Share

Bab 3 Curiga

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-09 23:17:13

Dering ponsel kembali terdengar. Entah sudah ke berapa kalinya. Aku sengaja tak menggubris. Biar saja dia bosan. Aku tak terlalu peduli dengan segala urusan atau kebohongannya lagi

Lebih baik fokus dengan kakiku, belajar jalan sampai dia tak sadar jika istri lumpuhnya itu sudah bisa berlari. 

Jika dia bisa berpura-pura lajang untuk bisa mencuri hatiku, aku juga bisa berpura-pura tetap di kursi roda untuk menyelidiki apa sebenarnya rencana busuk di balik sandiwaranya. 

 

Benar kata orang, cinta dan benci hanya terpisah serat tipis. Orang yang begitu mencinta bisa saja berubah menjadi begitu membenci. Pun sebaliknya. Seperti halnya apa yang kurasa. 

 

Tak kurang rasanya cinta yang pernah kuberikan padanya, namun nyatanya dia hanya membalas dengan dusta.

 

Kini, entah mengapa cinta yang dulu begitu erat kugenggam dan kudekap dalam dada, hilang seketika. Lenyap ditelan sakit dan kecewa. Aku benar-benar terluka.

|Sayang, maaf aku sepertinya pulang telat. Ada hal yang tak bisa kutinggalkan. Kamu marah? Atau kenapa? Tumben sekali tak ada pesan darimu dua hari belakangan? Padahal biasanya tiap kali mengaktifkan ponsel, banyak sekali pesan yang kamu kirimkan padaku saat aku bertugas di luar kota. Kamu sakit, Sha?| 

Kuhembuskan napas panjang membaca pesan yang dikirimkan Mas Dimas barusan. Sebelumnya, pesan-pesan seperti itu yang paling kutunggu.

 

Pesan yang menggambarkan kekhawatirannya padaku. Bukan pesan yang hanya kata-kata singkat untuk sekadar menjawab pertanyaan yang kuberikan. 

Kini, saat dia mulai peka akan ketidakberesanku, mengapa semua terasa hambar? Bahkan aku tak peduli lagi dia akan menanyakan kabarku atau  tidak. Aku tak peduli dia akan menelepon atau justru cuek atas perubahan sikapku. 

Duniaku memang berubah secepat itu. Entah apa yang dilakukannya kini, pasti ada sesuatu yang terjadi antara dia dengan istri pertamanya.

 

Apa mungkin perempuan itu melahirkan? Seperti kata teman-teman Mas Dimas di grup itu jika istri pertamanya memang sedang hamil bahkan hampir melahirkan. Atau kini mereka masih asyik liburan dan belum puas untuk berduaan? Ah entah!

 

Yang kupikirkan saat ini adalah kesembuhan papa dan kesembuhan kakiku. Setidaknya jika semua sudah membaik, aku akan menyelidikinya sendiri. Untuk sementara, biarlah aku pura-pura tak tahu apa yang sebenarnya dia lakukan tiap kali pamit untuk tugas.  

 

Perlahan menjauh dan bersikap biasa saja mungkin lebih baik daripada aku harus seperti dulu yang seolah begitu mencintanya hingga dia dengan mudah menjadikanku budak cinta. 

 

|Maaf baru balas. Aku sakit, Mas. Dan aku malas menatap ponsel terlalu lama. Terserah kapan kamu pulang, yang penting jika urusan kelar segera lah pulang. Jangan terlalu lama di sana. Kalau ada masalah apapun di luar sana, tolong jujur saja. Aku tak suka jika ada dusta di antara kita| 

Kukirimkan pesan itu padanya. Aku yakin dia pasti agak kaget membaca pesan yang kukirimkan. Biar saja. Biar dia tahu jika aku memang sudah berbeda. Aku tak seperti Lisha yang polos dan tak percaya diri seperti yang dulu dia kenal. 

Aku sengaja membiarkan dia menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi, hingga membuatnya pusing sendiri. Biar dia tenggelam dalam kebingungannya, karena aku tak akan pernah menjelaskan apa yang sebenarnya membuatku seperti ini.  

 

|Sakit apa, sayang? Aku minta Pak Kosim antar ke rumah sakit, ya? Atau minta Mbak Harti untuk menemanimu ke sana? Maafkan aku sayang aku benar-benar belum bisa pulang. Masih ada hal penting yang harus kukerjakan. Mungkin tiga atau empat hari ke depan baru bisa pulang| 

Aku tersenyum kecut. Percuma dengan kekhawatiran palsunya itu. Toh dia tetap lebih mementingkan orang lain dibandingkan aku.

 

|Sepenting itu kah urusanmu sampai mengesampingkan istrimu yang sedang sakit?| 

Sengaja kukirimkan pesan itu padanya. Aku hanya sekadar ingin tahu, alasan apalagi yang akan diberikannya padaku. Setidaknya aku bisa menakar, seberapa besar cinta yang dulu pernah dia ucapkan. 

 

|Kamu dan urusan ini sama pentingnya, sayang. Percayalah, kalau semua urusan kelar, aku akan segera pulang. Apa kakimu sakit lagi?| 

Lagi dan lagi aku hanya bisa tersenyum kecut membaca balasan darinya. Cinta ... entah cinta seperti apa yang dia pamerkan padaku hingga aku bisa bertekuk lutut waktu itu. Cinta yang hanya sekadar ungkapan tak pernah ada pembuktian. Pintar sekali dia memainkan perasaanku. 

|Fin, apa kamu ikut Pak Dimas ke luar kota?| 

 

Kukirimkan pesan pada Fina, sekretaris di kantor yang sudah hampir sepuluh tahun bekerja di kantor papa. Biasanya tiap ada tugas penting dari kantor, dia selalu ikut karena dia memang salah satu tangan kanan papa. 

|Ikut Pak Dimas ke luar kota ngapain mbak? Nggak ada tugas penting minggu ini|

 

Lagi-lagi aku hanya tersenyum kecut membaca balasan dari Fina. Dugaanku tepat. Tak ada tugas penting minggu ini dari kantor karena memang Mas Dimas memiliki tugas penting lainnya bersama istri pertamanya. 

 

|Ada hal yang mencurigakan dari Pak Dimas selama di kantor nggak Fin? Telepon seseorang perempuan atau apa gitu?| 

 

|Memangnya kenapa mbak? Apa mbak mencurigai Pak Dimas?|

|Kamu masih bisa diandalkan dan dipercaya kan, Fin? Katakan apa yang kamu tahu soal Pak Dimas. Kujamin namamu aman karena papaku yang memberimu gaji bukan dia| 

Aku yakin Fina ketakutan jika akan cerita panjang lebar tentang atasannya padaku. Dia tahu papa sudah memberikan kepercayaan penuh pada Mas Dimas untuk mengurus kantor selama lima bulan dia bolak-balik ke rumah sakit.

 

Papa bahkan tak pernah lagi memeriksa urusan kantor apalagi soal keuangan. Aku pun selama ini cukup terlena, karena kupikir Mas Dimas memang bisa diandalkan dan dipercaya.

Tapi sejak aku tahu obrolan teman-temannya itu, mendadak pikiranku ke mana-mana. Hati kecilku begitu yakin, banyak sekali rencana dan sandiwara yang sudah dia persiapkan dan dia susun begitu rapi sebelumnya. Sampai aku tak sadar jika cinta yang dia berikan semu belaka. 

|Katakan yang kamu tahu, Fin.|

Kukirimkan pesan padanya sekali lagi agar dia mau lebih terbuka. Sudah kepalang tanggung, lebih baik aku tahu semuanya sekarang daripada harus menunda-nunda lebih lama lagi.

 

Percuma toh sekarang atau besok sama saja. Sama-sama menyakitkan dan mengecewakan. 

|Beberapa hari ini banyak paket yang datang ke kantor atas nama Pak Dimas, Mbak. Aku tak tahu apa isinya tapi sempat kulihat beberapa paket dikirim dari baby shop dari sebuah market place| 

 

Kupejamkan mata perlahan setelah membaca pesan yang dikirimkan Fina. Lagi-lagi firasatku benar, mungkin saat ini Mas Dimas memang sedang menanti kehadiran buah hatinya bersama perempuan itu. Semua biaya dan pengeluaran yang dia keluarkan berasal dari kantor papaku. 

 

Ah ya! Apa dia sengaja menikah dengan gadis lumpuh sepertiku hanya karena aku kaya? Bukan karena cinta? 

 

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 45. Menerima TakdirNya (Tamat)

    POV : Dimas Aku tak tahu siapa yang harus kucurigai perihal foto menjijikkan itu kecuali Brama. Namun sepertinya dugaan Nila ada benarnya. Ayu bukan tipe perempuan yang mudah menyerah, dia bahkan tipe perempuan ambisius yang menghalalkan segala cara demi impiannya. Ketiga istriku, hanya dia yang memiliki sifat paling berbeda. Dia terlalu kasar sementara istriku yang lain cenderung lembut dan lebih sopan. Setidaknya, mereka masih lebih menghargai statusku sebagai suami dan tak semena-mena. Kebetulan hari ini ada interview di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Aku berharap kali ini lamaranku diterima, sebab telah puluhan email kukirimkan ke sana-sini tapi sia-sia. Sebagian perusahaan menginginkan calon karyawan yang berpengalaman dengan lampiran surat pengalaman kerja masing-masing, sayangnya aku tak memiliki itu sebab dipecat begitu saja oleh Lisha. Perusahaan lain menginginkan karyawan yang fresh graduate, sementara aku justru sebaliknya. Aku hanya bisa pasrah dan per

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 44. Fitnah Menjijikkan

    POV : Dimas Beban hidup terasa semakin berat serang. Ekonomi belum stabil ditambah harus menuruti kemauan Ayu yang terkadang kelewat batas. Dia semakin menjadi sejak berpisah dengan mantan suaminya itu. Kesakitan karen pengkhianatan yang dilakukan suaminya, seolah dia lampiaskan padaku yang tak tahu apa-apa. Harusnya aku tak perlu menghidupinya, tapi Adam tetaplah anak kandungku. Bagaimana mungkin aku tega melihat dia kedinginan dan kelaparan bersama ibunya, sementara aku bisa tidur lelap dengan perut kenyang sekalipun banyak beban pikiran. Mau tak mau aku mengontrakkan Ayu dan Adam tak jauh dari kontrakanku. Di sana Ayu bekerja sebagai tukang cuci gosok, cukup buat makan sehari-hari sementara uang kontrakan tetaplah aku yang membayarnya. Awalnya Nila menolak, tapi mau tak mau dia harus mengiyakannya sebab nggak mungkin juga meminta Ayu dan Adam untuk tinggal satu atap di sini. Kasihan juga dia kalau nggak kucarikan kontrakan. Ayu sudah tak memiliki rumah di kampung dan ta

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 43. Malaikat Kecil

    POV : Lisha Sejak menikah dengan Bang Akbar, hari-hariku semakin bahagia. Dia tulus, tak seperti mantan suamiku yang ternyata hanya modus. Perhatian dan cinta yang diberikan Bang Akbar membuat duniaku terasa lebih indah. Aku lebih bisa menghargai diri sendiri dan semakin yakin jika Allah memberikan sesuatu di saat yang tepat bukan terlambat. Kehamilan ini masuk minggu ke-18. Menginjak trimester dua yang tak lagi mual dan pusing seperti trimester sebelumnya. Aku sudah mulai mau makan dan tak lagi pusing jika mencium aroma menyengat. Syukuran empat bulanan sudah digelar beberapa hari yang lalu dengan dihadiri para tetangga dan saudara. Mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untukku dan janin yang ada dalam rahimku. Teringat kembali ucapan mereka saat itu. "Mbak Lisha, selamat berbahagia akhirnya merasakan hamil yang begitu mendebarkan dan menggemaskan. Aku yakin nanti kalau anaknya cewek, pasti bakal cantik seperti mamanya dan kalau cowok pasti tampan seperti papan

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 42 Kehidupan Berbeda

    Pov : Dimas Hari-hari buruk akan mulai menyapaku lagi. Aku yang baru mulai bangkit, kembali diterpa badai karena kedatangan Ayu tiba-tiba. Iya, Niken Rahayu. Dia mantan istri pertamaku yang kini kembali ke Jakarta untuk menemuiku bersama Ahmad, buah hatiku dengannya yang kini berusia dua tahunan. Mau tak mau, bisa tak bisa aku mengajak Ayu ke kontrakan. Tak mungkin tega membiarkan dia lontang-lantung dengan Ahmad di kota sebesar ini, bukan? Jelas aku tak tega, sekalipun aku dengannya sudah tak memiliki hubungan apa-apa. Kecuali sebatas mantan dan orang tua kandung Ahmad saja. "Itu kontrakanku bersama keluarga Nila. Tolong jangan jaga sikapmu pada mereka, sebab aku tak ingin membuat masalah lagi," ucapku setelah mematikan motor dan meminta Ayu untuk turun. "Harusnya aku yang bilang begitu, Mas. Kalau kamu nggak banyak tingkah, hidup kita juga aman saja. Nggak berantakan," balas Ayu sengit. "Sudah. Sudah. Nggak ada gunanya saling menyalahkan. Semua ini salah kita karena memanfaa

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 41 Masalah Baru

    Pov : Dimas Kehidupan jungkir balik mulai kulalui. Tenggelam dalam sesal jelas kurasakan. Namun hidup terus berjalan. Aku ngga mungkin selalu dirasuki rasa bersalah berlarut-larut. Lisha sudah bahagia dan aku harusnya juga begitu. Sama-sama bahagia meski dari ekonomi jelas berbeda. Tak mengapa, aku benar-benar ingin belajar dari nol hingga sukses. Lagipula, sebelum bertemu Lisha aku juga hidup dengan sangat sederhana. Aku bekerja keras untuk membahagiakan Ibu dan Niken. Iya, Niken. Entah bagaimana kabarnya. Terakhir kali aku mengiriminya uang tiga bulan yang lalu. Sampai sekarang aku belum transfer lagi karena memang nggak ada dana yang bisa dikirim. Buat makan sekeluarga aja sangat susah dan amat seadanya. Aku nggak mungkin kirim uang untuk Niken jika keluarga di sini masih sangat kekurangan. Biarlah. Lagipula suaminya juga bertanggungjawab, InsyaAllah dia nggak kekurangan jika sekadar makan. Nanti setelah ekonomi ku stabil, aku janji akan mengiriminya uang lagi untuk Ahmad.

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 40 Semakin Hancur

    POV : Dimas Aku tak tahu apa yang kurasakan detik ini saat kembali membayangkan Lisha bersanding dengan dokter itu di pelaminan. Rasanya benar-benar sulit dijelaskan. Sakit dan nelangsa. Teringat kembali ucapan Lisha waktu itu bahwa ada kalanya dia kecewa dan terluka karena pengorbanan dan kesetiaannya selama ini aku sia-siakan. Nyatanya kini roda itu benar-benar berputar. Dia sudah menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya, sementara aku justru sebaliknya. Aku tenggelam pada deretan masalah pelik yang selama ini belum pernah kurasakan. Depresi Nila belum sepenuhnya sembuh, ditambah masalah baru tentang tunggakan rumah ibu. Empat juta yang harus kulunasi minggu ini. Tak hanya itu saja, hutang ibu pun semakin menumpuk di warung karena memang hanya mengandalkan aku sebagai tulang punggung. Sebenarnya tak masalah hanya aku yang mengurus keuangan rumah, etidaknya bapak dan ibu lebih menghargai kerja kerasku. Tak selalu menuntut ini itu bahkan seolah meremehkan usaha yang sudah kul

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status