Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 267. Benarkah dia?

Share

Bab 267. Benarkah dia?

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-09-02 19:24:26

Tatapan Nabil terarah ke Keya. Bibirnya hampir bertanya lebih lanjut, tapi ia menahan. Ada sesuatu yang membuatnya segan. Ia hanya tersenyum kecil, lalu mengusap kepala Sheryn.

"Istirahatlah, Nak. Ayah pergi dulu."

Sheryn mengangguk pelan, "Janji,.. kapan-kapan ayah akan kembali temui Elin?"

Nabil mengangguk, lalu mencium putrinya kembali.

Nabil berdiri, melangkah keluar. Hanafi mengekor di belakang. Tapi langkah Nabil tertahan di ambang pintu. Ia menoleh sekali lagi ke arah Keya. Senyumnya tipis, tapi matanya menyimpan ribuan tanda tanya.

"Aku pamit dulu," ucap Nabil sambil meraih tangan Liam.

Liam menatapnya dengan mata masih sedikit merah karena kantuk. "Makasih banyak, Bil. Aku nggak tahu harus bilang apa. Aku sungguh berterima kasih."

Nabil mengangguk tipis. "Jaga Keya dan Sheryn. Itu saja sudah cukup."

Liam menarik napas dalam. Sejenak ia ingin mengatakan lebih banyak, tapi memilih menahan. Senyum tipisnya tertinggal saat Nabil berbalik.

H Darman dan Bu Aisyah ikut mengantar sam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dwiindah Wahyuni
klu sama suka gpp meskpun dpt kakak y. yg pnting legowo. lanjut lgi yo kak
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
g dpt adiknya dpt kkaknya.....memang bisa gitu.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 274, Masih memikirkannya?

    "Aku ke kamar dulu," pamit Evan pelan, hampir tak terdengar.Pak Bagus menoleh, heran dengan sikap anaknya. "Kenapa buru-buru begitu, Van? Tamu baru saja pulang.""Tidak apa-apa, Yah," Evan menjawab singkat, lalu melangkah cepat ke kamarnya.Begitu pintu tertutup, Evan menunduk, menekan dada yang terasa sesak. Bayangan wajah Najla terus terbayang. Baru tadi dia tahu, hari ini wisuda Najla. Dari Keya, bukan dari Najla sendiri."Kenapa aku sama sekali tidak diberi kabar," gumamnya dengan suara serak. Jemarinya gemetar saat meraih ponsel di meja. Ia mengetik nomor Najla, mencoba menelpon.Nada sambung hanya sebentar lalu mati. Dicoba sekali lagi, hasilnya sama. Jantungnya berdegup semakin keras. Perlahan, ia membuka pesan singkat, menulis ucapan selamat sederhana."Selamat wisuda, Najla. Semoga sukses selalu."Pesan itu tak terkirim. Layar ponsel menunjukkan satu hal yang membuat tubuh Evan kaku. Nomornya diblokir.Evan terdiam, pandangannya kosong. Tangannya menggenggam ponsel erat, seo

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 273. Saat yang lain mencibir

    Beberapa perempuan berbaju daster belanja di warung sambil berbisik-bisik. "Itu dia... anaknya baru nikah, sudah lahir cucunya. Pantas saja perutnya besar waktu resepsi."Suara itu sengaja dikeraskan. Bu Marya menutup telinganya dengan tangan, tubuhnya terguncang hebat."Tidak tahu malu, padahal dari duluh dia hidup di pesantren, kerja di pesantren pula.""Untung Bu Nyai segera mengusirnya, kalau tidak, bisa tercemar nama pesantren itu.""Allahu Akbar!" Bu Marya meledak, menatap dan berteriak ke arah kerumunan di belakangnya. "Hei! Kalau mulut kalian hanya bisa menggibah, urus diri sendiri! Anak-anak kalian di rumah sudah betul semua? Suami kalian tidak pernah singgah ke warung kopi malam-malam? Jangan merasa paling suci! Hamil di luar nikah banyak! Tapi kenapa kalian seolah tak pernah puas membicarakan keluarga kami?"Koridor warung seketika senyap. Beberapa wajah perempuan yang tadinya sibuk bergunjing , ada yang menunduk , namun banyak juga yang mencibir, lalu beringsut pergi."B

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 272. Mengunduh

    "Mbak," suara Evan pecah di ruang rawat itu, nadanya bergetar menahan emosi. "Makanya, jadi orang itu jangan boros. Kalau ada lebih, ditabung. Supaya saat repot begini, ada yang bisa dipakai. Mbak tahu sekarang bagaimana rasanya hidup susah?"Dania terdiam, wajahnya pucat. Bayi kecil di sampingnya menggeliat, suaranya lirih merengek. Tangannya gemetar saat menyentuh kain biru yang membungkus tubuh mungil itu. Napasnya tersengal. "Van...kamu jangan malah mengingatkan kebodohanku. Sekarang, aku takut... semua biaya ini, dari mana?"Evan menunduk, jemarinya mengepal di pangkuan. "Aku tahu, Mbak. Aku juga bingung. Tapi setidaknya kita jangan panik dulu. Ada jalan."Dania memeluk bayinya erat-erat, air mata menetes tanpa henti. "Andai saja suamiku ada... andai saja mertuaku tidak pergi begitu saja, dia bisa memanggilkan Angga untukku,..."Gunadi yang duduk tak jauh dari ranjang ikut angkat suara. "Evan, kalau memang keadaan mendesak, saya bisa bantu dulu. Ada sedikit simpanan, bisa dipak

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 271. Putraku,..

    Dokter yang melihat Dania kesakitan, merasa kasihan. Dia masih bertanya, "Mbak, apa Anda tidak memiliki orang yang bisa dihubungi lagi. Anda disini melahirkan, mempertaruhkan nyawa. Bagimanapun juga jika ada orang dekat yang bisa mendampingi, Anda akan lebih ringan."“Evan…” suara Dania parau, hampir tak terdengar di sela jeritan kontraksi.Perawat mencondongkan tubuh, menatap wajah pucat itu. “Siapa, Bu?”"Adik saya, Evan.""Anda ingat nomer telponnya, Mbak?""Kertas,.. ada kertas?"Perawat cepat-cepat cepat-cepat mengambil kertas dari meja yang tak jauh darinya. Dania mencatat dengan tangan gemetar nomer yang paling dia hafal, karena akhir-akhir ini nomer itulah yang sering dia hubungi jika minta uang ke ibunya. Dania tidak berani menyimpan uang di ATM-nya, takut diminta Angga.Suster segera menghubungi nomer tersebut. Nada sambung berdering panjang."Assalamualaikum, dari mana ini?""Maaf, ini dari rumah sakit Pelita Bunda, anda keluarga Ibu Dania?""Iya, benar, saya saudaranya.

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Baba 270.. Menahan sakit

    “Angga!” panggil Dania begitu pintu rumah terbuka.Angga terkejut, “Kamu belum tidur?” Dia masih teringat apa yang baru saja dia lakukan di halaman depan rumah itu.“Tidur?” Dania melangkah tertatih, kedua tangannya bertumpu pada pinggang. “Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, Angga! Kamu ciuman sama perempuan itu!”Angga menghela napas, wajahnya dingin. “Jangan suuzon. Itu cuma teman. Dia sekadar antar aku pulang.”“Teman?” Dania menunjuk ke arah luar, suaranya bergetar. “Teman macam apa yang kamu cium di depan rumah? Kamu seperti nggak ingat kalau istrimu yang sedang hamil besar ada di sini!”“Dania, kamu salah lihat.” Angga menaruh kunci di meja, lalu duduk tenang di sofa. “Kamu capek, makanya halusinasi.”“Jangan membodohiku!” teriak Dania, air matanya pecah. “Aku ini istrimu, Angga. Aku yang tiap hari menunggu, menahan sakit perut ini, berjuang buat anakmu. Sementara kamu bencumbu dengan wanita lain?”Angga menatap sinis. “Kamu selalu drama. Dari dulu aku diam karena nggak ma

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 269. Wanita itu

    “Yah, kapan kita pulang?” tanya Sheryn ceria untuk pertama kalinya setelah berhari-hari hanya berbaring.Liam menoleh, matanya berkaca-kaca menatap putrinya yang sudah bisa duduk tegak. “Kalau dokter bilang boleh, sore ini juga kita pulang, Sayang.”“Benelan?” Sheryn menepuk-nepuk selimutnya, pipinya memerah menahan tawa kecil. “Aku kangen kamalku. Kangen boneka-bonekaku.”Keya mengelus rambut anaknya, lalu menoleh pada Liam. “Aku masih nggak percaya dia bisa segesit ini setelah transfusi darah kemarin. Padahal kapan hari aku sempat takut…” suaranya tercekat.Liam meraih tangan istrinya. “Sudah, jangan diingat lagi. Allah kasih kita kesempatan kedua buat Sheryn. Kita jaga baik-baik.”Sheryn mendengus manja. “Aku nggak suka kalau Bunda nangis. Ayah juga jangan sedih lagi. Aku kuat kok.”Suasana kamar rawat itu terasa hangat. Sinar matahari sore masuk melalui jendela, menimpa wajah Sheryn yang sudah jauh lebih segar.Beberapa jam kemudian, dokter masuk, membawa map rekam medis. “Alhamd

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status