Share

Siapa Dia?

 

 

"Mas, cepat pulang ya. Aku takut ..."

 

Terdengar kekehan khas suamiku dari seberang sana.

 

"Serius, Mas. Ada sesuatu yang terjadi di sini."

Aku berusaha meyakinkannya. 

 

"Memangnya apa, yang terjadi?" Kali ini nada suaranya lumayan terdengar serius.

 

Aku berpikir sebentar. Haruskah aku bilang hal ini pada suamiku? 

 

"Irma, Mas ..."

 

"Irma?"

 

"Itu, tetangga sebelah rumah ..."

 

"Lalu, kenapa dengan tetangga kita itu, sayang? Hingga dirimu terdengar cemas begitu?"

 

"Dia, pergi tiba-tiba, Mas."

 

"Lho, dia yang pergi kok, kamu yang ketakutan?" 

 

"Tap-tapi seperti terjadi sesuatu, Mas."

 

Terdengar hembusan nafas kesal dari seberang. Apa aku terlalu berlebih-lebihan? Tetangga yang pergi, aku yang panik sendiri. Mungkin ia berpikir seperti itu.

 

"Apa yang mungkin terjadi padanya, Mala? Lagi pula itu bukan urusan kita. Inilah maksudku kemaren. Jangan terlalu mendengarkan omongan tetangga. Jadi, kamu jugakan yang repot sekarang. Memikirkan hal-hal yang tidak perlu ..."

 

"Mas ..."

 

"Akan aku usahakan pulang cepat nanti. sekarang, tenangkan dulu dirimu, tidak kerlu memikirkan hal yang tidak penting ..."

 

Apa yang dikatakan Mas Pandu itu benar juga. Tidak seharusnya aku terlalu memikirkan kepergian Irma, lantas mengait-ngaitkan dengan hal yang akan membuatku parno begini.

 

                  -------------------------------------

 

Sekitar jam 11 malam, terdengar pintu pagar rumah terbuka. Ah, syukurlah. Akhirnya Suamiku itu pulang juga. Maksudnya, pulang lebih cepat itu adalah jam segini ... tapi sudahlah, mungkin memang pekerjaannya yang mengharuskan ia begitu.

 

Aku sengaja menunggunya di kamar. Seperti yang sebelum-sebelumnya. Ia pasti sudah mengira aku tertidur. Dan  bukan tidak ia mungkin akan langsung 'menggarapku' tanpa membangunkan.

 

 Karena, seingatku dari semenjak malam pertama kami dulu ia akan menunggu aku terlelap kemudian ia baru datang dalam keadaan kamar yang gelap gulita untuk menggauliku. 

 

  Namun, sekarang aku sedang tidak ingin. Moodku hilang, aku hanya ingin berbincang-bincang saja dengannya. Ya, begitu banyak yang harus dibicarakan.

 

Aku sebenarnya juga ingin merasakan indahnya bercanda saling bicara dari hati ke hati, saling menatap sebelum melakukan ritual intim suami istri. 

 

Tetapi terlepas dari semua itu. Suamiku itu tidak pernah sekalipun membuat aku kecewa. Ia selalu mengantarku pada rasa yang begitu indah. Membuatku selalu menjerit kesenangan, sehingga aku selalu tergila-gila dan mendamba akan sentuhannya yang selalu terasa  misterius itu.Mungkin karena itu juga aku tidak pernah protes padanya.

 

Walau tidak bisa dipungkiri. Sebagai wanita muda yang terkadang mempunyai imajinasi liar,  hasrat untuk melihat ekspresi wajah Suamiku yang tampan itu, saat melakukan kegiatan transfer energi yang mendebarkan begitu besar. Walau sampai sekarang aku belum sempat mengutarakan padanya.

 

Benar saja, terdengar pintu  terbuka. Ia mengusap kepalaku sebentar, lalu pergi lagi. Tidak lama terdengar suara gemercik air dari kamar mandi.

 

Aku masih menunggu. Menahan rasa ingin tahu apa saja yang dilakukannya. Sebenarnya bukan apa-apa, seharusnya aku tidak begini. Ngapain juga pura-pura tidur kalau cuma mau sekedar bicara.

 

Tetapi entah kenapa hati kecil, menyuruhku untuk begini. Dan aku menuruti saja. 

 

Klek.

 

Terdengar kontak lampu dimatikan. Benarkan, ia akan segera mulai lagi.

 

Aku berdebar menunggunya di tempat tidur sambil menerka, akankah aku sanggup menolak hasratnya itu nanti? Tetapi sudah berlalu beberapa menit, belum juga ada tanda-tanda ia akan menaiki ranjang.

 

Aku tidak tahan dengan rasa sesak karena gelap sehingga selimut yang dari tadi menutupi separuh kepala, kusibakkan hingga ke dada. Mengubah posisi yang dari tadi miring menjadi telentang.

 

Sepi. 

 

Aku meneliti ruangan gelap ini, aneh ... Seperti tidak ada orang selain diriku di sini.

 

Kemana, Mas Pandu tadi? Kenapa ia mematikan lampu kalau ia tidak akan tinggal di kamar. Dia sangat tahu aku begitu takut kegelapan kalau tidak bersamanya. Ah, mungkin saja ada sesuatu yang diambilnya kedapur.

 

Karena kulihat pintu kamar terbuka, sepertinya lampu ruang tamu juga sudah mati, hanya cahaya remang-remang dari lampu teras yang sedikit memberi penerangan di luar.

 

Hatiku kembali lega, ketika mataku menangkap sebuah bayangan memasuki kamar. Aku buru-buru merebahkan badan dan memejamkan mata.

 

Terdengar suara khas pintu di tutup. Lalu ia sepertinya membuka sebuah laci, suara semprotkan parfum ditangkap oleh telingaku. Ah, ia memang selalu wangi setiap kali akan 'mendatangiku'

 

 Aku menahan napas ketika tubuhnya berat itu, melesakkan kasur di sebelahku. Wangi khas menyeruak indra penciuman.

 

Mulanya ia membelai rambutku dengan lembut, lalu ia mulai mengecup kening. Tangannya perlahan menyelusup ke dalam selimut, menyentuh tubuhku yang hanya berbalut baju tidur tipis.

 

Rasa hangat sontak menjalari seluruh persendian tubuhku, ketika tangan itu bergerak liar di area tubuhku yang sensitif. Aku menggigit bibir agar tidak ada suara apapun yang lolos dari mulutku. Sepertinya Mood yang kubilang tadi tidak ada, sekarang ber-berlomba-lomba datang menyerbuku. 

 

Ia meraih tubuhku yang tadi membelakanginya menjadi telentang. Sungguh aku seakan tidak bisa mengatasi semua ini, rasanya pertahananku akan segera bobol. Tangan yang terasa kekar itu semakin menjadi, sementara deru nafas kasarnya  di leherku semakin mengantarku pada ketidak sadaran. Sudah dipastikan kalau keinginanku untuk bicara dengannya malam ini, hanya tinggal omongan saja.

 

Tiba-tiba di saat-saat terakhir aku akan menyerah, aku menyadari sesuatu yang selama ini mengganjal  di hati. Dan tentu saja sekarang ini aku dalam keadaan sadar.

 

Cepat aku meraba bagian tubuhnya yang selama ini membuatku berpikir yang tidak-tidak. Bahunya yang  lebar, lalu beralih ke lengannya yang terasa begitu keras dan berotot. Tanganku bergerak cepat ke dadanya ...

 

Belum sempat jemarikuku mengusap dadanya itu, tanganku tiba-tiba di sambar oleh telapak tangannya yang begitu kuat. Lalu menekan dengan sangat posesif ke bantal.

 

"Gadis nakal ...."

 

Deg.

 

Jantungku benar-benar seakan berhenti berdetak.

 

Seluruh persendianku terasa mencelos. 

 

Suara ini ... Begitu berat dan serak.

 

Walaupun mungkin suamiku sedang di landa gairah yang begitu besar, tidak mungkin suaranya juga akan berubah sedrastis ini.

 

Rasa suamiku tidak memiliki otot lengan sekeras itu ...

 

Ya Tuhan ... siapa ini sebenarnya?

 

Sementara ia semakin menggila, dan aku hanya bisa pasrah, tubuhku begitu lemas, dengan suara yang tercekat di tenggorokan .... 

 

***

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status