Share

Enam

Tak berapa lama, Anwar sang IT datang ke ruangan mereka. Srikandi mempersilakan Anwar untuk mengerjakan tugasnya. Dia berdiri tak jauh dari sana. Hanya butuh waktu lima menit buat IT handal itu mereset ulang username dan password komputernya.

“Sri, masukin password barunya,” ucap Anwar setelah selesai. Dia bergeser dari tempat duduk Srikandi.

“Pak Juna, mari Pak,” Anwar berpamitan pada Arjuna yang tengah duduk tanpa memperhatikan keberadaannya. Namun lelaki itu hanya berdehem tanpa meliriknya.

“Makasih ya, Mas, maaf ngerepotin pagi-pagi,” ucap Srikandi sambil tersenyum. Anwar mengangguk.

“Besok aku beliin sarapan deh, ya, buat ucapan terima kasihnya,” ucap Srikandi.

“Aku yang seperti biasa aja kalo mau beliin,” ucap Anwar menghentikan langkahnya yang sudah hendak meninggalkan ruangan. Kemudian dia merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya. Diambilnya uang lima puluh ribuan satu lembar.

“Nih, tapi jangan kesiangan ya!” Dia memberikan lembaran itu pada Srikandi. Gadis itu tersenyum dan menerimanya. Anwar terus berjalan meninggalkan ruangan itu.  Srikandi kembali duduk di meja yang berseberangan dengan bosnya.

“Kamu kenapa ambil duitnya, si Anwar?” Ternyata Arjuna memperhatikannya.

“Emmh ... iya, Pak, kenapa?” Srikandi yang belum fokus menoleh pada bosnya. Arjuna membuang napas kasar sambil melirik sekilas pada sekretarisnya.

“Itu, duitnya si Anwar kenapa kamu ambil?” tanyanya lagi.

“Buat beli sarapan besok, Pak,” ucapnya ringan tanpa menoleh. Dia tengah fokus membetulkan dua slide presentasi yang kemarin Arjuna minta perbaiki.

“Bukannya kamu yang ditolongin dia, kenapa kamu malah ngambil duitnya dia?” Arjuna mengerutkan dahi tidak mengerti dengan pola pikir Srikandi.

“Iya, kan besok saya gantian nolongin dia beliin sarapan Pak, beliin bukan berarti harus bayarin lho, Pak,” ucap Srikandi lagi ringan,  sambil tetap fokus pada laptopnya.

“Jadinya kamu dibayarin ‘kan sama Anwar?” Arjuna kembali bertanya.

“Yang bayarin kan, Mas Anwar, kenapa Bapak yang sewot sih?” Srikandi mengerucutkan bibirnya. Arjuna menghela napas panjang.

“Pak, saya siapkan meeting room dulu ya.” Srikandi berdiri sambil membawa laptopnya menuju ruang meeting. Arjuna diam tidak menyahut. Srikandi hanya mengedik tidak peduli, kemudian berlalu.

Baru saja keluar pintu ruangan, dia bertemu seseorang yang sangat dihormatinya di sana. Tuan Bagaskara, tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan.

“Pagi Pak Bagas!” Srikandi mengangguk sopan pada sang pemilik perusahaan tersebut.

“Pagi Sri, gimana, lancar kerjaannya?” Sang pemilik perusahaan tersenyum dan menyapa ramah.

“Alhamdulilah lancar, saya permisi dulu Pak, mau menyiapkan ruangan meeting.”  Sementara itu Tuan Bagaskara masuk ke ruangan menemui putranya, Arjuna. Pembicaraan keduanya terlihat serius, dari raut wajahnya Arjuna terlihat kesal dengan kedatangan ayahnya.

Sementara itu Srikandi bergegas ke meeting room. Dia menyiapkan layar presentasi dan dihubungkan pada layar televisi 110 inchl, yang memang disediakan untuk meeting. Layar tersebut biasanya dipakai untuk teleconference dengan customer, baik lokal maupun luar negeri yang tidak bisa bertatap muka. Sebuah perangkat logitech group keluaran terbaru juga terpasang di sana.

Srikandi menelpon bagian general cleaning dan meminta disiapkan minuman dan beberapa jenis camilan yang biasanya disajikan dalam toples beling bening dan elegan. Tempat tertutup dan bagus itu ternyata cukup efektif membuat makanan yang disajikan bertahan cukup lama, karena tamu merasa segan untuk mengambilnya.

Pukul sembilan kurang sepuluh menit, semua settingan ruang meeting sudah selesai. Arjuna sudah duduk di sana dengan mengenakan jas dan dasi yang senada. Terlihat gagah dan tidak membosankan jika dipandang. Namun sayang, tidak ada senyuman yang melintas di wajahnya, sepertinya suasana hatinya bertambah tidak baik semenjak kedatangan Tuan Bagaskara tadi ke ruangannya.

Akhirnya tamu mereka datang. Setelah berbasa-basi, mereka melanjutkan meeting. Arjuna mempresentasikan slide demi slide dengan gamblang, jelas, tegas dan penuh kepercayaan diri. Memang aura leadership dan kemampuan public speaking Arjuna patut diacungi jempol. Dia menjadi orang yang 180 derajat berbeda dengan Arjuna yang selalu memasang wajah dingin dan jutek terhadap sekretarisnya. Arjuna yang di depan sana terlihat memukau dan elegan.

Srikandi terpana menatapnya. Sejenak dia lupa jika manusia yang kini tengah menjadi pusat perhatian itu adalah bos yang menyebalkan. Pada awal dia menjadi sekretaris, wanita itu sering sekali menangis seorang diri, menumpahkan kekesalan yang terpendam pada perlakuan manusia beku yang selalu membandingkannya dengan Cantika, mantan sekretaris sekaligus kekasihnya.

Lamunan Srikandi buyar. Arjuna menutup presentasi dan memanggilnya untuk menyiapkan akomodasi untuk tamunya. Wanita itu segera memesan mobil ke bagian general affair untuk mengantar tamunya makan siang. Dengan ekspresi yang sudah kembali dingin, Arjuna meminta Srikandi membawakan laptop dan berkas meeting miliknya, kembali ke ruangan. Sementara dia menemani tamunya untuk mencari udara segar di smoking area yang masih sepi.

[Sri, makan siangnya cancel, mereka minta entertain di hotel XXX untuk malam ini, sama bookingkan juga karaoke room VIP.] Chat diterima Srikandi. Wanita itu yang baru saja keluar dari ruangan GA memutar tubuhnya kembali. Dia menghampiri lagi mbka Isnawati untuk membatalkan pesanan.

“Mbak Isna, driver operasionalnya cancel, siang ini, pindah ke sore,” ucap Srikandi. Wanita yang dipanggil Isna itu menoleh.

“Lho, kenapa? Kebiasaan,” gerutunya sambil menoleh pada gadis yang baru saja tiba kembali ke tempatnya.

“Pindah ke malam Mbak, jadinya makan malam di hotel XXX, standby satu supir aja, mereka berangkat sendiri biasanya,” ucap Srikandi sambil tersenyum.

Kemudian dia berlalu menuju ruangannya kembali. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11.45, berarti lima belas menit akan istirahat. Srikandi menata meja dan membereskan file-file yang berserakan. Sesekali dia menatap wajah dingin bosnya yang terlihat sangat tidak bersemangat.

Akhirnya pekerjaan kantor hari itu selesai. Sri mengirimkan pesan pada Bisma yang terlihat sudah bersiap-siap untuk pulang.

[Mas Bisma, aku ada acara entertain dengan bos-bos jepang PT Sakura. Makan malamnya digeser aja ya, tapi aku tetep tagih ya nanti.] Tulis Srikandi. Terlihat Bisma memeriksa ponselnya dari ruangan sebelah.

[Oh gitu, baiklah.] Tulisannya dilengkapi emoticon kecewa.

[Aneh.] Balas Srikandi.

[Kenapa?] Balas Bisma cepat.

[Orang ga jadi dipalakin kok malah ngasih emot kecewa.] Tulis Srikandi.

[Soalnya kalo ngasih emot seneng, nanti malakinnya bisa nambah, hahahaha.] Balas Bisma.

Srikandi menatap Bisma di ruangan sebelah yang sudah memasukan ponselnya dan berjalan meinggalkan ruangan. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum.

“Hati – hati,” ucapnya tanpa suara karena ada seseorang yang wajahnya ditekuk sedari tadi di depannya. Bisma membalas lambaian tangannya dan tersenyum juga ke arahnya. Entah mulutnya berucap apa, karena sama tanpa suara. Srikandi hanya mengangguk saja walau dia tidak mengerti. Dia tidak sadar, sudut mata Arjuna menatapnya tidak suka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status