Home / Romansa / BIDADARI BUTA SANG PRESDIR / Bab. 1 Dibuang Tante

Share

BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
Author: Mblee Duos

Bab. 1 Dibuang Tante

Author: Mblee Duos
last update Last Updated: 2022-08-07 08:25:20

"Ciiiiiiiit.....!" Suara sebuah mobil yang  mengerem mendadak dan lalu berhenti di tepian jalan yang nampak sunyi. Tak lama setelahnya, muncul dari dalam mobil, seorang wanita muda yang menggandeng seorang gadis kecil usia 5 tahunan dan berjalan ke arah belakang mobil.

"Sasya, kamu tunggu dulu di sini ya!" Kata wanita itu kepada si bocah, seraya melepaskan tautan tangan mereka.

"Tante mau ke mana?" 

"Ehm...begini Sasya, Tante kan udah ajak Sasya jalan jalan ke luar kota kali ini. Dan Tante Clara sekarang mau pulang ke rumah, Sayang," ucap wanita itu disertai senyum menyeringai. "Tapi Sasya nggak boleh ikut!"

"Tapi...tapi kenapa Sasya gak boleh ikut?  Sasya nanti sama siapa?" Bocah kecil itu nampak mulai bingung dengan maksud kata kata tantenya.

"Hahaha.....! Diam kamu bocah nakal!" bentak Clara sembari mencengkeram dagu anak didepannya itu. Sontak membuat jantung Sasya hampir saja copot karna terkejut oleh perlakuan kasar tersebut.

"Dengar baik baik Sasya! Kamu itu buta, jadi akan sangat merepotkan Tante bila Tante nantinya harus merawat kamu. Jadi jalan satu satunya adalah lebih baik membuang kamu sejauh jauhnya dari kehidupanku. Dengan begitu, Tante baru akan bisa menikmati kekayaan peninggalan Papa dan Mamamu dengan leluasa. Mengerti?"

"Hahaha....hahaha....!" Clara kembali tertawa keras seperti orang kesurupan.

"Tante..., tante... Sasya janji gak akan nakal juga repotin Tante Clara lagi. Tapi..tapi jangan tinggalin Sasya disini Tante, Sasya takut!" ucap Sasya terbata dengan nada memelas. Berharap tantenya tidak akan benar benar melakukan hal buruk itu padanya. 

"Tan...Tante....!" Sasya mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan yang tadi telah menuntunnya ke sini. Tapi tangannya hanya menangkap angin. Karna tubuh wanita itu sepertinya telah menjauh darinya.

"Brukkk....!" 

"Ambil tuh! Di dalam tas itu ada beberapa  potong baju untukmu yang bisa kamu pakai. Itu juga kalau kamu masih bisa selamat dan bertahan hidup selepas ini!" Clara melempar dengan keras sebuah tas yang jatuh tepat mengenai bawah kaki Sasya, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

Sasya membungkukkan badan sambil kedua tangannya meraba di sekeliling kakinya. Ia pun segera meraih tas yang  tadi jatuh tergeletak disana. "Tante, Sasya ikut ya Tan?" melasnya lagi.

"Hahaha...jangan mimpi! Ini jauh lebih baik daripada aku harus membunuhmu bocah!" teriak Clara. Kemudian ia pun berjalan cepat dan masuk ke dalam mobil. Tak dihiraukannya lagi wajah dan teriakan keponakannya itu yang terus  menghiba mengharap belas kasihnya.

"Brummm...bruuummm....!"

"Tante...Tante Clara...jangan tinggalin Sasya. Tante Sasya takuuuut! Hu-hu-hu..! Tanteeeee...!" Teriakan dan tangis histeris Sasya kecil pecah begitu mendengar deru mesin dari mobil tantenya yang melesat pergi. 

Sasya berlari mencoba mengejar mobil tersebut. Tapi karna matanya yang tak bisa melihat, ia pun jatuh terpeleset kerikil kerikil kecil yang cukup licin.

"Bruuukkk...!"

"Aaaauuuwww!" Sasya meringis memegangi lututnya yang sepertinya terantuk batu saat jatuh. Tangan kecilnya mengusap pelan area itu, cairan hangat dan berbau amis keluar dari lukanya.

"Tante...apa salah Sasya? Kenapa Tante tinggalin Sasya? Hu-hu-hu.....!" tangis pilu bocah itu terdengar begitu menyayat hati.

Suasana begitu lengang. Hanya desir angin yang semilir menyapu tubuh kecilnya berkali kali. Hawa dingin mulai terasa menusuk kulit. Sinar sang surya pun semakin pudar kehangatannya memeluk semesta. Sepertinya hari memang telah akan berganti, malam akan segera tiba.

Dan entah sudah berapa lama gadis itu menangis seorang diri. Hingga suara tangisnya pun kian lama kian terdengar lirih. Bahkan hanya sesekali saja terdengar isakan isakan kecil dari bibirnya.

"Papaa...Mamaa..., papa....!" panggil gadis itu lirih berulang ulang. Tubuhnya pun lalu luruh terduduk di atas rerumputan di tepi jalan. 

Sasya, gadis itu merasa dirinya begitu malang kini. Seketika hidupnya berubah 180 derajat setelah insiden kecelakaan yang menimpa keluarganya beberapa bulan lalu.

Masih teringat di bayangan Sasya, bagian depan mobil yang dia tumpangi begitu rusak akibat kerasnya tumbukan. Dan yang lebih mengejutkan, adalah semua meninggal di tempat, kecuali dirinya yang harus dirawat intensif.

 Wajah Sasya kian jatuh tertunduk. Air mata kembali luruh menuruni pipi halusnya. Pandangannya yang hanya terisi oleh kegelapan membuatnya tak mampu melakukan banyak hal selain hanya menunggu. Ia begitu berharap tantenya akan kembali dan membawanya pulang. 

Namun penantiannya seperti hanya sebuah angan angan kosong, nyatanya bahkan tak ada sesiapapun yang melintas disitu. Kebingungan makin menyelimuti hatinya. Ia merasa kemarin kemarin tantenya masih bersikap sangat baik padanya. Tapi kenapa hari ini dirinya dibuang begitu saja di tempat  ini? 

"Hik..hik...hik..., aku harus ke mana?" Sasya mulai putus asa.

"Hey bocah, kenapa kamu duduk di tempat seperti itu?" Tiba-tiba suara lantang seorang laki laki yang berteriak mengejutkannya.

Gadis itu segera mengangkat wajahnya. Meski tak dapat melihat, tapi ia dapat mendengar jelas derap langkah seseorang yang berjalan ke arahnya.

 Lelaki itu adalah seorang yang berbadan tegap dengan kumis lebat dan cambang yang hampir menutupi semua pipinya. Sekilas wajahnya memang tampak sangar, ditambah lagi kulitnya yang legam dengan banyak tato di beberapa bagian tubuhnya. Di tangannya membawa sebuah senjata tajam yang bentuknya seperti sebuah parang dengan sedikit melengkung pada bagian ujungnya.

"Hey bocah, apa yang kamu lakukan di sini? Sebentar lagi hari gelap, apa kamu ingin dimakan binatang buas bila tidak segera pulang hah?" Kembali lelaki itu berteriak kasar.

"A - a - aku tidak bisa pulang." Sasya begitu gugup dan takut menjawab pertanyaan dari orang asing tersebut. Kedua tangannya memeluk erat tas di dadanya.

"Dasar anak nakal, kau pasti sudah bermain terlalu jauh dari rumahmu hingga tersesat!"

"Ti - tidak! Aku bahkan tidak tahu di mana diriku saat ini, dan akan ke mana nanti." 

"Hahaha...hahaha....!" Laki-laki itu terbahak begitu keras sambil mengayun-ayunkan senjata di tangannya. Suaranya yang menggelegar membuat Sasya semakin gemetar ketakutan.



"Anak nakal! Selain pandai berdusta, rupanya kamu juga tidak punya sopan santun. Dari tadi aku mengajakmu berbicara, tak sedikitpun kamu melihat ke arahku, hah!" Mata lelaki itu menatap tajam ke arah gadis kecil di depannya. Ia merasa sangat berang karna merasa tidak di hargai.


"Bukan begitu, Paman. Tapi, aku memang tidak bisa melihatmu." Sasya mencoba menoleh ke arah lelaki itu berdiri. Meski kenyataannya tetap saja sebuah arah yang salah yang ia tuju.


Kedua alis lelaki itu berkerut. Ia berjalan semakin mendekat dan mencengkeram salah satu bahu Sasya. Sasya begitu ketakutan dan mencoba berontak melepaskan. Tapi tubuh kecilnya tak mampu melawan lelaki sangar tersebut.


"Bila ternyata kau berbohong, awas saja aku akan benar benar mencongkel kedua matamu!" ancam lelaki itu sembari menggoyang goyangkan telapak tangannya di depan muka Sasya.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 20 Saat Syadilla Menghilang

    "Ke mana perginya gadis buta si*lan itu? Sudah dua hari tak pulang?" Sani berkata dengan geram pada dirinya sendiri sambil terus memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci.Elena yang duduk di kursi makan tak jauh dari ibunya, pura pura saja tak mendengar cuitan cempreng sang ibu. Mulutnya sibuk mengunyah makanan. Sementara kedua matanya yang bulat tak lepas dari layar hp di tangan kirinya.Baginya pekerjaan rumah adalah sama sekali bukan urusannya. Jadi tidak penting apakah ibunya ataukah Syadilla yang mengerjakan semua itu."Istriku, kamu jangan ngomel terus! Pusing kepalaku mendengarnya," Juang yang baru masuk ke ruang makan memprotes. Dari pintu sekat di ruangan itu, ia melihat istrinya sibuk bekerja sekaligus mengomel. "Apa mulutmu itu tidak capek?" imbuhnya.Seperti halnya Elena, dari tadi Juang hanya diam mengabaikan repetan Sani yang terus saja melaju seperti kereta. Kalau bukan karena cacing di perutnya yang sudah ikut berteriak minta diisi, malas sekali dirinya berjalan ke dapu

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 19. Anda Tuan Morgan?

    Syadilla mengangkat kepalanya. Heran. Bagaimana lelaki ini tahu tentang keluarga angkatnya. "Kamu mengenal Paman Juang?" ia pun bertanya dengan ekspresi bingung memenuhi wajahnya.Lelaki di depan Syadilla sebenarnya tak lain adalah Morgan. Orang yang sama, yang telah menyelamatkan gadis itu saat terjadi razia pedagang kaki lima sebelumnya."Itu tidak penting. Sekarang baiknya kamu segera menghabiskan makananmu. Buka mulutmu!""A - aku bisa melakukannya sendiri," Syadilla masih menolak membuka mulutnya saat ujung sendok di tangan lelaki itu menyentuh bibirnya. "Tapi sebelumnya aku ingin mandi membersihkan badan. Tuan, bolehkah aku...""Berjalanlah sepuluh langkah ke kanan dari ranjangmu, kamu akan menemukan kamar mandi. Aku akan keluar. Setengah jam lagi aku kembali. Patuhlah, habiskan makananmu!" Morgan menyambar ucapan Syadilla yang belum selesai. Setelah kalimat tersebut selesai diucapkan, tak lama kemudian terdengar langkah sepatu yang berjalan keluar, diikuti suara pintu kamar ya

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 18. Tuan Penyelamat Misterius

    "Berhentiii...!" teriakan melengking terdengar tepat saat mereka akan benar benar menekan pistolnya.Seperti dikomando, seluruh mata segera menoleh ke sumber suara. Nampak berdiri dengan tubuh gemetar, seorang wanita yang menutupi kedua telinganya. Wajah putihnya nampak semakin putih seperti kapas saking pucatnya. Melihat wanita yang berdiri, lelaki pemimpin rombongan untuk sesaat membeku. Satu tangannya kemudian terangkat memberi kode. Dan secara serempak seluruh anggota menurunkan senjata mereka.Lelaki pemimpin langsung menghampiri wanita yang tak lain adalah Syadilla. Ia mendapati Syadilla dengan wajah yang sangat pucat dan dipenuhi air mata. "Nona, maaf kami datang terlambat!" "A - aku..." belum selesai kalimat yang diucapkan, Syadilla jatuh ambruk dikarenakan tubuhnya yang semakin lemah. Dengan sigap lelaki itu menangkapnya, sebelum tubuh Syadilla benar benar jatuh menyentuh tanah."Bawa Nona, dan tinggalkan dia!" perintah lelaki itu lagi sambil menatap tajam pada para bawahan

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 17. Lelaki Penculik VS Rombongan Misterius

    "Permisi, Nona! Aku disuruh seseorang untuk menjemputmu pulang!" Syadilla segera menghentikan aktifitasnya mencopot spanduk dagangannya kala seseorang menghampiri dirinya."Apakah Pamanku yang telah menyuruhmu?" setelah sejenak tertegun, Syadilla pun bertanya kepada orang itu."Hmm, benar. Pamanmu lah yang telah menyuruhku. Ayo, segera kita berangkat!" sahut orang itu sambil mendorong sedikit lengan Syadilla, dengan maksud agar gadis itu mengikutinya.Syadilla yang didorong tubuhnya, refleks mengikuti saja saat lelaki itu mulai membawanya berjalan keluar dari area pasar malam. Setelah berjalan kira kira dua puluh meter dari area pasar, mereka pun berhenti. Tepat di sisi sebuah mobil yang telah terparkir sebelumnya di sana."Nona, masuklah!" lelaki itu membuka pintu mobil."Mobil?" Syadilla tercenung. "Nona, cepatlah!""Eh, Tuan, mungkin Anda salah orang! Siapa nama orang yang Anda maksud, yang telah menyuruh Anda menjemputku?" tanya Syadilla memastikan.Bukan tanpa alasan Syadilla m

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 16. Perhatian Dan Ancaman

    Syadilla terduduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan meja panjangnya. Ia merasa sedikit letih setelah melayani banyaknya pembeli yang tak biasa seperti malam malam sebelumnya.Pengunjung hari ini memang membludak, dikerenakan adanya sebuah atraksi yang akan digelar. Mereka tampak antusias berbondong bondong untuk melihat atraksi tersebut. Dan banyaknya jumlah orang yang datang, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya pembeli. Dalam waktu singkat, banyak pedagang yang telah habis barang dagangan mereka. Termasuk Syadilla."Syadilla, aku lihat seluruh bungamu sudah habis, tapi kamu belum membereskan keranjangmu. Apa kamu tidak berniat untuk pulang lebih awal?" Syadilla merasakan satu tepukan di bahu kirinya saat suara itu menyapa."Bibi Sally?" Syadilla sedikit terkejut. "Aku masih harus menunggu Paman, Bibi. Dan sepertinya masih sedikit lama!"Orang yang dipanggil dengan Bibi Sally itu pun mengangguk. Tapi kemudian keningnya sedikit berkerut. Ia menangkap ekspresi yang tidak

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 15. Antara Penipu Dan Gadis Kecil Yang Polos

    Orang orang yang secara sengaja ataupun tidak, begitu mengetahui kejadian ini, mereka langsung berdiri menyaksikan drama penangkapan tersebut. Semakin lama bahkan semakin banyak orang yang menonton, seiring bertambahnya jumlah pengunjung yang datang ke pasar malam.Tentu saja, sebab rasa malu yang besar, Laura memilih meninggalkan Kevin dengan masalahnya. Dia tak ingin terseret dalam pusaran kasus yang bisa saja ikut menyeretnya bila tak secepatnya pergi. Toh, dia sama sekali tak ada urusan dengan uang palsu itu!"T - Tolong jangan bawa aku ke Kantor Polisi!" Mengabaikan rasa malunya ditonton banyak orang, Kevin menjatuhkan tubuhnya, hingga berlutut. Dengan bibir terbata dan hampir menangis, ia terus memohon, "Jangan bawa aku, atau Ibuku yang sedang sakit tidak akan ada yang mengurusnya!"Sekilas kedua petugas saling bertukar pandang. Lalu secara bersamaan, kompak mengendikkan bahu mereka.Kedua petugas hanya memicingkan sebelah mata mendengar rengekan dari lelaki yang kini telah ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status