Share

3. Lady Fox; Adora Carina

***

"Perkenalkan nama saya Adora."

Sebenarnya Benjamin paling benci sama pesta penjamuan, atau apapun bentuk pesta lainnya; seperti pesta penerimaan mahasiswa baru, perayaan kenaikan jabatan, ataupun penerimaan karyawan baru. Karena hal itu hanya membuang waktu Benjamin secara percuma.

Seperti hari ini.

Setelah hampir setengah jam kepala Divisi memaksa Benjamin untuk ikut bergabung dalam pesta penjamuan karyawan baru, akhirnya Benjamin mau-tidak mau menuruti kemauan kepala divisinya.

Benjamin duduk di sudut meja yang tak terjamah, menontoni para senior yang duduk dan minum dengan santai sembari melemparkan candaan kepada karyawan perempuan yang usianya lebih muda. Dalam hati, Benjamin mendecih saat melihat pemandangan itu.

Pesta penjamuan hanyalah akal bulus para senior untuk berbuat seenaknya; menggoda para karyawan perempuan dengan dalih senioritas.

Benjamin memutar bola matanya ---mengalihkan pandangan dari penampakan di sekitarnya.

Tangannya kemudian mengambil satu gelas di depannya, menegak minuman yang tersedia di gelas itu sampai habis tak bersisa dalam satu tegukan. Benjamin kemudian dengan kasar menaruh kembali gelasnya. Matanya menelusur, memeriksa sekitar sampai suatu suara menarik perhatiannya.

"Mau tambah minumannya lagi, Senior?"

Mendengar hal itu, Benjamin melemparkan pandangannya ke arah sumber suara dan dirinya terpaku pada perempuan yang berdiri tak jauh darinya. Perempuan muda itu tersenyum lebar seraya membawa sebotol minuman alkohol di tangan, membuat Benjamin mengarahkan gelasnya ke arah perempuan muda itu. Dengan gesit perempuan muda itu menuangkan minuman alkohol ke dalam gelas Benjamin.

Benjamin menerima tuangan dari gadis itu dan meminum minumannya dengan baik. Setelah meminum minumannya, Benjamin kemudian melemparkan pertanyaan pada perempuan muda itu. Perempuan yang menjadi pusat perhatian dalam acara ini---si bintang utama.

"Siapa namamu tadi?" Tanya Benjamin yang tak membuat perempuan itu tersinggung karena mengingat beberapa menit lalu perempuan itu berdiri di tengah-tengah meja untuk memperkenalkan dirinya.

"Adora, Senior."

Senior?

Benjamin mendengkus, menertawakan panggilan yang dibuat perempuan bernama Adora itu kepadanya.

Benjamin kemudian memerhatikan penampilan Adora dari atas sampai bawah, tak jauh berbeda dari gadis kebanyakan. Adora memiliki selera fashion yang cenderung Feminin---dengan blouse putih serta rok bahan berwarna pastel. Rambutnya yang panjang menutupi dada dibuat bergaya gelombang cantik. Penampilan Adora sangat memanjakan mata siapapun yang melihatnya. Termasuk Benjamin.

Mungkin memang itu niatan gadis itu sedari awal---menarik perhatian Benjamin.

"Kamu manggil aku Senior, emangnya kamu enggak tau siapa aku?"

"Maaf?"

Benjamin menggoyangkan gelasnya di udara, "Sori, lupain aja omongan yang tadi."

Toh, cepat atau lambat, Adora akan mengetahui siapa Benjamin dan bersikap seperti para gadis yang selama ini selalu berada di sekitarnya.

.

.

.

.

.

Benjamin menghela napasnya, lantas menaruh tangannya di kepalanya di detik di mana sinar matahari pagi menyelinap masuk ke ruangan pribadi Adora dan mulai menghalau pandangannya. Suara burung di pagi hari berhasil membangunkan Benjamin dari lelapnya. Dan tak lama, Benjamin menutup matanya kembali.

Kegiatan panasnya bersama Adora tadi malam nyatanya sukses melemparkan dirinya ke alam mimpi. Di sana ia mengingat kembali pertemuan awal dirinya dengan Adora. Saat itu Adora masih murni dan bersih, begitu lugu dan lembut, berbeda dengan setelah ia mengenal Benjamin lebih jauh.

Kalau saja Adora tak pernah mengenal Benjamin lebih dalam, mungkin Adora akan masih baik-baik saja sampai saat ini. Adora dapat bertemu dengan pria yang lebih baik, jatuh cinta dan membangun keluarga bersama laki-laki itu, tak perlu berantakan bersama Benjamin.

Ya, seandainya saja memang seperti itu, mungkin Adora akan memiliki akhir bahagia yang diinginkan gadis kebanyakan. Tapi, apakah memang itu yang sebenarnya Benjamin inginkan?

Lamunan Benjamin buyar kala dirinya mendengar suara dering ponsel yang membuatnya membuka kembali matanya. Perlahan Benjamin mendudukkan tubuhnya di ranjang Adora dan mengambil ponsel yang terletak di meja nakas.

Benjamin dapat melihat dengan jelas nama penelpon yang tertera jelas dalam layar ponselnya. Tanpa ragu Benjamin mengangkat sambungan telpon itu.

"Ya, Ma?"

"Dimana kamu sekarang, Ben?"

Benjamin melirik ke sebelah kirinya, nampak Adora masih terlelap tenang dalam tidurnya. Tangan Benjamin lantas mengusap surai Adora yang selembut sutera.

"Maaf, Ma, Benjamin ada perjalanan bisnis tadi malam."

"Perjalanan bisnis di akhir pekan?" Ibu Benjamin tampak meragukan ucapan putranya itu, tetapi beliau memilih untuk percaya pada Benjamin karena bagaimanapun Benjamin sudah dewasa dan dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri.

"Baiklah, Nak. Tapi, bisakah kamu menghubungi pihak rumah dulu sebelum kamu pergi? Kamu tahu 'kan betapa cemasnya Fara saat kamu tidak pulang semalam?"

"Maaf, Ma. Ke depannya Benjamin janji bakal menelfon Fara dulu. Benjamin enggak bakal ngulangi kesalahan ini lagi."

"Sudahlah, Benjamin, tidak apa-apa. Nah, Fara, ini Papa, kamu mau bicara dengan Papa, Sayang?"

"Papa, Nek?"

Benjamin tersenyum saat suara gadis mungil terdengar dari sebrang telfon.

"Papa?"

"Iya, Fara, ini Papa. Maaf tidak pulang semalam ya, Sayang."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status