Beranda / Horor / BONEKA KEMATIAN / REKAMAN TERAKHIR

Share

REKAMAN TERAKHIR

Penulis: Alya Snitzky
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-11 18:12:54

Suara logam beradu dengan pintu besi menggema di lorong bawah tanah kantor kepolisian. Lampu neon yang menggantung dari langit-langit berpendar dingin, menciptakan bayangan panjang di dinding. Lorong itu bukan tempat yang biasa digunakan, tapi hari itu, Daru sengaja memilihnya.

Ia membawa seseorang yang tidak boleh diketahui terlalu banyak orang. Reza, mantan peretas yang kini menghuni sel isolasi karena keterlibatannya dalam kejahatan siber lintas negara.

“Ini bukan bagian dari protokol, Komandan,” bisik Yudistira, yang mengikuti di belakang dengan langkah berat.

“Kalau kita ikuti semua protokol, kita akan kehilangan semuanya,” balas Daru singkat.

Mereka berhenti di depan pintu dengan stiker usang bertuliskan “Server Maintenance Room.” Di dalam ruangan yang pengap itu, Reza sudah menunggu. Kedua tangannya masih diborgol, tapi wajahnya terlihat antusias, seperti anak kecil yang akan diberi mainan baru.

“File-nya rusak parah. Tapi ... aku suka tantangan,” katanya sambil menunjuk layar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • BONEKA KEMATIAN   PEMBUNUHAN DI DEPAN MATA

    "Komandan, ini terlalu dekat. Kita belum tahu pola geraknya," bisik Reza dari balik teropong malam."Justru karena itu kita di sini," jawab Daru lirih, tanpa melepaskan pandangan dari rumah dua lantai di seberang jalan.Yudistira menghela napas pelan dari balik kemudi mobil pengintai. "Kalau kita salah perhitungan, dia bisa mati dan kalau Bella muncul lagi ....""Itulah yang ingin kupastikan," potong Daru cepat. Suaranya rendah tapi tegas. "Kita sudah terlalu lama tertinggal. Kali ini, aku mau lihat dengan mata kepala sendiri."Mereka bertiga sedang mengintai rumah milik Dika Prasetyo, seorang mantan kepala gudang yang pernah bekerja untuk jaringan gelap di pelabuhan. Pria itu menghilang dari radar sejak penyergapan terakhir tapi dua hari lalu, Reza melacak transaksi digital mencurigakan ke alamat ini.Di dalam rumah, lampu ruang tengah menyala. Sosok Dika tampak mondar-mandir, gelisah, sesekali mengecek jendela. Kamera pengintai yang disembunyikan di balik tiang listrik merekam semua

  • BONEKA KEMATIAN   PENYERGAPAN

    "Lo gila? Kita belum punya izin, Daru!"Suara Yudistira menggema di ruang sempit markas bawah tanah mereka. Ia berdiri dengan tubuh tegang di depan papan strategi yang penuh coretan peta dan foto wajah. Di sisi lain, Daru duduk sambil menatap layar monitor dengan rahang mengeras, tak menjawab langsung."Kita bukan polisi resmi lagi. Kita cuma bayangan tapi kalau lo main sergap, dan gagal, kita bukan cuma ditertawakan. Kita bisa mati," lanjut Yudistira."Justru karena kita bayangan, kita bisa bergerak tanpa izin," balas Daru dingin. "Kita cuma punya satu kesempatan sebelum IRJEN bersih-bersih. Ini sekarang ... atau semua bukti lenyap."Reza menengahi, bangkit dari kursinya. "Saya sudah berhasil melacak lokasi transaksi berikutnya. Pengedar yang kita tangkap semalam—Adang, dia menyebut satu gudang tua di belakang Pasar Grogol. Dijaga dua orang, malam ini jam sebelas. Barangnya besar."Yudistira menyipitkan mata. "Kita yakin dia nggak menjebak kita?""Dia sekarat pas ngomong itu," ujar D

  • BONEKA KEMATIAN   TANDA KEMATIAN

    "Kenapa suhu badannya terus naik, Bu? Apa sebaiknya dibawa ke dokter lagi?" tanya Kalina, suaranya berat penuh kekhawatiran saat menatap termometer elektronik di tangan."Tiga puluh delapan koma lima … dan terus naik sejak tengah malam," jawab Kalina, menahan pilu sambil menimang Soraya yang kini lemah, tubuhnya makin panas. Wajah bocah itu pucat, napasnya tersengal-sengal.Daru berdiri di dekat ranjang, menyandarkan punggung di dinding. Tangannya meraup udara dingin dari dispenser. "Itu sepertinya bukan demam biasa," gumamnya lirih, seperti menebak arah nasib."Saya sarankan dibawa ke rumah sakit," ujarnya tanpa melihat ke arah Kalina. Ia terlalu lelah untuk berdebat.Kalina menatap Daru—mata penuh air. "Aku khawatir ... kalau ini bukan sekadar sakit."Tiba-tiba Soraya bergeliat, tangannya mencengkeram seprei. "Ibu ... dia datang ... bonekanya lagi …."Soraya terdiam, matanya terpejam rapat, tubuhnya gemetar. Daru menatap Kalina, jantungnya tercekat. Sepertinya mimpi buruk monster it

  • BONEKA KEMATIAN   KORBAN BARU

    "Apa maksudmu dia bisa hilang begitu saja?" suara Komandan Daru meninggi, nyaris meneriaki Reza di depan ruang penyimpanan server lama itu."Pak, saya bersumpah, tadi dia masih di sini. Baru sekitar lima menit yang lalu! Saya cuma ke atas sebentar buat ambil kabel sambungan, tahu-tahu dia—" Reza terengah-engah, napasnya belum teratur karena terburu-buru naik tangga kembali."Siapa yang hilang?" Yudistira masuk dengan langkah tergesa. Wajahnya tegang, tatapannya tajam menyapu ruangan."Anton, Pak. Dia bilang mau bantu scanning file audio dari kaset tua. Saya pikir nggak masalah dia sendiri di sini karena—" Reza melirik ke arah Daru, ragu melanjutkan."Karena kamu mengira dia sudah bisa dipercaya, padahal kita semua tahu dia mantan narapidana," potong Daru dingin."Dia sudah berubah, Pak," Reza mencoba membela. "Selama dua tahun ini dia setia bantuin tim bayangan. Nggak pernah bikin masalah."Daru menarik napas dalam-dalam, menahan kemarahannya. "Dan sekarang dia menghilang."Yudistira

  • BONEKA KEMATIAN   LUKA SEORANG AYAH

    Flashback – Lima Tahun Sebelumnya "Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.Ayu.Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI YANG TERKUBUR

    "Bapak mau ngapain bawa saya ke gudang kosong seperti ini? Bapak yakin ini bukan jebakan?"Aldo berhenti tepat di depan pintu besi berkarat yang menutup rapat. Wajahnya basah oleh keringat, bukan karena takut, tapi karena kenangan buruk yang tempat ini bangkitkan.Gudang itu berada di pinggiran Jakarta Utara, tersembunyi di balik deretan kontainer tak terpakai. Dulu disebut sebagai "gudang logistik cadangan" tapi bagi sebagian orang di kepolisian lama, tempat ini punya nama lain. Ruang Bayangan.Yudistira tak menjawab langsung. Ia menempelkan telinganya ke pintu, memastikan tak ada gerakan dari dalam. "Ini bukan jebakan, tapi juga bukan tempat aman. Kita cuma punya waktu sedikit."Aldo masih ragu, tapi akhirnya mengangguk. Mereka mendorong pintu itu pelan. Suara logam berderit memenuhi udara.Di dalam, bau lembap bercampur debu menyambut. Lampu neon tua di langit-langit hanya menyala sebagian. Rak-rak tua berisi berkas kusam dan alat interogasi yang ditinggalkan. Di sudut ruangan, ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status