Share

Chapter 5

“Omong kosong! Kakekku tidak akan setuju. Jadi lupakan tentang apa yang pernah aku usulkan padamu waktu itu,” kata Jay, berjalan mengitari mobil, membuka pintu dan masuk.

Begitupun aku. Walau ingin marah dan berniat terus membujuk Jay, aku merasa pembicaraan ini tidak akan menghasilkan apa pun. Jadi lebih baik aku bergegas menuju mobilku sendiri, dan pergi menemui Neil. Tapi sebelum sempat membuka pintu, tangan kekar Jay menahannya.

“Kenapa kau tidak ikut bersamaku saja? Tidak sadar bahwa ini akan menimbulkan kecurigaan?”

Aku mendengus kasar, tertawa mengejek, “Sejak kapan kau peduli?”

“Karena ada Ibuku di dalam. Aku hanya tidak ingin menambah masalah.” Jay menoleh ke kiri dan kanan.

Ya, baiklah. Sedikit masuk akal. Tapi sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Aku mengikuti Jay ke mobilnya, memeriksa ponsel setelah duduk dan membaca semua pesan Neil yang berisikan sapaan juga pemberitahuan.

[Sayang, aku sarapan sandwich hari ini, sedikit asin karena terlalu banyak keju. Apa sarapanmu pagi ini?]

[Aku rindu, aku ingin bertemu setelah makan siang jika kau punya waktu luang]

[Bia, pernikahan kita tidak akan lama lagi. Aku terus gemetaran karena akan memilikimu seutuhnya]

[Aku sudah mencoba jas pernikahan yang kau pilihkan kemarin, dan itu pas sekali di tubuhku. Terima kasih banyak, sayang. Aku mencintaimu]

[Sepertinya aku akan menambah waktu lebih lama di rumah, kepalaku sedikit pusing. Jadi aku akan tidur sebentar sebelum berangkat ke Harrison Express]

[Sayang, aku demam tinggi. Andai kau ada di sisiku. Apa aku terlalu berlebihan?]

Setelah pesan yang terakhir kubaca, ada empat panggilan tidak terjawab dari Neil sekitar lima menit yang lalu.

“Jay, berhenti di sini!” perintahku ketika melihat kami sudah berada sedikit jauh dari Vigor Food's.

“Kenapa? Ada apa?”

“Aku harus segera pergi, dan tidak akan pulang malam ini,” kataku lagi sembari bersiap-siap menyelempangkan tas dan menunggu Jay menepikan mobilnya.

“Ada apa? Aku bisa mengantarmu—”

“Tidak perlu Jay. Aku harus ke rumah Neil, dia sakit. Jadi aku akan merawatnya.”

Jay terdiam, dia hanya menatapku, tapi tidak memelankan laju mobilnya apalagi mencoba berhenti.

“Jay, ayolah. Jangan bersikap aneh. Kau sudah menandatangi surat perjanjian yang kuberikan. Aku bersedia tutup mulut seumur hidupku tentang perselingkuhanmu, jadi biarkan aku pergi. Aku tahu bahwa kau bukan orang yang peduli pada urusanku. Menepilah, Jayden Martin.”

“Itu berbahaya. Aku yang akan mengantarmu.”

“Jay, apa kau gila?”

“Hanya sampai parkiran. Aku harus menjamin semuanya aman. Kau pasti mengerti maksudku.”

Aku meremas ujung pakaianku dengan geram. Kenapa Jay tiba-tiba menjadi sangat hati-hati seperti ini? Apa dia merencanakan sesuatu? Ah, lupakan! Sekarang, Neil lebih penting.

Semenjak menjalin hubungan denganku, Neil juga memutuskan untuk tidak mempekerjakan pelayan di rumahnya. Hanya pelayan paruh waktu yang boleh datang saat Neil pergi ke kantor dan pulang sebelum jam makan siang.

Dan ini sudah hampir pukul dua belas siang, jadi pelayan itu pasti sudah pergi atau mungkin sudah dilarang datang oleh Neil sejak pagi tadi karena Neil ingin berada di rumah. Biasanya, dia tidak suka ada kebisingan di sekitarnya jika ingin beristirahat.

Aku hanya diliputi kecemasan selama dalam perjalanan. Neil hampir tidak pernah mengeluh tentang apapun. Jadi ketika dia memberitahuku seperti ini, aku akan merasa sangat bersalah jika mengabaikannya.

Lagipula, aku ingin berada di sisi Neil. Merawat, memastikan kondisi tubuh, dan memeluknya sepanjang malam. Aku sampai tidak sadar bahwa kami sudah memasuki kawasan parkir apartemen Neil.

“Terima kasih, Jay.” Hampir tidak pernah mengucapkan kalimat itu pada Jay, tapi aku mengatakannya hari ini.

“Hem.”

Setelah mendengar itu, sekilas melihat Jay yang hanya menatap lurus ke depan tanpa mematikan mesin mobil, aku langsung membuka pintu, berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang.

***

“Kenapa kau datang?”

“Karena aku ingin merawatmu,” jawabku lembut, menggenggam tangan Neil yang terlalu hangat, karena dia benar terserang demam.

Ini sudah berlalu hampir satu jam, tapi Neil terus mempertanyakan kedatanganku. Dia khawatir, aku tahu, setulus itulah hatinya.

“Aku akan terus memelukmu sampai pagi,” kataku lagi, mencium keningnya yang juga terlalu hangat, menjurus panas karena suhu tubuhnya hampir mencapai tiga puluh sembilan derajat selsius.

“Jangan lakukan itu.”

“Kenapa? Kau sedang menolakku?” Aku tertawa.

“Bukan itu, Bia. Aku tidak ingin kau tertular.” Wajah merah padam Neil terlihat semakin lemah.

“Jika ini terjadi padaku, apa kau tidak ingin tidur sambil memelukku?”

“Tentu saja aku akan memelukmu. Sepanjang waktu, jika itu perlu.”

Aku mengusap wajahnya, betapa aku menyayangi pria ini. Pria tulus pertama dalam hidupku.

“Jadi kau sebaiknya jangan melarangku melakukan ini juga.” Dengan cepat, aku melompat ke sampingnya, memasukkan diri bersama satu selimut Neil dan tersenyum sambil memeluknya erat.

“Biaaa ....” Neil menyebut namaku seolah ingin melarangku, tapi kusambut dengan tawa.

“Tidurlah, sayang.”

Aku memejamkan mata meski sama sekali tidak tidur. Kuberitahu, bagiku, sekedar pelukan dan ciuman, tidak termasuk ke dalam perzinahan. Kecuali, bersetubuh seperti Jay dan para wanita jalangnya.

Meski tidak pernah melihat langsung, aku yakin setidaknya, Jay melakukan hal itu dengan satu atau dua orang yang dia sukai, terbukti dari aroma tubuh Jay yang berubah. Aroma setelah berhubungan seksual, dan si berengsek itu membawa baunya sampai ke rumah. Menjijikkan!

Dengkuran halus Neil mengejutkanku. Melepas pelukan dengan hati-hati, aku memperhatikan wajah manis Neil dari sisinya. Setelah minum obat dia pasti mudah tertidur meski nanti dia akan mengigau atau merasa tidurnya tidak nyaman.

Kami akan segera menikah dan ini seperti mimpi bagiku. Aku tidak akan mendoakan agar Kakek Hamlet atau Kakekku cepat mati, tapi kuharap, ada jalan keluar lain untuk bercerai dari Jay, selain daripada menunggu kematian mereka.

Aku sangat membutuhkan kerjasama Jay dalam hal ini. Tapi aku juga tidak bisa memaksanya. Dia bersedia untuk menandatangani surat perjanjian itu saja, sudah sangat baik untukku dan Neil. Jadi hal seperti perceraian, akan kubicarakan lagi dari waktu ke waktu. Aku yakin Jay juga sangat menginginkan perceraian.

Baiklah, saatnya tidur dan aku akan kembali memeluk Neil hingga pagi. Tapi tunggu! Suara getaran apa itu? Ponsel? Aku bangkit dari pembaringan, menyapu pandangan ke segala arah dan menemukan asal suara. Tasku di meja. Ya ampun, harusnya aku mematikan ponsel sialan itu!

Dengan hati-hati, aku turun dari ranjang Neil, memastikan dia masih tertidur dalam demamnya. Aku berjalan pelan tanpa suara, meraih ponsel dalam tas dan melihat nama ‘Jayden Martin’ di layar.

Ada apa lagi dengan si gila ini? Rencanaku, aku tidak ingin menjawab panggilannya, tapi ketika ingat betapa berengseknya Jay, dan dia tahu apartemen Neil tepatnya berada di mana, aku urung mengabaikannya.

Aku berjalan cepat menuju kamar mandi. Menutup dan mengunci pintunya. “Ada apa, Jay?”

“Ibumu datang,” jawab Jay. Terdengar dia panik, jadi aku yakin Jay tidak sedang berbohong.

“Ya ampun, Jay. Tidak bisakah kau atasi itu?”

“Aku sudah mengatasinya. Tapi melihat Ibu yang marah-marah, aku terpaksa mengatakan bahwa kau akan segera pulang dari menjenguk teman wanitamu di Rumah Sakit,” jelas Jay, masih panik.

Jelas saja dia panik. Ibuku persis diriku. Yang berbeda hanya wajah, karena Ayah mewariskan semua ketampanannya padaku dalam wujud wanita. Ibuku galak, itu poin utamanya. Seorang Jayden Martin pun tidak akan bisa menang melawan Nyonya Ravia Vigor.

Suara panggilan Ibu pada Jay di seberang mengejutkanku. Jadi buru-buru aku berkata pada Jay. “Katakan, dalam sepuluh menit aku akan tiba di rumah.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status