Share

4. Mandikan Aku, Ya?

Papa?

Satu kata yang menggema dalam kepala Adora saat ia membuka mata. Kedua netra Adora mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Adora kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Benjamin.

Benjamin sudah memiliki anak?

Adora menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana.

Benar-benar punya anak?

Kriet.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adora menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya.

"Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Adora?"

Sial, Adora mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---

"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."

Mendengar perkataan Benjamin, Adora lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak berdosanya, dia menyapa Benjamin seakan beberapa detik yang lalu ia tak melakukan apa-apa. "Eh Bapak, pas banget, ya. Saya baru aja bangun."

Benjamin mencebikkan bibirnya tak percaya dengan perkataan Adora, "Buru gih mandi," Perintahnya.

Namun, alih-alih menuruti perintah Benjamin, Adora masih berhela-hela di atas ranjang---sibuk memelototi tubuh Benjamin. Adora tahu dia sudah sering melihat tubuh laki-laki itu, tetapi pemandangan yang tak bisa ia tolak setiap kali ia menatap tubuh setengah telanjang Benjamin hanyalah ketika laki-laki itu selesai bebersih diri.

Gaun mandi yang masih terlilit di tubuh gagah Benjamin memberikan kesan seksi tersendiri bagi Adora. Bagaimana gaun itu menggoda Adora dengan hanya menampakkan secuil pemandangan dada bidang Benjamin yang membentuk otot gagah, bagaimana tubuh Benjamin yang masih setengah basah, dan bagaimana rambut Benjamin yang masih tak beraturan karena belum sepenuhnya kering.

Benar-benar pemandangan yang indah.

Adora menggigit bibir bawahnya seraya memberikan Benjamin tatapan menggoda, "Tapi kayaknya saat ini Saya lebih tertarik untuk menelanjangi Bapak, deh," Ujarnya dengan nada suara yang rendah.

Mendengar perkataan Adora, Benjamin menurunkan pandangan ke tubuh bagian bawahnya, tampak jelas area sana berdiri tegak---siap melahap apapun yang berada di hadapannya. Sontak, Adora mengikuti arah pandangan Benjamin.

Adora tak kuasa menahan tawa yang siap menyembur kapan saja saat melihat milik Benjamin beraksi karena kata-katanya. Dia hanya bercanda, Benjamin tentu tahu itu, tetapi sepertinya tubuh laki-laki itu tak bisa berbohong dengan apa yang diinginkannya.

Sementara itu, Benjamin yang melihat muka Adora yang kini memerah menahan tawa pun berjalan ke arah Adora ---sang pelaku yang berani-beraninya membangunkan sisi monster dalam dirinya.

Adoea yang mengetahui Benjamin sedang bergerak ke arahnya pun menggulingkan tubuhnya ke sisi lain ranjang. Namun, naas, Benjamin lebih cerdik darinya. Laki-laki itu segera naik ke ranjang dan menangkap Adora, kemudian menggulung Adora dengan selimut sehingga Adora tampak seperti sushi yang dibuat Ibunya setiap kali ia harus membawa bekal ke sekolah.

Adora yang tak terima digulung seperti sushi pun melakukan perlawanan. "Aaakh! Pak Benjamin! Lepasiinn!!!" Ia menendang-nendangkan kaki ke udara, berusaha membebaskan diri, tapi tenaga Benjamin lebih kuat darinya.

Benjamin pun membawa Adorabke dalam gendongannya. Kaki panjangnya berjalan ke arah kamar mandi yang pintunya masih setengah terbuka. Dalam hitungan jarak setengah meter, Benjamin dapat mencium aroma buah-buahan yang menguar jelas dari sana---aroma sabun yang selalu digunakan Karina setiap harinya--- dan aroma itu kini menempel juga di tubuhnya.

Benjamin memiliki aroma yang sama dengan Adora.

Mengetahui kenyataan itu, Benjamin dapat merasakan pusat tubuhnya berkedut karena memikirnya. Gila, bagaimana dia bisa 'berdiri' hanya karena aroma sabun gadis itu?

Berhenti berpikir kotor, Ben. Kamu bukan lagi anak remaja yang baru saja memasuki masa pubertas.

Benjamin berusaha menyingkirkan pikiran kotornya dan berfokus pada Adora yang berada dalam gendongannya. Tampak kini Adora sudah menyerah dan membiarkan Benjamin menaruh dirinya ke dalam bath-up.

"Sekarang bersihkan dirimu, Adora."

"Bapak emangnya gak mau membantuku membersihkan diriku?"

"Aku mau," Benjamin mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir manis dan lembut milik Adora, "Tapi, aku takut kita tidak akan berhenti hanya dalam satu permainan."

Lagi, Benjamin melayangkan kecupan-kecupan di bibir Adora, seakan tak mengikhlaskan dirinya untuk berpisah dengan Adora meski hanya sebentar saja.

Awalnya itu hanya bermula dari kecupan-kecupan ringan yang diberikan Benjamin,nnamun seiring berjalannya waktu, kecupan itu semakin dalam, membuat Benjamin segera menarik dirinya. Ibu jarinya kemudian mengusap bibir bawah Adora yang basah karenanya sembari tersenyum.

"Nah, sekarang bersihkan dirimu."

Saat melihat Benjamin beranjak pergi, Adora segera menahan gaun mandi yang dikenakan laki-laki itu, "Bapak sendiri mau kemana?"

"Pergi menenangkan 'diri'ku."

Jawaban yang diberikan Benjamin berhasil mengundang gelak tawa Adora. Adora tampak puas menertawakan penderitaan yang dialami Benjamin pagi ini yang disebabkan olehnya.

***

Seusai mandi Adora segera keluar dari kamarnya, mencari eksistensi Benjamin di apartemen dan ia menemukan laki-laki itu tengah sibuk di dapur.

Adora kemudian berjalan menuju Benjamin dan melingkarkan tangannya di pinggang Benjamin. Benjamin tampak terkejut awalnya, tapi saat ia menolehkan kepalanya ke arah Adora, Benjamin hanya memberikan senyuman manisnya pada gadis itu.

"Sudah lapar?"

"Ya, Bapak masak apa?"

"Hanya roti panggang dan telur mata sapi untuk sarapan kita."

"Kayaknya enak. Boleh Saya minta makanannya sekarang?"

"Sekarang? Ini masih panas. Lidahmu akan melepuh nantinya."

"Tidak apa-apa, nanti Bapak akan sembuhkan dengan kasih sayang Bapak, bukan?"

"Adora ...." Benjamin memperingati Adora untuk tidak menggodanya, mengingat ia baru saja menuntaskan kegiatan solonya setengah jam lalu, tidak mungkin ia harus melakukannya lagi, kan?

"... Sekarang pergi ke mejamu, biarkan aku menyiapkan sarapan kita, okay?"

Pada waktu yang bersamaan, Benjamin dan Adora mendengar suara pintu apartemen yang terbuka dan dibanting dengan keras. Tak lama setelahnya, nampak Irish yang sibuk membawa kopernya masuk ke dalam apartemen dengan ekspresi kesal.

"RAAAA!!! Lu tau enggak apa yang tadi malem Noah omongin ke gua? Si sialan itu minta putus karena katanya lagi fokus sama penelitiannya! Sialan emang! Gua yakin itu cuma alasannya dia doang biar gua enggak tinggal bareng dia. Brengsek banget, kan? HAH! GUA BENCI BANGET SAMA NOAH!"

Setelah puas menyerapah, Irish baru menyadari bahwa dirinya tak kunjung mendapat tanggapan, Irish kemudian mengalihkan pandangannya dari koper besar yang dibawanya dan betapa terkejutnya ia menemukan pemandangan pagi di apartemennya kala itu. Mulutnya menganga dengan mata terbelalak saat menemukan Adora masih memeluk Benjamin dengan apron di tubuh laki-laki itu.

Melupakan rasa kesalnya, Irish segera menyapa Benjamin dengan formal. "S-selamat pagi, Pak. Sepertinya Saya masuk di waktu yang tidak tepat lagi, ya? "

"T-tidak." Benjamin segera melepaskan kedua tangan Adora yang memeluknya. "Kamu pasti lapar, kan, Nona Irish? Kebetulan Saya membuat dua porsi. Makanlah."

Setelah berujar kepada Irish, Benjamin kemudian beralih ke Adora, "Makanlah sama Nona Irish, Adora. Saya pergi dulu. Terima kasih atas waktumu sebelumnya," Ujar Benjamin sembari melepaskan apron nya dan berlalu pergi meninggalkan Adora dan Irish yang masih memproses keadaan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status