Sudah dua tahun Ava dan Jay menjalani pernikahan karena perjodohan. Selagi Jay terus main gila di luar, Ava pun melakukan hal yang sama dengan mengencani seorang pria kaya dari keluarga terpandang. Meski sangat ingin, Ava dan Jay tidak bisa bercerai. Sehingga Jay akhirnya mengizinkan Ava menjalani pernikahan bersama pria lain yang dirahasiakan. Bisakah rahasia itu terus terjaga? Sampai kapan?
Lihat lebih banyak“Kau memang sudah gila,” geram Jay, suamiku.
“Aku masih waras.” Santai, tenang tanggapanku.“Waras katamu?” Jay melotot padaku, mendorong beberapa lembar surat perjanjian di atas meja ke depanku. Menggeram lagi, lalu berdecak.“Kalau begitu kau tahu apa artinya ini, bukan?”“Tentu saja aku tahu. Aku sadar saat menuliskannya. Dan artinya kau harus menyetujui keinginanku untuk memiliki dua orang suami.” Melipat kedua tangan di depan dada, aku tersenyum sekilas. “Tanda tangan saja. Ini akan baik untuk kita berdua. Jika ingin, kau juga bisa melakukannya.”Seketika, Jay menggebrak meja dengan raut merah padam. “Jangan samakan aku denganmu, Ava!”“Ya, kau benar. Aku dan kau tidak sama. Kau memilih untuk berselingkuh dengan beberapa wanita sekaligus, sedangkan aku ingin menikahi hanya satu orang pria lagi saja,” jelasku, tersenyum sinis.“Apa ini bentuk balas dendammu padaku?”“Oh, tidak, tidak.” Kugeleng-gelengkan kepala dengan tawa kecil. “Kita sama-sama tahu seperti apa pernikahan konyol ini berjalan selama lebih dari dua tahun, Jay. Jadi mari lakukan segala yang ingin kita lakukan, tanpa saling mencampuri urusan masing-masing. Seperti biasanya.”“Kau benar-benar gila, Ravabia Vigor!” desis Jay, mengepalkan satu tangannya di atas meja.Aku tidak peduli. Sungguh tidak peduli. “Selama kedua tua bangka itu masih hidup, kita akan terus terjebak dalam pernikahan gila ini. Jadi sungguh Jay, aku sudah tidak tahan lagi.” Kuraih bolpoin di samping tangan Jay yang mengepal, meletakkannya tepat di atas kertas berisikan berbagai perjanjian untuk aku dan Jay, yang bersangkutan dengan pernikahan keduaku dan perselingkuhan Jay selama hampir dua tahun terakhir. “Cepat tanda tangan!”“Akan kupikir—”“Tidak ada waktu lagi. Aku akan menikah dalam minggu ini. Jadi segera tanda tangan,” selaku cepat. Aku memang senang terburu-buru.Jay hanya memegang bolpoin di tangannya, tanpa menggerakkan benda itu untuk mengukir tanda tangannya di sana. Dia mematung dan aku siap meledak kapan saja.“Apa yang kau tunggu? Cepat tanda tangan sebelum aku melaporkan perselingkuhanmu pada Kakek Hamlet Martin!” ancamku sambil berbisik, membungkuk di samping telinga Jay, menempatkan bibirku di sana.“Berengsek kau, Ava!”“Kau jelas tahu, kau lebih berengsek dariku, Jay.”***Neil Cedric Harrison, dialah pemicu hasrat hatiku yang membeku, untuk mencintainya dengan tulus melalui sebuah pernikahan.Jujur saja, meski aku bukan wanita yang menjunjung tinggi perilaku baik penuh tata krama, tapi aku membenci perzinahan. Persis seperti yang dilakukan Jay sejak dua bulan kami menikah.“Bia!”Aku menoleh untuk kemudian tersenyum lebar pada sosok pria yang memanggil dari arah belakangku, dan hanya dia yang memanggilku dengan nama itu.“Hei, sudah lama?” tanyaku ramah. Aku menyambut tangannya yang sudah terulur ke hadapanku. Kami saling berbagi kehangatan, lewat genggaman jari jemari yang saling bertaut.“Tidak.” Dia tersenyum, mengecup pipi kananku tanpa ragu, apalagi malu-malu.“Sungguh?” Kutatap dia yang tampak menahan dan melawan hawa dingin. Aku tahu, dia sering merasa baik-baik saja meski tidak tampak seperti itu di mataku.Dia tersenyum, kembali mengecup, tapi kali ini tepat di bibirku, sekilas. “Sungguh, percayalah. Aku hanya tidak kuat berada di luar rumah sedikit lebih lama di cuaca dingin seperti ini.”Kuletakkan kedua telapak tanganku di pipinya. Menggosok-gosok perlahan wajah tirus itu agar dia merasa sedikit hangat. “Neil, maafkan aku ya? Ini menjadi sedikit lebih lama. Aku harus benar-benar berhasil mengancam Jay agar dia tidak menganggapku hanya sekedar menggertak.”“Tidak apa-apa, aku sangat mengerti. Mungkin sulit bagi Jay untuk mengizinkan kita menikah.”“Tidak perlu cemas, Neil. Jay sudah menandatangani surat perjanjiannya. Seperti kataku sebelumnya, cukup menggunakan Kakek Hamlet untuk membuatnya takut.”Neil memegang kedua pundakku, begitu tiba-tiba, dia menatapku lurus-lurus, “Jangan terlalu memaksakan dirimu. Berulang kali kukatakan, aku bersedia menunggu.”“Tidak, jangan lagi memintaku untuk tetap membiarkanmu menunggu.” Kutatap wajahnya, meski Jay lebih tampan, tapi bagiku, Neil segalanya. “Memangnya kau bersedia untuk terus menjadi kekasih rahasiaku?”“Tentu saja aku bersedia. Itu tidak masalah,” sahut Neil cepat, mengusap kepalaku.“Kau gila!” Aku tertawa, bahagia, tentu saja.“Ini karenamu, Bia. Aku bukan sedang merayumu, tapi sungguh, aku tak mengapa dengan keadaan sesulit dan serumit apapun, asal kau bersamaku, berada dipihakku.”“Begitukah? Terima kasih, Neil. Tapi akan kupastikan, kita menikah dalam minggu ini, akhir pekan.” Dengan tegas, aku mengacungkan jari telunjukku di depan wajahnya.“Kau sudah tidak sabar untuk berada terus didekatku, bukan?” Neil menggodaku, mengedipkan sebelah mata.“Yap, kau benar!”Mungkin terlihat menggemaskan, Neil meraih wajahku, menghujaniku dengan ciuman ketika dia sudah berhasil membawaku ke mobilnya.“Sayang, katakan padaku, jika selama ini ada hal yang membuatmu tidak bahagia, aku akan coba melakukan apapun, memperbaikinya untuk membuatmu merasa lebih baik,” kata Neil setelah melepas ciuman kami.Aku hanya mengangguk, memeluk Neil erat-erat, lalu menjambak rambut lebatnya, untuk memperoleh kesenangan dari leher kokoh dengan jakun yang mempesona milik pria penuh aura berwibawa ini.Aku tergila-gila padanya!“Oh, kau menginginkan lebih?”“Ini salah satu alasanku kenapa aku ingin segera menikahimu,” keluhku muram.“Bersabarlah, aku akan membuatmu bahagia nanti. Kau tidak akan menggunakan pengaman saat melakukannya denganku, kan?” Kedua bola mata Neil menggambarkan kegelisahan, dia cemas.“Tidak. Tentu saja tidak.”Wajah Neil luar biasa bahagia. Ya, sesederhana itu kebahagiaan untuknya. Itulah kenapa aku tidak bisa mengatakan bahwa aku belum ingin ada kehadiran seorang Anak di antara kami. Akan kutunda untuk mengatakan hal itu padanya.***“Baru pulang?”Aku terkejut ketika selesai menyalakan lampu dan melihat Jay berbaring di sofa ruang tamu dengan seorang wanita. Ah, berengsek memang! Kenapa harus membawa masuk para jalangnya ke rumah? Walau ini bukan yang pertama kalinya.Dengan malas, aku menghampiri mereka. Kulirik sekilas wanita cantik berambut merah dengan riasan wajah tipis yang harus kuakui, dia jalang kelas tinggi.Beruntung, mereka berpakaian lengkap, meski sudah sangat berantakan. Jika tidak, mungkin aku akan melapor pada Polisi.“Keluar dari rumahku,” kataku pelan, mengambil tas kulit cokelat gelap di atas meja, menyodorkan ke hadapan si jalang.“Ava!” Jay membentakku. Dia bangkit, tapi tetap dalam posisi duduk.“Kenapa? Ini juga rumahku, Jay. Aku berhak mengusirnya.”Jay menghela napas, mengisyaratkan wanita itu agar pergi, tapi sebelumnya, mereka berciuman sekilas atas keinginan Jay. Aku sudah biasa melihat itu. Tidak marah, tidak juga kecewa.“Ini terakhir kali kau mengusik kesenanganku, Ava. Aku sudah menuruti apapun keinginanmu, kenapa masih—”“Jangan lakukan itu di rumah ini, Jay. Belikan sebuah rumah untuk para jalangmu, lakukan di sana sampai kau puas.” Kulepas sepatu kets hitam putihku, melemparnya ke sudut pintu. “Ibuku atau Ibumu bisa datang tiba-tiba, seperti dua minggu lalu. Aku berhati-hati untuk itu.”Terdengar suara mendengus Jay dari balik punggungku yang membelakanginya. “Kukira kau cemburu.”Aku menoleh, tertawa geli. “Tidak akan pernah, Jay.”Aku tidak tahu kapan Jay pergi dari kamarku. Ketika terbangun, aku justru melihat Dira sedang meletakkan nampan berisi makan siang.“Dira ... kau tahu ada seseorang tadi bersamaku?” Cemas, aku takut hanya kembali berhalusinasi melihat dan merasakan Jay ada bersama denganku.Dira menggeleng bingung. “Tadi Nyonya Martha memanggilku untuk mengambil parfait greek yogurt buatannya untuk Anda, dan kami berbincang sebentar. Tapi aku tidak melihat siapapun yang keluar dari rumah.” Penjelasan Dira membuatku ragu, bahwa aku dan Jay baru saja melewati sesi bercinta yang menyenangkan.Benar-benar tidak ingat, tapi aku yakin sejak pagi kami bersama. Jejak percintaanku dan Jay masih terasa di tubuhku. Tapi dia pergi tanpa pamit, mungkin dia menghilang saat sudah berhasil membuatku tidur nyenyak dalam pelukannya.Neil pulang lebih cepat, sekitar jam empat sore. Dengan wajah berseri-seri, Neil naik ke ranjang setelah dia selesai mandi. Menciumku tanpa ragu, dia berhenti sejenak dan tampak terkejut, m
Melewati trimester pertama, perutku semakin besar dari kehamilan normal yang sering kulihat di manapun. Kecuali satu yang kutahu, aku mengandung bayi kembar. Tebakanku tidak salah dan keyakinan ibu jelas benar, karena hasil Ultrasonografi menunjukkan hal itu.Kehamilan enam belas minggu, terlihat seperti dua puluh tujuh minggu. Itu mengembirakan sekaligus mengundang cemas banyak orang terdekat, terutama diriku. Padahal dokter sudah berulang kali mengatakan bahwa kandunganku sehat.Banyak hal yang semakin sulit kulakukan tanpa merasa cepat kelelahan. Bahkan ibu dan Neil melarang keras agar aku tidak lagi datang untuk mengurus gerai.Sekarang masih pagi, Neil sudah kuusir secara halus dengan alasan dia juga harus mengurus Harrison Express atau kami akan kelaparan. Itu hanya alasan, aku tahu Neil menurutiku karena dia juga merasa perlu bertanggung jawab pada perusahaannya. Jadi dia pergi dengan sedikit enggan.Seorang pelayan wanita bernama Andira, diperintahkan ibu untuk menemani, terut
Kini giliran Neil yang mengernyit bingung. Dia menepikan mobil, tepat di bawah sebuah pohon rindang tepi jalan. Memberi pandangan bingung, aku hanya coba tersenyum.“Sayang ... bukannya kau yang ingin memintaku untuk melepaskanmu suatu saat nanti? Aku benar-benar bingung ketika pernyataanmu berubah begitu cepat.” Neil mengenggam tanganku erat-erat.Benar, aku berubah pikiran seketika. Sekarang, aku tidak bertujuan untuk meminta dia melepasku. Setelah kupikirkan lagi, akan ada saatnya di mana Neil sendiri yang akan benar-benar rela melepaskanku lebih dulu. Membiarkan salah satu dari kami pergi ke mana hati menuntun.“Jangan khawatirkan itu. Berharap saja yang terbaik untuk kita, Neil.” Saling memeluk erat, kami berbagi kehangatan.Neil tidak mengusikku lagi dengan pertanyaan itu. Kami berangkat menggunakan sopir pengganti. Neil yang menginginkannya dengan alasan harus fokus menemaniku di kursi belakang selama dua jam perjalanan.Tidak banyak yang ingin kubicarakan saat ini. Jadi aku me
Bagaimana caranya agar dia kembali seperti Neil yang pertama kali kulihat di taman dekat rumahnya? Dia yang lembut, ramah dan selalu tersenyum padaku.Sekarang dia tampak hancur, sama seperti hatiku. Bisakah aku menebus semua kesalahanku padanya?“Aku hanya mengembalikan cincinnya, bukan hal lain. Tapi, aku ingin kita membuat kesepakatan bersama.”“Kesepakatan apa?” Dia bertanya curiga.“Mari hidup bersama. Kita pergi dari sini. Anggap bayi ini anakmu. Tapi berjanjilah, ketika aku ingin kau melepasku, kau harus melepaskanku tanpa ragu, tidak ada lagi Neil yang lemah karena ditinggalkan. Apa kau sanggup seperti itu?”Tidak perlu waktu lama untuk membuat Neil mengangguk. “Baiklah, aku menyanggupinya. Akan kuurus semua yang diperlukan. Bagaimana denganmu?”“Aku juga akan mengurus semuanya. Neil, aku ingin kau tahu satu hal, meski kau terobsesi padaku, tapi aku tidak akan menganggapmu seperti itu. Aku pasti berusaha menjadi istri yang baik untukmu.”Neil terdiam, dia bergetar, pucat, dan
“Kemarilah ...” Jay membantuku berbaring di sisinya, “kita akan seperti ini sebentar.” Dia memelukku dengan lembut, terasa hangat dan nyaman.Inilah yang sesungguhnya. Benar, hatiku menyadarinya. Aku mencintai Jay entah sejak kapan. Dia yang kuinginkan, meski tidak masalah jika nanti kami akan berpisah.Semua menjadi tidak begitu penting. Perasaan harus memiliki, keinginan untuk membalas semua perbuatan buruknya selama kami menikah, seakan pupus dengan sendirinya. Aku lupa bagaimana caraku membenci selama setengah hidupku pada pria ini.“Kau banyak berubah, Ava.” Jay bergumam. Suaranya bernada keheranan.“Begitukah? Apa ini karena bayinya?” Aku coba mengalihkan.“Hmm ... mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi kau juga ikut andil dalam hal ini.” Jay mencium jari jemariku.“Kau benar, aku jadi sangat memahami perasaanku saat ini.” Aku tersenyum. Tidak masalah jika Jay tidak mencintaiku. Bisa seperti ini sebelum berpisah, malah akan membuat perasaanku jauh lebih baik, daripada menyesal den
Benar, ini semua tentang itu.Aku dan Jay menerima tatapan tidak menyenangkan dari keduanya. Terutama ibu. Sekarang kami berada di kamarku.Entah kenapa ibu meminta kami untuk berkumpul di kamar dengan nuansa hijau mint yang tidak pernah berubah sejak terakhir kali kutinggalkan. Dan warnanya persis seperti kemeja longgar yang kukenakan sekarang.Tapi itu hanya kebetulan. Kemarahan ibu terlihat lebih nyata. Membuatku menciut seketika.“Kalian ... berani sekali kalian mengajukan perceraian setelah kakek meninggal? Dasar anak kurang ajar!” Ibu melayangkan pukulannya padaku, tamparan pertama mengenai pundak kiriku, tapi Jay melindungi dengan cepat, pukulan ibu selanjutnya malah diterima pria ini dengan sukarela.“Ibu ... maafkan kami. Sebagai gantinya, tolong pukul aku saja. Ava sedang hamil bayi kami, Bu.” Jay menunduk, tepat di hadapan Ibu.“Via ... sudah hentikan. Kau ingin tekanan darahmu naik lagi, hmm?” Ayah ikut menasihati, menarik lengan ibu agar kembali duduk di sisinya.Jay meng
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen