"Mala, kok pengantin baru selalu kedatangan tamu setiap malam dan baru pergi dini hari, sih? Kapan ena-enanya kalau begitu?" "Ah, nggak pernah ada tamu kok," sanggah Nirmala. "Terus siapa yang kulihat setiap pagi keluar dari rumahmu? Nggak mungkin hantu kan? Apalagi tamumu itu kelihatan seksi sekali, bertubuh tinggi lagi kekar dengan bulu-bulu jantan di rahangnya yang terlihat super uwu wu ... pokoknya terlihat macho sekali deh! Bahkan walau aku sudah memiliki suami dan anak masih saja aku berhayal ingin memiliki kekasih yang seperti itu .... " Kehidupan pernikahan Nirmala yang bahagia selama 3 bulan harus terusik oleh pernyataan seorang tetangga, yang membuat semuanya menjadi misteri di sekitarnya, hingga dia menyadari sebuah kenyataan menakutkan yang dirahasiakan suaminya.
View More"Mas, semalam, kamu begitu hebat. Aku benar-benar mabuk kepayang dibuatnya,"
Aku bergelendot manja di lengan suamiku, sembari berjalan beriringan ke garasi.
"Oh jadi, hanya semalam aku yang hebat? Malam-malam sebelumnya, tidak?" tanyanya, mengedipkan sebelah mata tajam itu padaku.
Aku tersipu, merasa malu kenapa harus membahas hal ini saat ia mau pergi kerja.
"Ah, bukan begitu. Kamu selalu hebat di setiap percintaan kita. Hanya saja semalam lebih agak gimana gitu ..." ucapku terbata sambil memainkan dasi di dada bidangnya itu.
"Gimana apanya?" godanya, pura-pura tidak tahu, tangannya meraih pintu mobil, sementara tangan yang lainnya masih merangkul pinggangku.
Ia masih menatapku. Aku gugup dibuatnya, lalu sebuah c**man hangat, mendarat di kening.
"Mulai sekarang katakan saja permainan seperti apa yang kamu mau, maka suamimu ini akan mewujudkan untukmu." bisiknya manja di telingaku. Membuat buku di sekujur tubuhku meremang.
Sudah dipastikan mukaku merah padam. Harusnya aku tidak membicarakan ini padanya tadi. Ujung-ujungnya aku juga yang kena batunya. Aku tiba-tiba saja merasa menjadi istri yang genit.
Namun, mau bagaimana lagi, aku begitu kagum dengannya semalam, tentu saja sebelumnya ia juga sangat perkasa, ia selalu membuatku kewalahan. Tentu saja aku tidak bisa langsung memujinya, karena aku sudah begitu kelelahan dan keburu tidur.
"Hari ini, kamu istirahat saja. Jangan lakukan kegiatan apa-apa. Aku yakin sekali istriku ini sangat kelelahan, dan kalau masih punya tenaga, kita akan kembali bermain malam ini. Bagaimana, sayangku?"
Aku semakin memerah karena perkataannya itu. Wajahku tertunduk dalam tidak berani menatap wajah tampannya itu.
"Kenapa?" Kekehannya terdengar geli.
"Aku, malu, mas," Aku mencebik membuang pandangan.
Lelakiku ini semakin memperpanjang kekehannya, lalu ia meraihku kedalam pelukannya yang selalu hangat.
"Malu?"
"Hammm ..." gumanku, masih enggan menatapnya, aku lebih memilih merapikan krah kemejanya yang tidak kusut.
Lalu ia menunduk, mer*up bibirku. Lama, hingga aku ters*ng*l.
"Sekarang sudah tidak malu lagi kan?"
"Ah, Maas ..." Aku benar-benar kelabakan dibuatnya. Lantas memukul dadanya pelan.
" Sekali lagi kamu bilang malu, maka aku tidak akan ke kantor hari ini." Aku gemetar mendengar ancaman manis itu. Terasa ibu jarinya membel*i bibirku yang bengkak oleh ulahnya.
Sepertinya mungkin begitulah yang terjadi di setiap pagi para pengantin baru. Pernikahan kami yang baru berusia tiga bulan ini tidak luput dari candaan kemesraan setiap harinya.
Apalagi, Mas Pandu selalu sibuk di siang hari dengan pekerjaannya, sehingga kami hanya punya waktu malam dan pagi hari untuk menghabiskan masa-masa indah manisnya bulan madu. Walau hanya sekedar di tempat t*dur.
Aku menatap penuh harap mobil suamiku yang meluncur dari perkarangan menuju jalan raya, semoga siang ini segera berlalu, segera berganti dengan malam agar ia cepat kembali, lalu suamiku itu akan kembali membuatku jadi wanita yang paling bahagia di atas dunia ini.
----------------------------
"Idiih, pengantin baru. Selalu bersemi lehernyanya setiap pagi," celetuk Irma, tetangga sebelah rumah yang usianya sebaya denganku, hanya saja ia sudah mempunyai anak berumur 4 dan 2 tahun.
Aku tersenyum, cepat-cepat menutup bagian leherku yang dimaksudnya dengan rambut. Ah seharusnya tadi aku keluar pakai kerudung jadi Irma tidak akan sempat meledekku.
"Ah, jangan malu begitu, Mala. Namanya juga pengantin baru." Katanya lagi.
Sebenarnya aku tidak malu dengan Irma, tapi takut nantinya Abang tukang sayur itu mendengar pembicaraan kami, tapi sepertinya tidak. Si Abang malah sibuk mengatur tata letak dagangannya.
"Eh, biasanya pengantin baru itu, bisa melakukan beberapa kali semalam, kamu juga nggak sih?" bisik Irma kepo. Oh, ngapain sih nanya-nanya kan dia pernah juga jadi pengantin baru.
Aku hanya tersenyum menanggapi ocehan ibu muda ini, tanpa berniat menjawab segala keingintahuannya. Maklum aku baru di sini, jadi merasa belum pantas aja ber ha hi dengan tetangga, takut salah bicara.
"Oh ya, Mala. Kamu sering kedatang tamu malam-malam, ya." Pertanyaan yang membuat kegiatanku memilah sayur jadi terhenti.
"Tamu?" Aku menatapnya heran, perasaan selama tinggal di sini, kami belum pernah kedatangan tamu malam hari, jangankan malam, siangpun jarang. Selain tukang galon.
"Ia datang, sekitar jam 12 malam lalu pergi menjelang subuh, siapa sih? Kasihan pengantin baru, masa ada gangguan terus? Kapan ena-enanya?"
Keterangan Irma benar-benar membuat dahulu berkerut, tapi aku tidak benar-benar menanggapinya. Mungkin saja ia salah lihat, batinku. Tamu apa? Orang setiap malam aku hanya aku berdua dengan suami mereguk kenikmatan, hak mutlak yang telah diberikan Tuhan.
"Tamumu, itu terlihat sangat macho ya, Mala. Aku tidak pernah melewatkan mengintipnya. Jambang di rahang serta tubuhnya yang terlihat bebal itu benar-benar super uwu wu. Ah, bahkan sampai aku beranak dua sekarangpun, aku masih menghayal mempunyai suami seperti itu. Oh ya Tuhan, maafkan hambamu ini ..." ucapnya, disusul tawa lepas yang begitu berderai.
Berjambang halus? tubuh bebal? Ah hatiku tiba-tiba berdetak tidak enak. Kenapa seperti aku merasa tidak asing dengan ....
"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah m
Pov narator ( Bagian akhir) "Kalau kau terus saja melakukan ini, bisa-bisa bayi kita lahir prematur...." Lirih ucapan Nirmala di sela helaan nafas memburu, seluruh tubuhnya tidak lagi memiliki tenaga, pasrah ketika sang suami mengangkat dirinya untuk menyingkirkan seprey yang telah basah oleh cairan cinta yang berasal darinya. Giantara terkekeh senang, setelah kain putih itu teronggok di lantai sepenuhnya, ia kembali meraup tubuh polos istrinya ke dalam pelukan, mengecup pucuk kepala dan dibagian manapun ia suka, jemarinya pun membelai perut buncit yang terasa masih menegang akibat pelepasan beruntun yang di alami wanita itu. "Nggak lah sayang, justru bayi kita akan semakin kuat dan lincah, lagipula kan dokter menyarankan jika di trimester terakhir ini kita harus sering melakukannya," Giantara mengusap sisa-sisa keringat yang masih menempel di sekitar wajah Nirmala, merapikan rambut panjang yang lembab, menyatukan ke belakang hingga dada dan leher seputih pualam dan sehalus sutera
Tidak dapat kuhindari, lengan kekar itu telah meraup tubuhku ke dalam dekapan dadanya, dan dapat terdengar jelas gemuruh hebat dari dalam sana, helaan nafasnya pun begitu berat begitu sesak terhempas di pucuk kepala. Ia mengecup berkali-kali di ubun-ubun, memeluk begitu erat seakan kami tidak berjumpa bertahun-tahun. "Pergilah Joana, aku mohon bawa putrimu, biarkan dia hidup dengan tenang di sisiku ... aku siap menerima hukuman apapun karena telah mengusir anakku tapi sungguh aku tidak bisa ditinggalkan oleh wanita ini," Ia bicara putus-putus di tengah helaan nafasnya yang memburu.Aku terbungkam, yang tadi hendak membebaskan diri dari pelukannya yang memabukkan menjadi tidak bisa lagi menggerakkan otot-otot tangan. Ia tengah menyeruak pada ceruk leherku, begitu terasa nafas berat terhempas membelai, seiring pelukannya yang kian mengetat, lalu kulitku menemukan rasa hangat yang lain tersebab tetesan air matanya. Aku termenung, tidak lagi mampu bicara atau melakukan sesuatu, seme
Seperempat jam sejak panggilan di ponsel itu, suara kedatangan mobil telah terdengar menderu. Aku yang memang sengaja menanti kedatangannya di balkon melihat kendaraan tersebut diparkir asal di perkarangan. sekejap kemudian lelaki itu telah mengeluarkan diri dari sana, menghempas pintu mobil dengan kekuatan penuh lalu langkah panjang setengah berlari membawa tubuhnya dengan cepat memasuki rumah.Hitungan menit dia sudah muncul di kamar yang begitu kacau, barang-barang Joanna berserakan dan barang-barangku masih belum selesai mereka kemas. Raut pria itu begitu mengeras, denyut di rahangnya nampak begitu kentara, sesaat matanya menyapu seluruh ruangan beserta isinya membuat mereka yang masih berusaha nampak mengkerut ketakutan dan menegang, setelahnya tatapan tajamnya itu hanya tertuju padaku meminta penjelasan."Sayang ...." Suaranya berat dan tercekat, aku tahu dia tengah menahan amarah yang amat sangat.Sekejap dia telah merengkuhku, membawa tubuhku tenggelam dalam pelukannya, gemur
"Mari kita buktikan, Kak. Apa memang yang kau katakan itu benar. Jika iya, dengan suka rela aku akan pergi dari kehidupan Giantaramu itu!"Aku benar-benar tidak tahan hingga melenyapkan segala kesabaran dalam jiwa ini. Aku menyambar lengannya, ingin segera menyeretnya ke dalam kamarku.Tentu saja dia sangat terkejut dengan reaksiku, itu bisa dilihat dari ekspresinya, tatapannya yang tadinya begitu percaya diri menghujaniku kini telah berubah menjadi sorot penuh cemas."Mala, apa-apaan?" Ia menepis cengkramanku di saat langkah kaki kami sudah hampir keluar dari area taman."Kenapa, Kak? Takutkah? Aku hanya ingin membuktikan kebenaran kata-katamu tadi!" jelasku berusaha mempertahankan cengkraman di lenganku."Jangan macam-macam, Mala. Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!""Oh ya? Kita lihat saja nanti. Yang jelas aku tidak akan lagi bisa berada di dalam rumah ini sebelum sebuah kejelasan!" tegasku membuat matanya begitu membola."Apa maksudmu?""Seperti yang kau inginkan, Kak.
Bukan Hasrat Suamiku 66"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah merengkuh kemenangan, mungkin karena membaca kepasrahan di ekspresi wajahku yang kesal."Seharusnya kau berterimakasih padaku, Mala. Kalau tidak Glarissa akan membuat G menyingkirkanmu dari p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments