Moira Diatmika, nama yang begitu indah saat dilafalkan, tapi anehnya Adora kurang menyukai gagasan itu. Bukan karena Moira memiliki penampilan yang buruk; seratus persen anak perempuan itu memiliki penampilan menarik yang dapat membuat seluruh mata tertuju kepadanya. Bukan juga karena perangai Moira yang tidak dapat ditoleran, justru sebaliknya, Moira mendapat julukan malaikat tanpa sayap di sekitarnya---cenderung sering dimanfaatkan oleh para senior di tempat kerjanya karena kebaikannya dan membuat Adora selalu merasa jengkel ketika melihatnya.
Apabila dibandingkan dengan Adora, Moira tentu seperti pemeran utama dalam kisah-kisah romansa, yang digambarkan sempurna; memiliki paras rupawan, hati yang baik, dan membuat pemeran utama pria---bahkan seluruh orang jatuh cinta padanya. Sementara itu Adora? Dia bukan apa-apa.Menjengkelkan.Berbeda dengan karakter Moira, Adora justru merasa dirinya seperti villain dalam kisah-kisah romansa yang memiliki rasa iri pada Moira hanya karena Benjamin memilih makan bersama dengannya siang tadi. Sejujurnya, ada perasaan yang mengusik dalam dada Adora saat melihat Benjamin bercengkrama dengan Moira tanpa merasa canggung, seperti mereka sudah mengenal satu sama lain dalam jangka waktu yang lama.Tentu saja Benjamin sebagai direktur muda bukanlah seseorang yang mudah digapai oleh orang-orang di tempat kerja Adora, tetapi sepertinya itu tidak berlaku pada Moira---anak magang yang baru bekerja satu bulan itu. Hal itu tentu membuat orang-orang membicarakan mereka hingga membuat telinga Adora terasa gatal setiap kali orang-orang itu membicarakan Benjamin dan Moira.Adora ingin membungkam mulut setiap orang yang ditemuinya, tetapi Benjamin adalah perbincangan panas setiap orang. Tentu hal itu adalah suatu hal yang mustahil bagi Adora untuk lakukan, bukan?Adora menghela napasnya, berusaha menetralisir perasaan yang bergemuruh dalam dadanya. Merasa bodoh sendiri karena pikiran yang mengusik dirinya. Dia datang kepada Benjamin hanya untuk tubuh laki-laki itu. Ya, hanya untuk tubuh laki-laki itu.Adora melirik Benjamin yang mengemudi di sebelahnya. Satu tangan besar Benjamin berada di kemudi, sementara tangan lainnya bermain di tuas mobil. Benjamin terlihat seksi saat mengemudi mobil, membuat Adora bertanya-tanya dalam hati. Seperti apa tipe ideal Benjamin selama ini?Apakah seperti Moira yang memiliki citra polos?Sekali lihat saja Adora dapat menilai Moira adalah tipe submisif yang memerlukan tuntunan Benjamin dalam setiap langkah. Hal ini tentu cocok dengan karakter Benjamin yang suka mendominasi dalam permainan.Mungkin Benjamin akan menyukai permainan mereka apabila dibandingkan dengan Adora. Tapi, satu hal yang tidak dapat Benjamin peroleh dari Moira adalah.... pengalaman dan sikap gila seperti yang Adora lakukan dengan Benjamin selama ini."Sekarang kita udah sampe nih," Ujar Benjamin sembari mematikan mesin mobilnya. Seperti hari kemarin dan kemarin-kemarinnya lagi, rutinitas Benjamin sepulang bekerja adalah mengantar Adora pulang---memastikan Adora aman dan selamat sampai tempat tinggal, katanya. Sangat baik, bukan?Di mana lagi kau akan menemukan Bos yang mengantarmu pulang setiap hari? Mungkin saja ada Bos yang khawatir dengan keadaan pegawainya setiap pegawai pulang kerja malam, tapi tidak ada bos yang setiap hari mengantar pegawainya ke tempat tinggalnya.Inilah kebaikan Benjamin yang selalu Adora terima dan Adora merasa tidak sungkan untuk memanfaatkannya.Adora bangkit dari duduknya setelah melepas sepatu hak yang dipakainya seharian. Tangannya sengaja mengangkat sedikit rok spannya sehingga memberinya ruang untuk melebarkan kedua kakinya kala ia bertumpu, duduk di atas kedua paha Benjamin.Benjamin sedikit terperanjat dengan tindakan Adora yang begitu tiba-tiba melakukan serangan. Namun, alih-alih, melemparkan sekretarisnya itu dengan kata-kata seruan karena bertindak seenaknya, Benjamin justru tertawa kecil, membuat pesonanya naik hingga di luar nalar."Apa yang saat ini sedang kamu lakukan, Adora?" Tanya Benjamin di sela tawa kecilnya dengan suara husky yang membuatnya tampak seratus persen seksi di mata Adora.Perilaku Benjamin yang tidak mendorong Adora menjauh ini, Adora anggap sebagai afirmasi bahwa dia dapat melakukan tindakannya lebih jauh lagi, sehingga Adora tak segan-segan untuk mengalungkan satu tangannya di leher Benjamin dan tangan lainnya mengelus wajah Benjamin dengan lembut.Pandangan Adora terkunci pada mata monolid Benjamin yang indah.Adora mendengkus saat melihat Benjamin menatapnya dalam, begitu dalam, hingga membuatnya dapat terhanyut kapan saja oleh tatapan itu."Apa yang saya lakukan? Apa lagi?" Adora menjawab pertanyaan Benjamin dengan sindiran halusnya. "Tentu saja saya ingin melanjutkan kegiatan kita yang tertunda tadi siang, Pak."....Benjamin melepaskan pagutannya pada bibir Adora. Benjamin dapat melihat betapa berantakannya penampilan Adora saat ini, dan sialnya itu karena ulahnya.Benjamin menggerakkan tangannya untuk merapikan anak-anak rambut Adora yang menguar selagi memerhatikan detil wajah Adora yang terbasuh keringat dan terlihat sangat menggoda."Adora," Saat Benjamin memanggilnya, Adora membuka matanya, membuat Benjamin bergerak mendekat, membisikkan kata-kata yang membuat tubuh Adora tersengat listrik karenanya. "Biarkan aku yang melanjutkannya."******"Perkenalkan nama saya Adora."Sebenarnya Benjamin paling benci sama pesta penjamuan, atau apapun bentuk pesta lainnya; seperti pesta penerimaan mahasiswa baru, perayaan kenaikan jabatan, ataupun penerimaan karyawan baru. Karena hal itu hanya membuang waktu Benjamin secara percuma. Seperti hari ini. Setelah hampir setengah jam kepala Divisi memaksa Benjamin untuk ikut bergabung dalam pesta penjamuan karyawan baru, akhirnya Benjamin mau-tidak mau menuruti kemauan kepala divisinya. Benjamin duduk di sudut meja yang tak terjamah, menontoni para senior yang duduk dan minum dengan santai sembari melemparkan candaan kepada karyawan perempuan yang usianya lebih muda. Dalam hati, Benjamin mendecih saat melihat pemandangan itu. Pesta penjamuan hanyalah akal bulus para senior untuk berbuat seenaknya; menggoda para karyawan perempuan dengan dalih senioritas. Benjamin memutar bola matanya ---mengalihkan pandangan dari penampakan di sekitarnya. Tangannya kemudian mengambil satu gelas di d
Papa? Satu kata yang menggema dalam kepala Adora saat ia membuka mata. Kedua netra Adora mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Adora kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Benjamin.Benjamin sudah memiliki anak? Adora menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana. Benar-benar punya anak? Kriet. Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adora menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya. "Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Adora?"Sial, Adora mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."Mendengar perkataan Benjamin, Adora lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak ber
"Jadi, tadi itu apa?"Gosip, berita murahan, desas-desus memang santapan terbaik bagi lidah setiap para perempuan. Sebab dengan hal itu, mereka yang bergosip merasa dirinya superior apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Mereka merasa lebih baik, lebih sempurna, lebih-lebih lainnya apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Namun, ada beberapa orang yang ikut masuk ke dalam rombongan penggosip karena mereka terlalu haus akan pengetahuan. Seakan tak cukup membaca buku pelajaran yang membosankan, mengetahui kehidupan pribadi seseorang nyatanya lebih meredakan rasa haus mereka. Seperti Irish ini, lagi-lagi dia berusaha mendapatkan berita panas mengenai Direktur Muda mereka dari sang biang onar---Adora. Pasalnya apa yang disaksikannya pagi ini begitu panas, saking panasnya, hal itu melewati perdebatan panasnya dengan Noah tadi malam. Adora yakin saat ini Irish bahkan tak ingat siapa itu Noah Octavio apabila topik pembicaraan sudah mengenai seorang Benjamin L. Maghan
Benjamin memandang lurus ke depan, melihat bentangan jalan yang sedari tadi dilewatinya. Pikirannya melalang buana, masih membekas jelas dalam kepalanya mengenai perkataan ibunya mengenai pertemuan pernikahan yang diatur untuknya. "Baiklah kalau kata Mama begitu. Aku rasa tidak ada salahnya menjalani pertemuan pernikahan ini, Ma. Atur saja jadwal temunya. Aku pasti akan datang.""Mama bersyukur kau berpikir begitu, Benjamin. Mama akan mengatur pertemuan kalian segera, lebih cepat lebih baik."Sementara itu, Adora yang duduk di sebelah Benjamin pun hanya melirikkan matanya ke arah Benjamin dan menemukan bosnya itu tengah larut dalam lamunannya. Adora mengamati ekspresi Benjamin yang datar, tampaknya laki-laki itu tidak menyadari bahwa Adora tengah memerhatikannya. Dalam hati kecil Adora, ia bertanya-tanya, benarkah perkataan Irish kemarin? "... Kalau tidak salah aku pernah mendengar rumornya. Pak Benjamin sudah memiliki anak. Sepertinya tidak. Tapi, sepertinya iya. Kalau tidak salah
Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya. Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah. Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan. Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku bai
Adora mengembuskan napasnya perlahan, merasakan sensasi menenangkan yang mulai merangkak naik dari ujung kakinya kini berusaha menguasai hampir seluruh tubuhnya. Adora menenggelamkan setengah wajahnya, indra penghidunya dapat mencium aroma lavender yang berasal dari air yang kini membasuh bagian bawah tubuhnya, aroma bunga yang menghantarkannya pada ketenangan, sementara itu telapak tangannya bermain di dalam air hangat pada permandian kolam panas hotel. Sudah lama Adora tidak merasakan ketenangan seperti ini. Seluruh otot tegangnya saat ini mulai mengendur. Adora merasa bersyukur karena Benjamin telah memberikan fasilitas ini untuknya, untuk melepas penat sejenak dari pekerjaan. Benjamin, laki-laki itu memberi Adora voucher sebelum dirinya masuk ke kamar, sebuah voucher yang mampu membuat mata Adora berbinar karenanya. Katanya sebagai bentuk apresiasi pada Adora, Benjamin memberikan voucher kolam mandi permandian panas privat untuknya. Adora tentu berterima kasih karenanya, sebab
Mendengar pintu yang terbuka tentu membuat Adora ingin melepaskan pagutan bibirnya dengan Benjamin, tetapi Benjamin seakan tidak ingin menyudahi permainan mereka, justru sebaliknya, ia malah menahan tengkuk Adora agar gadis itu tak melepaskan pertautan bibir mereka. Di pertengahan acuan permainan mereka, Adora dapat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, sontak hal itu memacu degup jantung Adora berdebar kencang. Adora menajamkan indra pendengarannya guna memperkirakan pergerakan orang lain yang bersama mereka saat ini, tetapi tindakan Benjamin yang lagi-lagi berusaha merangsang dirinya membuat fokus Adora terpecah belah, dirinya kini sedang berada di antara kenikmatan dan ketakutan yang merayap di sekujur tubuhnya. Dan, Adora merasa tersiksa karena itu. Beberapa menit berlalu, keheningan yang tadi menyapa kini mulai sirna, membuat mata Adora terbelalak saat mendengar suara orang di balik sekat, "Woah, Pak Benjamin memang yang terbaik."Betapa terkejutnya Adora mendenga
Seperti janji Benjamin, laki-laki itu melanjutkan permainan mereka. Adora sama sekali tidak diberikan istirahat oleh bosnya itu.Tangan besar Benjamin kemudian membalikkan tubuh Adora, mengubah posisi Adora yang tadi membelakanginya jadi berdiri berhadapan dengannya. Adora mengerjapkan matanya saat Benjamin tersenyum miring ke arahnya, Adora tahu niatan nakal yang bermain dalam kepala Benjamin saat ini.Dalam seperkian detik, Benjamin kemudian memasukkan alatnya ke dalam diri Adora, membuat Adora meringis kesakitan karenanya. Sisi wanita Adora berkedut, menyesuaikan diri dengan bentuk Benjamin yang panjang dan besar."Kau suka sekali mempermainkanku ya, Adora?" Benjamin melenguh saat merasakan tubuh Adora menjepit miliknya dengan kuat, membuatnya merasakan nikmat dari tubuh Adora yang kini tengah membungkus dirinya.Benjamin perlahan menggoyangkan pinggulnya; maju dan mundur secara perlahan, dan pergerakan Benjamin nyatanya berhasil membuat Adora meloloskan desahannya. Adora kemudian m