Irish terkejut saat dirinya mendapati penampakan yang dilihatnya saat ini. Ialah sebuah restoran mewah yang terpampang di depan mata yang nyatanya sekali makan saja di sana mampu merogoh kocek dengan harga yang sangat fanstatis. Irish kemudian meneguk ludahnya sendiri kala melihat nama restoran yang terpajang jelas di pintu depan bangunan itu. Irish yakin bahwa sekali saja ia melihat daftar harga makanan yang ada di restoran itu, dia akan meronta sedih, sebab harga makanannya yang setinggi langit itu akan membuat uang di kantungnya seketika ludes, bahkan dua kali gajinya saja mampu menghabiskan satu kali makan di sana. Dalam keadaan yang masih belum siap dan masih memproses keadaan, Irish kembali dikejutkan, kali ini oleh suara pintu mobil yang terbuka dan ia menemukan Benjamin tengah tersenyum ke arahnya. Kalau saja Irish tidak terikat dengan Noah ataupun dia tidak tahu apa yang terjadi di antara bosnya dengan Adora, Irish mungkin akan salah tafsir dengan sikap manis
Adora tidak dapat melepaskan senyuman di bibirnya tatkala dirinya mengingat kembali reka kejadian di restoran tadi, kala Noah melamar Irish. Irish tampak begitu menikmati waktunya dalam perasaan senang bersama Noah, membuat Adora merasa ikut bahagia dengan temannya itu.Setelah menghabiskan makanan malamnya, Adora dan Benjamin pergi terlebih dahulu meninggalkan Irish dan Noah, sengaja membiarkan kedua sejoli itu menikmati waktu berdua. Dan seperti biasa, Benjamin mengantarkan Adora ke apartemennya seperti hari-hari sebelumnya. Pun kala mobil hitam milik Benjamin berpijak dan berhenti tepat di depan gedung apartemen Adora, gadis itu segera bersiap untuk melepaskan seatbelt yang sedari tadi mengungkung dirinya. Namun, gerakan Adora terhenti saat Benjamin memanggil namanya. "Adora ..."Adora mengalihkan pandangannya ke arah Benjamin yang kini sebagian wajahnya tidak terlihat jelas akibat pencahayaan lampu yang tidak sepenuhnya mengarah ke laki-laki itu, tetapi Ad
Irish hampir menyemburkan makan siangnya saat itu kala dirinya mendengar ucapan yang baru saja dilontaekan oleh Adora. Melihat reaksi Irish yang berlebihan terhadap perkataannya membuat Adora sontak melihat sekeliling, memastikan apakah orang-orang di sekitar, apakah sedang memerhatikan mereka atau tidak. Beruntungnya, jam makan siang kala itu membuat para pegawai berfokus dengan kegiatan mereka masing-masing. "Apa benar yang baru saja kudengar tadi, Adora? Pak Benjamin, dia ....""Ssst! Kecilkan suaramu.""Tenang saja, semua orang tahu bahwa aku memang seperti ini. Tidak akan ada orang yang peduli sekalipun aku berteriak seperti orang kesetanan juga."Adora terdiam, membenarkan perkataan Irish dalam hati. Irish memang selalu memberikan reaksi heboh pada setiap sesuatu yang dia dengar dan suaranya juga menggelegar, tetapi masalahnya, topik yang saat ini mereka sedang bicarakan adalah Benjamin, si pusat perhatian. "Jadi, kau dan Pak Benjamin akan pergi hari ini untuk membeli hadiah a
1 Pesan MasukDari: Irish Ayyara Silakan nikmati waktu kalian berkencan. Aku tahu kalian sedang fase yang sedang panas-panasnya, tapi tolong tahan gejolak kalian nanti. Jangan sampai aku mendapatkan keponakanku lebih dulu dari pernikahanku. Adora tertawa saat melihat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Irish kepadanya. Sedikit merasa geli dengan apa yang dikatakan Irish. Irish, temannya itu, berpura-pura seakan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, padahal kenyataannya justru sebaliknya, Irishlah satu-satunya orang yang tahu mengenai hubungan khusus Benjamin dan Adora. "Apakah ponselmu itu sekarang lebih penting daripada aku, hm?" Suara berat dan bariton yang terasa familiar itu berhasil menarik perhatian Adora dan membuat gadis itu menjauh dari ponselnya. Mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Benjamin, laki-laki yang kini duduk di sebelah Adora, membuat Adora segera mematikan ponselnya dan berfokus kembali pada Benjamin yang tengah menyetir menuju tempat tujuan mereka. "
"Oh, kebetulan sekali Anda menanyakan gaun ini, Nona." Pegawai di outlet baju itu tersenyum lebar saat mendengar pertanyaan Adora mengenai spanduk gaun yang dipajang oleh toko itu."Gaun ini adalah gaun edisi spesial dari toko kami. Kami memasukkannya ke dalam fairytale edition, dan banyak orang tua yang membelinya. Kalo boleh tau, ukuran baju anaknya berapa, Nona?"Adora hanya tersenyum ringan saat pegawai outlet itu mengira Adora yang ingin membelikan gaun mereka untuk anaknya. Ia kemudian menoleh ke arah Benjamin.Benjamin yang mengerti arti tatapan Adora pun menjawab pertanyaannya, "Ukuran 10.""Baik, Tuan. Mari dilihat-lihat dulu. Kami memiliki beberapa koleksi di sini."Pegawai toko itu menuntun Benjamin dan Adora ke display baju yang ada di sana.Ada tiga pakaian yang menarik perhatian Adora.Pakaian pertama adalah gaun berwarna salem tanpa lengan yang memiliki border bunga penuh di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya polos dengan ciri khas kain sifon. Gaun ini memiliki c
Adora menutup tirai ruang tempatnya berganti baju, kemudian membuka pakaian yang dikenakannya dan menggantinya dengan gaun yang dipilihkan Benjamin untuknya. Dalam sekejap, Adora dapat melihat cermin panjang di depannya kini memantulkan cerminan dirinya yang saat ini tengah menampakkan kulit telanjang bagian atas dadanya.Lantas hal itu tak membuat Adora berhenti untuk menggerakkan kedua tangannya. Ia melanjutkan kembali kegiatannya membuka satu-per satu kancing pakaiannya seraya menghela napas kala kedua netranya menatap ke arah gaun-gaun yang tergantung di belakangnya.Pada akhirnya Adora membawa kedua gaun yang dipilih Benjamin untuknya atas permintaan paksa atasannya itu.Benjamin bilang dia tidak bisa memilih antara kedua gaun itu, karena mereka tampak cantik di tubuh Adora.Adora juga setuju, kedua gaun yang dipilih Benjamin itu memang sangat cantik. Wajar saja Benjamin sampai kebingungan memilih salah satu di antara keduanya.Tunggu sebentar, dua gaun? Benjamin benar-benar memb
Setelah mengantar Adora pulang, Benjamin segera mengemudikan mobilnya ke rumah. Sesekali Benjamin melirikkan matanya ke arah bangku penumpang yang ada di belakang. Setiap kali ia melakukan hal itu, senyum selalu mengembang di kedua sudut bibirnya.Perasaan menggelitik selalu saja menghampiri Benjamin setiap dia mengingat Adora yang baru saja memberi bantuan dalam memilih hadiah untuk Fara.Benjamin ingin cepat-cepat membawa hadiah pertama yang disiapkannya itu ke hadapan Fara dan melihat reaksi anak perempuannya itu. Apakah Fara akan sama senangnya seperti Benjamin?Tanpa sadar Benjamin menekan pedal gas mobilnya dengan kekuatan lebih dan membawa kendaraannya berpacu dan membelah jalan.Fara, tunggu Papa, Sayang.***Sesampainya Benjamin di rumah, Fara yang mengetahui suara mesin mobil Benjamin memasuki perkarangan rumah pun segera keluar dan menyambut ayahnya."PAPAAAA!!!"Seru Fara saat menyapa Benjamin yang baru saja mematikan mesin mobilnya di halaman depan rumah. Melihat senyum Fa
"Benjamin, hari ini kamu jadi mengantar Fara ke Dokter Vania, Nak?" Adalah pertanyaan yang datang dari Thalita saat mereka bertiga sedang menyantap sarapan pagi di meja makan.Benjamin yang ditanya pun segera menjawab pertanyaan sang ibu, "Jadi, Ma.""Perlu Mama anterin juga enggak?" Thalita menawarkan, biasanya memang Thalitalah yang menemani Benjamin saat memeriksa keadaan Fara ke rumah sakit.Semenjak Benjamin menjadi orang tua tunggal Fara, sosok Thalita lah yang memang kerap kali membantu Benjamin mengurus Fara. Thalita sangat perhatian dengan tumbuh kembang Fara, cucu satu-satunya itu.Selain itu, Thalita juga turut andil dalam memilihkan sekolah tempat Fara mengenyam pendidikan, bahkan pakaian, hadiah, berikut juga dokter langganan, dan lain sebagainya untuk cucunya itu. Peranan Thalita memang begitu besar dan kuat dalam hidup Fara dan sejujurnya Benjamin sangat terbantu untuk hal yang satu itu. Menjadi orang tua tunggal di usia muda merupakan pengalaman yang tak mudah bagi Ben