Air Mata Suami dan Mertuaku

Air Mata Suami dan Mertuaku

last updateLast Updated : 2025-06-30
By:  Chairatun Hisan Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
2views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Tidak ada yang berselingkuh. Mereka menjalin hubungan atas persetujuan Mama. Dan wanita itu nantinya yang akan melahirkan cucu-cucu Mama kelak," ucap Ibu Mertua memporak-porandakan hatiku. Setelah hari itu, aku bersumpah! Tak kan ada lagi air mata yang jatuh di pipi ini. Justru sebaliknya. Kupastikan tak kan ada lagi tawa bahagia membersamai hidup mereka. Melainkan hanya air mata!

View More

Chapter 1

Part 1

"Astaga! Suara apa itu?"

Langkah Marwa terhenti sesaat setelah ia memasuki rumah mertuanya. Ia merasa seperti mendengar suara desahan dari dalam salah satu kamar.

Tak ada mobil dan kendaraan apa pun terparkir di halaman. Begitu juga sandal atau sepatu. Tak ada tanda-tanda ada orang di dalam rumah, yang kosong sejak seminggu lalu itu. Ibu mertua dan adik iparnya sedang pergi berlibur ke luar negeri.

Entah siapa yang tengah berada di dalam sana, dan suara-suara menjijikkan itu ... sebenarnya sedang apa mereka?

"Ah, kamu nakal, Mas!" Suara itu mendayu, menggoda.

Lalu suara desahan kian terdengar nyaring. Bagaimana tidak? Rumah sedang tak berpenghuni. Suara apapun akan terdengar jelas. Lagipula, aktifitas mereka tampak tak wajar, seperti yang biasa dilakukan suami istri, Marwa paham betul dan yakin sekali, bahwa ada sepasang manusia berlawanan jenis di dalam sana yang tengah melakukan perbuatan terlarang.

"Kamu selalu bikin aku candu dan ingin terus melakukannya." Kali ini suara seorang lelaki terdengar samar, diikuti suara desahan silih berganti.

Jantung wanita itu makin berdebar kencang. Napasnya kian memburu. Berbagai pikiran buruk menghantui. Tangannya gemetar saat mengunci kembali pintu utama yang baru saja ia buka. Keringat dingin seketika mengucur dari tubuhnya.

'Siapa mereka? Bagaimana mereka bisa masuk ke rumah ini, sementara penghuni rumah sedang pergi?' Pertanyaan itu muncul berkali-kali dalam benak. Membuatnya makin penasaran dan ingin segera memergoki mereka.

Seminggu lalu sebelum berangkat berlibur, Bu Salma--ibu mertua Marwa--menitipkan kunci rumah padanya. Tujuannya agar ia bisa mengunjungi rumah itu untuk mengecek keadaan dan sesekali membersihkannya. Namun, baru hari ini ia sempat mendatangi rumah itu.

Selain karena kesibukannya mengurus rumah dan mengawasi toko pakaian yang ia kelola, suaminya pun kerap melarangnya untuk pergi ke sana. Alasannya karena ia tak ingin istrinya itu terlalu lelah. Khawatir akan berdampak pada program hamil yang tengah ia jalani.

"Nggak perlu repot-repot ke sana. Nanti kamu capek. Biar nanti Mas suruh orang saja untuk membersihkan rumah Mama, Dek," ucap suaminya kala itu.

"Aku nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kan, itu amanah dari Mama sebelum pergi berlibur kemarin," sahut Marwa.

"Sudah, nanti Mas yang akan ngomong ke Mama. Mas nggak mau kamu terlalu capek, Sayang. Nanti dede bayi kita nggak jadi-jadi, dong!" ucap suaminya lagi.

Alasan yang masuk akal, pikirnya. Namun, ia kerap merasa terbebani jika tak menunaikan amanah itu. Terlebih ibu mertuanya pernah berpesan langsung padanya, untuk melihat-lihat keadaan rumah dan merawat rumah itu agar tetap bersih.

Dan entah mengapa hari ini ia begitu ingin mengunjungi rumah mertuanya itu. Perasaannya tidak enak sejak tadi pagi. Seperti ada dorongan yang begitu kuat, yang memaksanya harus datang. Bahkan ia tidak meminta izin terlebih dahulu pada suaminya, seperti yang biasa ia lakukan jika akan pergi ke suatu tempat. Pasti tidak akan diizinkan, pikirnya.

"Mas, pelan-pelan, dong. Jangan terburu-buru, ih!" Suara manja seorang wanita diiringi tawa nakal kembali mengusik telinganya.

'Ya, Tuhan! Siapa mereka dan sedang apa?' Lagi-lagi pertanyaan itu muncul. 'Siapa selain aku yang memiliki kunci rumah ini? Sedangkan waktu itu Mama bilang, bahwa kunci rumah ini hanya ada satu. Dan kini ada padaku!'

Seketika pikiran buruk menghantui. 'Apa mungkin Mas Ammar? Ah, rasanya mustahil. Itu tidak mungkin. Dia tidak mungkin mengkhianatiku. Aku tahu persis bagaimana suamiku. Rumah tangga kami baik-baik saja dan akan tetap baik-baik saja.'

Marwa berhenti sejenak sembari menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Tubuhnya yang masih bersandar pada dinding, kini sudah basah dengan keringat.

'Jika bukan dia, lalu siapa? Apa ada orang lain yang memiliki kunci rumah ini?' batinnya kembali meracau.

Rasa takut, cemas, curiga, semua melebur jadi satu. Membuat kakinya lemas dan hampir tak mampu menahan bobot tubuhnya.

Rasa penasaran yang sudah penuh terkumpul dalam dada, membuat wanita itu makin cepat mengayun langkah. Ingin segera mengetahui siapa sebenarnya orang yang ada di sana. Dengan penuh kehati-hatian dan benar-benar memasang telinga, ia mengendap-endap menuju ke sumber suara. Jangan sampai kehadirannya diketahui sebelum sempat ia memergoki semuanya.

Semakin dekat langkahnya, semakin jelas pula suara-suara menjijikkan itu terdengar. Membuat jantung berdebar kencang dan dada kian sesak.

"Habis kamu, sih, menggoda terus. Mana bisa aku menahannya," sahut si lelaki.

'Astaga! Suara lelaki itu!' Wanita berambut hitam sebahu itu tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Kedua matanya membola dan refleks menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Meski sedikit berbisik dan diiringi dengan desahan, Marwa sangat bisa mengenali suara itu.

'Tidak mungkin! Aku pasti salah dengar. Pasti hanya mirip saja!' gumamnya membesarkan hati. Namun, rasa panas di pelupuk mata mulai terasa. Pertanda sebentar lagi bulir-bulir bening itu akan tumpah, jika apa yang ada dalam pikirannya benar-benar menjadi nyata.

Dengan perasaan tak karuan, ia mencoba terus membawa langkah gontainya menuju ruangan, yang diduga tempat suara-suara itu berasal. Menempelkan daun telinga pada pintu yang tidak tertutup rapat untuk memastikan semua kecurigaannya. Berharap segala praduga itu salah. Berharap mereka yang sedang melakukan perbuatan haram di dalam sana adalah orang lain.

"Masss ...." Suara wanita itu setengah berbisik dan mendayu.

"Begini, kan, Sayang, yang kamu suka." Suara nakal lelaki itu makin jelas terdengar, membuat Marwa tak dapat lagi menahan rasa ingin tahunya.

Pintu yang tak tertutup rapat itu ia dorong perlahan dengan tangan gemetar dan debaran jantung yang makin berkejaran. Maka tampaklah olehnya pemandangan menjijikkan yang begitu menyayat hati.

Ia terbelalak dengan mulut menganga lebar, menyaksikan sepasang manusia tanpa sehelai benang melekat di badan, sedang bergumul berbagi peluh di atas ranjang sembari mengeluarkan suara-suara menjijikkan yang menyesakkan dada.

Alih-alih melabrak, Marwa hanya mematung dan tak mampu berkata. Lidahnya kelu. Tubuhnya melemah dengan kaki bergetar. Seakan jantung berhenti memompa darah ke sekujur tubuh. Sepasang manusia yang tengah berbagi kenikmatan itu, tak sedikit pun menyadari kehadiran orang lain yang tengah menyaksikan perbuatan mereka.

'Ya, Tuhan! Mas Ammar ...."

Cairan bening di pelupuk matanya luruh seketika tak terbendung. Sakit ... hatinya sungguh sakit dan terluka parah. Tak pernah membayangkan, sosok suami yang baginya sempurna tanpa cela, yang begitu meratukan dirinya, yang membuatnya merasa menjadi wanita paling beruntung di muka bumi, bisa melakukan perbuatan keji dan kotor di belakangnya.

'Apa kurangnya aku, Mas? Kenapa kau lakukan ini padaku? Dan wanita itu ... jadi selama ini kau selingkuh dengan Alena? Dasar bodoh! Aku sungguh telah tertipu dengan sikap manismu, Mas.'

Dengan napas saling berkejaran dan tangan gemetar, ia menyeka jejak air mata yang telah merembes di pipi. Tak ingin melewatkannya begitu saja, ia pun merogoh tas yang sejak tadi menggantung di pundak. Bergegas mengambil telepon genggam, kemudian merekam adegan menjijikkan suami dan selingkuhannya itu.

Video berdurasi 3 menit itu pun sudah tersimpan. Lalu ia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan dengan langkah berjingkat ia bergegas pergi dari tempat itu, sebelum mereka menyadari keberadaannya.

Ia menyeka air mata yang kembali menetes di pipi sembari terus melajukan kendaraannya membelah jalan. Tak tertahankan lagi rasa sakit yang mendera. Merasa telah ditipu habis-habisan oleh lelaki yang menjadi tumpuan harapan. Sepuluh tahun mengarungi bahtera rumah tangga dalam genangan air mata, inikah balasannya setelah kesuksesan itu berada dalam genggaman?

'Baiklah, Mas. Tampaknya kau ingin bermain-main denganku. Silakan bersenang-senang, sebelum akhirnya hidupmu kubuat hancur seperti hancurnya hatiku saat ini! Kupastikan tak kan ada lagi tawa menyertai hidupmu, melainkan hanya air mata!'

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status