Papa?
Satu kata yang menggema dalam kepala Adora saat ia membuka mata. Kedua netra Adora mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Adora kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Benjamin.Benjamin sudah memiliki anak?Adora menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana.Benar-benar punya anak?Kriet.Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adora menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya."Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Adora?"Sial, Adora mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."Mendengar perkataan Benjamin, Adora lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak berdosanya, dia menyapa Benjamin seakan beberapa detik yang lalu ia tak melakukan apa-apa. "Eh Bapak, pas banget, ya. Saya baru aja bangun."Benjamin mencebikkan bibirnya tak percaya dengan perkataan Adora, "Buru gih mandi," Perintahnya.Namun, alih-alih menuruti perintah Benjamin, Adora masih berhela-hela di atas ranjang---sibuk memelototi tubuh Benjamin. Adora tahu dia sudah sering melihat tubuh laki-laki itu, tetapi pemandangan yang tak bisa ia tolak setiap kali ia menatap tubuh setengah telanjang Benjamin hanyalah ketika laki-laki itu selesai bebersih diri.Gaun mandi yang masih terlilit di tubuh gagah Benjamin memberikan kesan seksi tersendiri bagi Adora. Bagaimana gaun itu menggoda Adora dengan hanya menampakkan secuil pemandangan dada bidang Benjamin yang membentuk otot gagah, bagaimana tubuh Benjamin yang masih setengah basah, dan bagaimana rambut Benjamin yang masih tak beraturan karena belum sepenuhnya kering.Benar-benar pemandangan yang indah.Adora menggigit bibir bawahnya seraya memberikan Benjamin tatapan menggoda, "Tapi kayaknya saat ini Saya lebih tertarik untuk menelanjangi Bapak, deh," Ujarnya dengan nada suara yang rendah.Mendengar perkataan Adora, Benjamin menurunkan pandangan ke tubuh bagian bawahnya, tampak jelas area sana berdiri tegak---siap melahap apapun yang berada di hadapannya. Sontak, Adora mengikuti arah pandangan Benjamin.Adora tak kuasa menahan tawa yang siap menyembur kapan saja saat melihat milik Benjamin beraksi karena kata-katanya. Dia hanya bercanda, Benjamin tentu tahu itu, tetapi sepertinya tubuh laki-laki itu tak bisa berbohong dengan apa yang diinginkannya.Sementara itu, Benjamin yang melihat muka Adora yang kini memerah menahan tawa pun berjalan ke arah Adora ---sang pelaku yang berani-beraninya membangunkan sisi monster dalam dirinya.Adoea yang mengetahui Benjamin sedang bergerak ke arahnya pun menggulingkan tubuhnya ke sisi lain ranjang. Namun, naas, Benjamin lebih cerdik darinya. Laki-laki itu segera naik ke ranjang dan menangkap Adora, kemudian menggulung Adora dengan selimut sehingga Adora tampak seperti sushi yang dibuat Ibunya setiap kali ia harus membawa bekal ke sekolah.Adora yang tak terima digulung seperti sushi pun melakukan perlawanan. "Aaakh! Pak Benjamin! Lepasiinn!!!" Ia menendang-nendangkan kaki ke udara, berusaha membebaskan diri, tapi tenaga Benjamin lebih kuat darinya.Benjamin pun membawa Adorabke dalam gendongannya. Kaki panjangnya berjalan ke arah kamar mandi yang pintunya masih setengah terbuka. Dalam hitungan jarak setengah meter, Benjamin dapat mencium aroma buah-buahan yang menguar jelas dari sana---aroma sabun yang selalu digunakan Karina setiap harinya--- dan aroma itu kini menempel juga di tubuhnya.Benjamin memiliki aroma yang sama dengan Adora.Mengetahui kenyataan itu, Benjamin dapat merasakan pusat tubuhnya berkedut karena memikirnya. Gila, bagaimana dia bisa 'berdiri' hanya karena aroma sabun gadis itu?Berhenti berpikir kotor, Ben. Kamu bukan lagi anak remaja yang baru saja memasuki masa pubertas.Benjamin berusaha menyingkirkan pikiran kotornya dan berfokus pada Adora yang berada dalam gendongannya. Tampak kini Adora sudah menyerah dan membiarkan Benjamin menaruh dirinya ke dalam bath-up."Sekarang bersihkan dirimu, Adora.""Bapak emangnya gak mau membantuku membersihkan diriku?""Aku mau," Benjamin mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir manis dan lembut milik Adora, "Tapi, aku takut kita tidak akan berhenti hanya dalam satu permainan."Lagi, Benjamin melayangkan kecupan-kecupan di bibir Adora, seakan tak mengikhlaskan dirinya untuk berpisah dengan Adora meski hanya sebentar saja.Awalnya itu hanya bermula dari kecupan-kecupan ringan yang diberikan Benjamin,nnamun seiring berjalannya waktu, kecupan itu semakin dalam, membuat Benjamin segera menarik dirinya. Ibu jarinya kemudian mengusap bibir bawah Adora yang basah karenanya sembari tersenyum."Nah, sekarang bersihkan dirimu."Saat melihat Benjamin beranjak pergi, Adora segera menahan gaun mandi yang dikenakan laki-laki itu, "Bapak sendiri mau kemana?""Pergi menenangkan 'diri'ku."Jawaban yang diberikan Benjamin berhasil mengundang gelak tawa Adora. Adora tampak puas menertawakan penderitaan yang dialami Benjamin pagi ini yang disebabkan olehnya.***Seusai mandi Adora segera keluar dari kamarnya, mencari eksistensi Benjamin di apartemen dan ia menemukan laki-laki itu tengah sibuk di dapur.Adora kemudian berjalan menuju Benjamin dan melingkarkan tangannya di pinggang Benjamin. Benjamin tampak terkejut awalnya, tapi saat ia menolehkan kepalanya ke arah Adora, Benjamin hanya memberikan senyuman manisnya pada gadis itu."Sudah lapar?""Ya, Bapak masak apa?""Hanya roti panggang dan telur mata sapi untuk sarapan kita.""Kayaknya enak. Boleh Saya minta makanannya sekarang?""Sekarang? Ini masih panas. Lidahmu akan melepuh nantinya.""Tidak apa-apa, nanti Bapak akan sembuhkan dengan kasih sayang Bapak, bukan?""Adora ...." Benjamin memperingati Adora untuk tidak menggodanya, mengingat ia baru saja menuntaskan kegiatan solonya setengah jam lalu, tidak mungkin ia harus melakukannya lagi, kan?"... Sekarang pergi ke mejamu, biarkan aku menyiapkan sarapan kita, okay?"Pada waktu yang bersamaan, Benjamin dan Adora mendengar suara pintu apartemen yang terbuka dan dibanting dengan keras. Tak lama setelahnya, nampak Irish yang sibuk membawa kopernya masuk ke dalam apartemen dengan ekspresi kesal."RAAAA!!! Lu tau enggak apa yang tadi malem Noah omongin ke gua? Si sialan itu minta putus karena katanya lagi fokus sama penelitiannya! Sialan emang! Gua yakin itu cuma alasannya dia doang biar gua enggak tinggal bareng dia. Brengsek banget, kan? HAH! GUA BENCI BANGET SAMA NOAH!"Setelah puas menyerapah, Irish baru menyadari bahwa dirinya tak kunjung mendapat tanggapan, Irish kemudian mengalihkan pandangannya dari koper besar yang dibawanya dan betapa terkejutnya ia menemukan pemandangan pagi di apartemennya kala itu. Mulutnya menganga dengan mata terbelalak saat menemukan Adora masih memeluk Benjamin dengan apron di tubuh laki-laki itu.Melupakan rasa kesalnya, Irish segera menyapa Benjamin dengan formal. "S-selamat pagi, Pak. Sepertinya Saya masuk di waktu yang tidak tepat lagi, ya? ""T-tidak." Benjamin segera melepaskan kedua tangan Adora yang memeluknya. "Kamu pasti lapar, kan, Nona Irish? Kebetulan Saya membuat dua porsi. Makanlah."Setelah berujar kepada Irish, Benjamin kemudian beralih ke Adora, "Makanlah sama Nona Irish, Adora. Saya pergi dulu. Terima kasih atas waktumu sebelumnya," Ujar Benjamin sembari melepaskan apron nya dan berlalu pergi meninggalkan Adora dan Irish yang masih memproses keadaan.***"Jadi, tadi itu apa?"Gosip, berita murahan, desas-desus memang santapan terbaik bagi lidah setiap para perempuan. Sebab dengan hal itu, mereka yang bergosip merasa dirinya superior apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Mereka merasa lebih baik, lebih sempurna, lebih-lebih lainnya apabila dibandingkan dengan orang yang digosipkan. Namun, ada beberapa orang yang ikut masuk ke dalam rombongan penggosip karena mereka terlalu haus akan pengetahuan. Seakan tak cukup membaca buku pelajaran yang membosankan, mengetahui kehidupan pribadi seseorang nyatanya lebih meredakan rasa haus mereka. Seperti Irish ini, lagi-lagi dia berusaha mendapatkan berita panas mengenai Direktur Muda mereka dari sang biang onar---Adora. Pasalnya apa yang disaksikannya pagi ini begitu panas, saking panasnya, hal itu melewati perdebatan panasnya dengan Noah tadi malam. Adora yakin saat ini Irish bahkan tak ingat siapa itu Noah Octavio apabila topik pembicaraan sudah mengenai seorang Benjamin L. Maghan
Benjamin memandang lurus ke depan, melihat bentangan jalan yang sedari tadi dilewatinya. Pikirannya melalang buana, masih membekas jelas dalam kepalanya mengenai perkataan ibunya mengenai pertemuan pernikahan yang diatur untuknya. "Baiklah kalau kata Mama begitu. Aku rasa tidak ada salahnya menjalani pertemuan pernikahan ini, Ma. Atur saja jadwal temunya. Aku pasti akan datang.""Mama bersyukur kau berpikir begitu, Benjamin. Mama akan mengatur pertemuan kalian segera, lebih cepat lebih baik."Sementara itu, Adora yang duduk di sebelah Benjamin pun hanya melirikkan matanya ke arah Benjamin dan menemukan bosnya itu tengah larut dalam lamunannya. Adora mengamati ekspresi Benjamin yang datar, tampaknya laki-laki itu tidak menyadari bahwa Adora tengah memerhatikannya. Dalam hati kecil Adora, ia bertanya-tanya, benarkah perkataan Irish kemarin? "... Kalau tidak salah aku pernah mendengar rumornya. Pak Benjamin sudah memiliki anak. Sepertinya tidak. Tapi, sepertinya iya. Kalau tidak salah
Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya. Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah. Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan. Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku bai
Adora mengembuskan napasnya perlahan, merasakan sensasi menenangkan yang mulai merangkak naik dari ujung kakinya kini berusaha menguasai hampir seluruh tubuhnya. Adora menenggelamkan setengah wajahnya, indra penghidunya dapat mencium aroma lavender yang berasal dari air yang kini membasuh bagian bawah tubuhnya, aroma bunga yang menghantarkannya pada ketenangan, sementara itu telapak tangannya bermain di dalam air hangat pada permandian kolam panas hotel. Sudah lama Adora tidak merasakan ketenangan seperti ini. Seluruh otot tegangnya saat ini mulai mengendur. Adora merasa bersyukur karena Benjamin telah memberikan fasilitas ini untuknya, untuk melepas penat sejenak dari pekerjaan. Benjamin, laki-laki itu memberi Adora voucher sebelum dirinya masuk ke kamar, sebuah voucher yang mampu membuat mata Adora berbinar karenanya. Katanya sebagai bentuk apresiasi pada Adora, Benjamin memberikan voucher kolam mandi permandian panas privat untuknya. Adora tentu berterima kasih karenanya, sebab
Mendengar pintu yang terbuka tentu membuat Adora ingin melepaskan pagutan bibirnya dengan Benjamin, tetapi Benjamin seakan tidak ingin menyudahi permainan mereka, justru sebaliknya, ia malah menahan tengkuk Adora agar gadis itu tak melepaskan pertautan bibir mereka. Di pertengahan acuan permainan mereka, Adora dapat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, sontak hal itu memacu degup jantung Adora berdebar kencang. Adora menajamkan indra pendengarannya guna memperkirakan pergerakan orang lain yang bersama mereka saat ini, tetapi tindakan Benjamin yang lagi-lagi berusaha merangsang dirinya membuat fokus Adora terpecah belah, dirinya kini sedang berada di antara kenikmatan dan ketakutan yang merayap di sekujur tubuhnya. Dan, Adora merasa tersiksa karena itu. Beberapa menit berlalu, keheningan yang tadi menyapa kini mulai sirna, membuat mata Adora terbelalak saat mendengar suara orang di balik sekat, "Woah, Pak Benjamin memang yang terbaik."Betapa terkejutnya Adora mendenga
Seperti janji Benjamin, laki-laki itu melanjutkan permainan mereka. Adora sama sekali tidak diberikan istirahat oleh bosnya itu.Tangan besar Benjamin kemudian membalikkan tubuh Adora, mengubah posisi Adora yang tadi membelakanginya jadi berdiri berhadapan dengannya. Adora mengerjapkan matanya saat Benjamin tersenyum miring ke arahnya, Adora tahu niatan nakal yang bermain dalam kepala Benjamin saat ini.Dalam seperkian detik, Benjamin kemudian memasukkan alatnya ke dalam diri Adora, membuat Adora meringis kesakitan karenanya. Sisi wanita Adora berkedut, menyesuaikan diri dengan bentuk Benjamin yang panjang dan besar."Kau suka sekali mempermainkanku ya, Adora?" Benjamin melenguh saat merasakan tubuh Adora menjepit miliknya dengan kuat, membuatnya merasakan nikmat dari tubuh Adora yang kini tengah membungkus dirinya.Benjamin perlahan menggoyangkan pinggulnya; maju dan mundur secara perlahan, dan pergerakan Benjamin nyatanya berhasil membuat Adora meloloskan desahannya. Adora kemudian m
Disclaimer: part ini mungkin tidak akan nyaman bagi beberapa orang karena beberapa kata yang menyinggung seksualitas, mohon untuk kebijaksanaan dari para pembaca, terima kasih. ***Setelah mendapatkan notifikasi pesan dari Virendhra, Benjamin dan Adora berangkat menuju restoran yang dituju sekaligus pulang setelah menyelesaikan dinas mereka. Adora di tempatnya tampak gelisah sendiri, kakinya bergerak---menendang-nendang kecil udara di depannya, tentu pemandangan ini tak luput dari penglihatan Benjamin.Benjamin yang tampak tenang sedari tadi nyatanya selalu mengawasi gerak-gerik Adora, mulai dari saat gadis itu membaca pesan Virendhra sampai gadis itu berada di dalam mobil bersamanya. Tampak Adora resah karena sesuatu, apakah pengaruh Virendhra sebegitu besarnya pada Adora sampai membuat Adora gelisah seperti itu? Benjamin tidak tahu bahwa ternyata pengaruh Virendhra sebesar itu terhadap Adora. "Tenang saja," Ujar Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora. Gadis itu mengerjapka
"Maaf, apa kata Anda barusan, Direktur Wawan?"Adora mengangkat kepalanya saat suara Benjamin mengudara dalam ruangan. Tampak Benjamin memasang ekspresi serius pada wajahnya, berbeda dengan Direktur Wawan yang meringis dan tersenyum kecil."Hoho, Direktur Benjamin, tidak usah serius seperti itu, memiliki sekretaris seperti Sekretaris Adora juga aku akan senang setiap harinya. Melihat penampilannya siapa yang tidak senang? Aku akan betah melihatnya seharian, tidak hanya di kantor, bahkan mungkin di luar kantor juga. Aku tidak akan melepaskannya dari pandanganku sedetik pun."Adora mengalihkan pandangannya saat Direktur Wawan meliriknya genit. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha untuk menahan air mata yang hampir meleleh keluar dari pelupuk matanya. Seluruh tubuhnya merasa merinding saat kalimat-kalimat menjijikkan itu keluar dari mulut Direktur Wawan seakan menghinanya. "Direktur Wawan, bukankah seharusnya Anda memerhatikan kata-kata yang keluar dari mulut Anda? Melihat Anda sep