dunia baru yang normal? Keberadaan Andra dalam kehidupanku benar-benar menyembuhkanku. ***"Besok akhir pekan, aku ingin mengunjungi Ibumu." Andra menyamakan langkahny

  • BERTEMU RINDU   Kamu, nyata yang bisa aku sentuh

    "Kenapa bisa telat begini, sih? Loe habis ngapain semalam? Begadang? Udah kaya hansip loe." Baru saja aku memasuki kelas setelah dari perpustakaan, aku mendengar suara Dimas mengomeli Andra karena terlambat ke sekolah. Dia mendapat hukuman berdiri dilapangan sampai jam istirahat berakhir. Selama aku mengenal Andra, baru kali ini aku melihat dia terlambat datang ke sekolah. "Duh, bisa kagak mulut loe gak usah bawel gitu. Lama-lama loe mirip Dani. Nyebelin", jawab Andra mengaduh sambil memijit pelipisnya sepertinya dia pusing. Dua jam berdiri di lapangan bisa membuat badannya lemas, lebih lemas dari bermain basket dua babak final. "Kenapa nama gue dibawa-bawa?", seru Dani yang sedang asyik menyalin tugas Angga. "Gue begini karena gue peduli sama loe Andra", jawab Dimas sinis. Dimas atau Andra tidak menggubris sahutan Dani. "Kacang mahal!", seru Dani lagi merasa diacuhkan oleh kedua sahabatnya itu, sambil mencibir dan melanjutkan tugasnya. "Kacang gak mahal, Dan. Lima ribu bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status