Beranda / Romansa / BIANGLALA KEHIDUPAN / KESUCIAN YANG TERENGGUT

Share

KESUCIAN YANG TERENGGUT

Penulis: Aling Tan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-14 22:51:54

Teti membawa Kartika ke sebuah hotel berbintang bersama dengan dua orang bodyguard Mami Sania. Donny dan Wahyu bertubuh tinggi besar dengan wajah yang garang. Wajah Wahyu memiliki bekas sayatan dari pelipis hingga ke pipi sebelah kanan, sehingga keliatan tambah seram. Kartika hanya mampu terisak sedih, hatinya benar-benar sakit. Hanya demi hutang, Ibu kandungnya dengan tega menjualnya. 

"Nggak usah nangis, kamu mau disiksa sama Mami Sania?!" hardik Wahyu sambil menyetir mobil. Teti langsung menyambar tissue dan merapikan make up Kartika yang tampak belepotan karena air mata. 

"Mending diem deh, eike nggak tanggung jawab ya, kalau sampai tamu nggak puas trus ngadu sama Mami," kata Teti. 

"Tolong lepasin saya, saya nggak tau kalau Ibu saya udah jual saya. Saya masih mau sekolah."

"Kamu pikir, Mami Sania mau lepasin kamu begitu aja? Kalau kamu mau bebas, kembaliin dulu uang yang sudah diberikan Mami Sania sebesar 50 juta plus dana untuk baju dan sepatu yang kamu pakai, juga make up dan tenaga saya itu pake uang!" bentak Teti. 

    Kartika hanya bisa diam dan pasrah. Ia sudah tak sanggup lagi untuk menangis. Sampai akhirnya mereka tiba di lobby Hotel Savoy Homan, Hotel yang cukup terkenal di kota Bandung. Hanya pejabat, orang penting dan orang-orang kaya yang biasa menginap di hotel yang terletak di jantung kota Bandung ini. Wahyu dan Teti langsung menuju ke resepsionis dan menanyakan tamu atas nama Bapak Abidin. Sementara, Donny menjaga Kartika supaya tidak bisa lari kemana-mana. 

    Resepsionis pun segera menelepon ke kamar terlebih dahulu setelah itu baru memberitahu nomor kamar kepada Teti dan Wahyu. Setelah itu, mereka langsung membawa Kartika ke kamar Abidin. 

    Abidin ternyata adalah seorang pengusaha yang cukup kaya di kota Bandung. Dia sudah biasa untuk memesan wanita-wanita cantik yang masih perawan tentunya kepada Mami Sania. Dan, saat ia melihat Kartika senyuman langsung mengembang di wajahnya. Teti langsung mendorong tubuh Kartika perlahan untuk masuk ke kamar bersama Abidin, sementara ia dan Wahyu kembali turun ke lobby untuk menunggu Kartika di sana. Tentu saja setelah menerima amplop dari Abidin sebagai pembayaran Kartika. 

    Kartika hanya bisa menunduk ketakutan saat Abidin menggandeng tangannya untuk masuk. 

"Ayo, sini duduk jangan takut. Siapa nama kamu, anak cantik?" tanya Abidin. 

"Ka-Kartika, pak." 

"Duh, jangan panggil bapak dong. Panggil saja akang atau mas, gitu. Memangnya, saya udah kelihatan tua banget?" 

    Kartika menggelengkan kepalanya. Abidin mengambil sekaleng minuman dari minibar dan, dengan senyuman licik ia membubuhkan sesuatu ke dalam minuman tersebut. Ia tau bahwa Kartika tentu masih perawan. Belum pernah tersentuh oleh lelaki manapun. Karena itu, Abidin memberikan sedikit obat untuk membuat Kartika sedikit liar saat melayaninya. 

"Ini,ayo diminum dulu. Ini hanya minuman ringan kok, bukan alkohol," kata Abidin. Kartika yang memang gugup langsung menerima minuman yang di sodorkan oleh Abidin tanpa rasa curiga. Bahkan ia menghabiskan hampir setengah kaleng.

    Abidin hanya menyeringai melihat mangsanya sudah masuk ke dalam jebakannya. Abidin tidak mau rugi, ia sudah menghabiskan uang sebanyak 15 juta rupiah hanya untuk membeli keperawanan Kartika. Ia tidak mau Kartika hanya bersikap pasif apalagi sambil memohon- mohon untuk tidak menyentuhnya. Abidin memang sudah sering menghadapi gadis- gadis yang baru saja masuk ke sarang harimau. 

    "Masih sekolah?" tanya Abidin mencoba basa basi. Kartika mengangguk, "Masih, kelas 2 SMA," jawab Kartika. 

"SMA mana?" tanya Abidin. Kartika pun menyebutkan nama sekolahnya. "Oh, sekolah di sana? Keponakan saya sekolah di sana juga kelas 3,tapinya," kata Abidin. Kartika hanya mengangguk takut-takut. Ia menatap Abidin, lelaki itu mungkin sebaya dengan almarhum ayahnya. 

    Tiba-tiba, Kartika merasakan tubuhnya panas. Ia mulai gelisah, dan entah mengapa tiba-tiba ia merasa ingin disentuh dan dimanja. Abidin yang melihat hal itu tentu saja tidak membuang- buang waktu. Ia segera membawa Kartika ke atas ranjang. "Saya kenapa, duh kenapa rasanya panas sekali," keluh Kartika. 

"Ya sudah, kamu baring di tempat tidur saja, biar langsung kena AC, jadi adem."

    Kartika pun hanya bisa menuruti langkah Abidin. Dan, saat tangan Abidin mulai menyentuh dan meraba- raba tubuhnya Kartika mulai sedikit berontak. "Jangan pak, saya..." 

Abidin hanya menyeringai tak peduli, ia tetap melancarkan serangan. Karena, meskipun Kartika sedikit meronta dan berkata tidak namun, reaksi tubuhnya berkata lain. Gadis itu menikmati setiap sentuhan  tangan  Abidin. Dan, pada akhirnya mahkota kesucian yang seharusnya dipersembahkan kepada lelaki yang kelak akan menjadi suaminya hilang ditangan Abidin. Malam pertama yang tidak seharusnya, Kartika hanya mampu diam dan pasrah, bahkan secara tidak sadar mengimbangi setiap gerakan Abidin. 

     Sampai saat semuanya telah selesai, Kartika hanya bisa menangis pedih. Terlebih saat ia melihat noda darah di atas ranjang tanda bahwa keperawanannya telah hilang. Gadis itu meraung pedih, Abidin tak peduli pada tangisan gadis berusia 16 tahun itu, ia bahkan kembali menyentuh dan menidurinya kembali. Selama hampir 2 jam Abidin melampiaskan nafsunya pada gadis belia itu. Setelah merasa puas ia langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. 

    Kartika hanya bisa menangis, dan mengenakan pakaiannya kembali. Tepat setelah ia membersihkan diri dan memakai kembali pakaiannya, bel kamar berbunyi. Abidin yang tau bahwa waktunya telah habis mengeluatkan dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan dan menjejalkannya ke tangan Kartika. 

"Ini untuk uang tips. Itu pasti Teti yang ada di depan pintu, kamu keluar sana. Lain waktu kita akan bersenang-senang lagi." 

    Dan, benar saja saat pintu dibuka Teti dan Wahyu sudah berdiri menanti. 

"Gimana pak bos? Puas? Masih perawan kan?" tanya Teti dengan gaya kemayunya. Abidin hanya tertawa, "Bilang sama Mami, kang Abidin puas. Kalau ada barang baru yang orisinil lagi, Akang mau ya. Yang cantik kaya dia ini, biar enak mainnya, hahahah..." 

"Ah, si Om paling bisa. Nanti, Teti bilangin sama Mami ya, kalau ada yang baru lagi biar langsung dikasi spesial buat Om," jawab Teti. Abidin kembali membuka dompetnya dan menyerahkan uang sebesar seratus ribu rupiah pada Teti. 

"Bagi-bagi ... lumayan kan buat beli bakso," kata Abidin. Teti pun langsung menerima uang yang disodorkan Abidin, lalu menarik tangan Kartika untuk segera kembali pulang ke rumah Sania. 

     Kartika hanya menangis dalam diam sepanjang perjalanan. Hilang sudah masa depannya. Pupus sudah cita- citanya untuk menjadi seorang Guru. 

"Udah sih, Kartika. Nggak usah nangis, terima nasib aja. Lagian, kamu kerja juga enak, tinggal layanin om- om senang itu dengan baik. Dikasi tips juga kan? Sampai uang Mami 50 juta itu balik modal, kamu nggak akan dapat gaji. Tapi, kamu bisa simpen uang tips yang dikasi sama tamu kamu," kata Teti dengan santai.

    Sementara Kartika hanya bisa terdiam dan menahan sesak dalam dadanya. Sakit rasanya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   PADA AKHIR KISAH

    Sulastri dimakamkan di hari berikutnya. Bu Aminah membantu segala proses pemakaman. Widya dan Aryani yang mendengar berita kematian ibu kandung Kartika juga datang melayat. Aryani dan Widya tampak bahagia melihat Reni yang kini sudah menerima Kartika dengan tangan terbuka. "Saya senang melihat Jeng Reni sekarang akur dengan Kartika. Dia itu anak yang baik, Jeng," kata Widya saat proses pemakaman Sulastri selesai. Reni mengangguk dan menepuk punggung tangan besannya itu sambil tersenyum."Iya, dia anak yang baik. Saya menyesal sekali waktu itu sudah bersikap kasar dan kurang baik kepadanya.""Yang penting sekarang kan kalian berdua sudah akur." Sampai Sulastri selesai dimakamkan, keluarga angkat Agung tidak ada datang, padahal Aminah sudah memberi kabar. Kartika hanya bisa mengelus dada ,padahal ia ingin sekali bertemu dengan ad

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   BERTEMU IBU

    Kartika menundukkan kepalanya, ah, sudah berapa tahun ia tidak bertemu dengan wanita yang sudah melahirkannya? Rasanya lama sekali ia tidak bertemu. Rindu? Ya, ia merindukan ibunya bahkan sejak ia kecil. Kartika selalu merindukan sang ibu. Merindukan belai kasih sayangnya, rindu ungkapan cinta seperti yang selalu ia bisikkan di telinga Dania sebelum tidur. Kapan ia bisa merasakan hal itu juga? "Ib-ibu ... saya tidak tau apakah ibu masih hidup atau sudah ...."Melihat menantunya terisak, sebagai seorang ibu dari dua orang anak, Reni bisa merasakan apa yang Kartika rasakan."Dia bukan ibu yang baik untukmu, Tika," kata Reni dengan lirih. Perlahan, Kartika mengangkat wajahnya yang sudah berlinang air mata."Dia memang bukan ibu yang baik, bahkan sejak kecil ibu rasanya tidak pernah memanjakan saya, Bu. Beliau selalu berkata

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   RENI DAN KARTIKA

    Sejak keributan di rumah makan yang ia buat, Reni tak lagi mengganggu Kartika dan juga Dania. Bahkan ia mulai mau memakan makanan yang dikirimkan oleh Kartika melalui Rania yang sering datang menemui Kartika dan Dania. "Ini makanan dari Kartika?" tanya Reni sore itu saat Rania datang sambil membawa kolak dan soto kesukaannya."Iya, Bu. Mbak Kartika yang membuat makanan ini. Kalau ibu nggak mau biar aku yang abisin," kata Rania."Eh, jangan dong. Kamu kan udah makan di sana. Ini jatah ibu, udah tau ini makanan favorit ibu masih aja kamu ambil," gerutu Reni. Sementara itu, Rania hanya mencibir, "Makannya mau, tapi sama orangnya Ibu selalu memusuhi," sindir Rania membuat wajah Reni memerah karena malu."Aku sudah tidak pernah marah-marah kepadanya lagi," kata Reni sambil mencicipi kolak. Wajah Reni berbinar se

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   IKHLAS

    Reni menggebrak meja dengan kesal saat ia menerima pesan dari Rivan. Anaknya itu baru saja mengirimkan sejumlah uang yang dia minta. Padahal ia ingin sekali Rivan meminta padanya dan mengemis supaya ia bisa memisahkan Rivan dan Kartika. Entahlah, sejak pertama bertemu Kartika ia merasa seperti bertemu seseorang di masa lalunya. Orang yang pernah ia benci sekaligus ia cintai. Wajah Kartika sungguh mirip dengan orang itu."Bu , sudahlah jangan ganggu Mas Rivan terus. Toh dia tidak pernah merepotkan ibu," ujar Riana. Wanita cantik itu merasa heran dengan sikap ibunya yang ia rasa cukup kelewatan. Reni menoleh dan memicingkan mata kesal pada putrinya itu."Nggak! Ibu mau perempuan itu pergi dari Rivan!""Mereka ada anak, dan lagi perempuan itu tidak salah apa-apa. Aku sudah mendengar semuanya dari Mbak Aryani. Kalau ibu begini terus ,aku nggak mau lagi mengurus Sask

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   MERTUA TIDAK ADA AKHLAK

    Kartika menjadi jauh lebih kuat dengan dukungan dari Widya dan Aryani. Ia dan Rivan benar-benar memulai kehidupan yang baru. Semua bisnis keluarga yang tadinya dijalankan oleh Rivan kini dijalankan oleh Agung, suami Riana adiknya. Semua itu karena Reni yang tidak ikhlas jika Kartika menikmati hasilnya. Hanya rumah makan yang masih Rivan jalankan. Karena modal rumah makan itu murni dari uang pribadi Rivan yang ia kumpulkan. Kartika tidak mengeluh dengan itu semua. Bahkan, terkadang ia datang ke rumah makan bersama Dania di jam makan siang sekadar untuk menemani suaminya makan siang. Jika dulu Rivan hanya datang sesekali untuk mengecek, maka sekarang Rivan lebih fokus menjalankan usaha itu sehingga rumah makan miliknya yang sudah hampir 15 tahun ia bangun menjadi lebih berkembang. Karyawan di sana beberapa sudah ganti. Hanya Ella

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   DIA ISTRIKU JUGA

    Kartika menunduk mendengar perkataan Widya."Kenapa,sayang?"Sontak, Kartika mengangkat wajahnya. Seumur hidup belum pernah ia dipanggil sayang oleh ibunya, Sulastri. Bahkan mertuanya pun mati-matian membencinya. Tetapi, wanita di hadapannya ini begitu lembut dan penuh kasih sayang. Air mata tak terbendung lagi jatuh membasahi pipinya yang putih mulus itu."Loh ,kenapa kok malah nangis? Ibu salah bicara?" tanya Widya kebingungan. Kartika menggelengkan kepalanya perlahan , "Bu, seumur hidup belum pernah saya dipanggil sayang oleh ibu kandung saya. Tapi, ibu barusan memanggil saya sayang? Saya nggak salah dengar, kan?""Ya Allah, Tika ...."Widya pun langsung membawa Kartika ke dalam pelukannya. Ia merasa iba dan terharu mendengar pengakuan Kartika. Bahkan mendengar kisah hidupnya pun ia merasa sangat terharu. &nb

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   RIVAN SADAR

    Saat pemakaman berlangsung, Aryani dan Kartika tidak hadir , barulah ketika Widya mengirimkan pesan bahwa Reni dalam perjalanan untuk menjemput Saskia, Aryani bergegas membawa Kartika pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Rivan. Hal itu sengaja dilakukan supaya Reni dan Kartika tidak bertemu. Widya merasa tidak tega jika Reni terus menerus mengatakan bahwa Kartika pembawa sial. Ternyata Gazali yang mengurus kepindahan rumah sakit Rivan dan tentu Kartika pun tidak kesulitan untuk melihat kondisi suaminya itu. Dania yang melihat kondisi Rivan yang dipasang beberapa alat bantu langsung menangis sedih."Menurut dokter kondisinya kini belum stabil, Rivan sempat sadar sebentar, tapi kembali seperti ini," kata Gazali. Dania perlahan mendekati Rivan dan memegang tangan ayahnya itu. Kemudian gadis kecil itu mengecup dahi Rivan.&nbs

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   CERITA TENTANG SALSA

    Bu Widya pulang ke rumah pukul tiga pagi, ia terkejut saat melihat Kartika baru saja keluar dari kamar mandi."Kamu tidak tidur, Nak?" tanyanya. Kartika tersenyum, "Saya mau tahajud, Bu," jawabnya."Ya Allah, Nak ... Kamu ternyata memang anak baik," ujar Widya sambil memeluk Kartika."Kita solat bersama, ya, tunggu ibu sebentar," ujarnya lagi lalu Widya pun bergegas mengambil air wudhu dan mereka pun melaksanakan solat sepertiga malam bersama. Setelah selesai solat, Widya mengajak Kartika duduk bersamanya di ruang keluarga."Aryani sudah bercerita kepada Ibu, Nak. Kartika, ibu mohon jangan pernah mengatakan bahwa dirimu ini pembawa sial. Tidak ada hal yang seperti itu, Nak.""Ibu belum tau siapa saya yang sebenarnya, jika ibu tau mungkin ibu akan mengusir saya dari rumah ini saat ini juga," kata Kartika. Widya menghela napas panjang, "

  • BIANGLALA KEHIDUPAN   BUKAN PEMBAWA SIAL

    Aryani menoleh ke pintu, dua orang gadis kecil tampak berdiri namun ragu untuk melangkah ke kamar karena melihat kehadiran Kartika dan Dania."Saskia, Yunita, ayo sini!" panggil Aryani pada kedua gadis kecil itu. Mendengar nama Saskia, Kartika tau bahwa salah satu dari kedua gadis itu adalah anak RIvan dan Salsa."Yang berambut panjang dan sedikit lebih tinggi itu adalah Yunita anakku, TIka. Hmm ... boleh aku panggil Tika?""Boleh, Mbak ....""Ya, itu Yunita anakku, dan yang satunya Saskia anaknya Salsa. Saskia, Yunita ini Dania, dia adalah sepupu kalian. Jadi, kalian harus akur, ya?""Iya, Ma. Oya , ini tante siapa?" tanya Yunita."Ini Tante Kartika, mamanya Dania." Yunita langsung tersenyum ramah pada Kartika lalu mendekat dan mencium punggung tangan Kartika."Tante, saya Yunita," ujar Yunita dengan ramah. Tampak bahwa sikap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status