Pagi lebaran pun tiba. Suasana pagi begitu teduh dan menyejukkan, semua orang berlomba menyiapkan diri untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Beruntung di perumahan Anton, tetap diadakan sholat Ied, walau tetap harus menjaga jarak.
Anton sudah bangun pukul lima shubuh untuk melaksanakan sholat shubuh.Parmi telah terlebih dahulu bangun, sudah menjadi kebiasaan Parmi, jika harus bangun pukul setengah empat pagi. Selesai sholat shubuh, Anton memperhatikan kamarnya yang selalu rapi saat dia bangun. Parmi pasti yang membereskannya sebelum ia terbangun. Parmi masih asik di dapur, berhubung sedang datang bulan, Parmi jadi cukup santai beres-beres rumah, serta memanaskan aneka hidangan untuk disantap sepulang sholat Ied nanti.
Bu Rasti melihat Parmi, sedang menyapu dapur dengan cekatan. Lalu menghampirinya.
"Mama sudah pesan pembantu baru untuk di rumah," ucap Bu Rasti yang datang menghampiri Parmi, sudah rapi dengan baju lebarannya. Parmi menoleh kepad
Seminggu telah berlalu, rumah tangga yang dijalani oleh Anton dan Parmi, terbilang sangat biasa saja. Malah cenderung hambar. Anton yang sudah mulai masuk kembali ke sekolah, meskipun tidak mengajar, namun selalu ada saja yang ia kerjakan di sana.Pukul enam pagi, Anton sudah berangkat, karena pukul tujuh sudah harus sampai di sekolah untuk absen sidik jari. Ia akan kembali ke rumah pukul empat, terkadang pukul lima sore. Sesampainya di rumah, ia akan sibuk di layar laptopnya, bercengkrama dengan murid-muridnya, hingga malam.Anton hanya berhenti saat makan malam dan waktu sholat. Jarang sekali terlihat Anton dan Parmi terlibat pembicaraan. Hal tersebut sudah diperhatikan oleh Bu Rasti, ia sebenarnya sangat kecewa dengan sikap Anton, bagaimana pun ia harus membantu mendekatkan Parmi kepada anaknya.Malam ini, Parmi tengah mencuci piring, sedangkan bibi yang baru, sedang menyapu lantai dapur. Mereka baru saja selesai menikmati makan malam. Anton sudah langs
21+"Mas...astaghfirulloh, baunya!" Parmi menutup hidungnya sangat rapat dengan jari telunjuk serta jempolnya.Anton hanya bisa menyeringai, antara malu dan kelepasan. Yah, saat sedang asik menjadi bayi, bagian belakang tubuh Anton malah mengeluarkan suara dan bau yang sangat cettar, tanpa bisa ia tahan. Mungkinkah efek kekenyangan?"Yang pengen buang air siapa? yang kentut siapa? Jorok ih!" Parmi berusaha bangun dari ranjang, namun baru meletakkan kedua kakinya di lantai, rasa perih bersarang di pusatnya."Aauu!" pekik Parmi, ia meletakkan kembali bokongnya di atas ranjang."Aduh, sakit, tapi kebelet!" rengek Parmi sambil memegang perutnya. Tubuh telanjangnya tidak ia hiraukan lagi. Anton memperhatikan Parmi sambil mengulum senyum."Sakit ya, tapi enakkan," bisik Anton sambil mendekatkan tubuhnya ke arah Parmi.Parmi menggeser sedikit menjauh tubuhnya, wajahnya merona merah tatkala mengingat kejadian semalam."Saya beneran
Hujan sore ini turun sangat deras, sudah dari pukul tiga sore. Anton masih terjebak di sekolah, bersama teman-teman guru yang lain. Mereka sedang lembur menyiapkan laporan pembelajaran akhir tahun. Apalagi Anton adalah wali kelas XI, makanya ia cukup sibuk mengerjakan tugasnya, bahkan tak jarang, ia membawa tugasnya ke rumah, mengerjakannya hingga larut malam."Saya duluan, Pak," pamit Bu Umi pada teman-temannya."Masih hujan,Bu. Nanti saja, tunggu aga reda," sahut Pak Iqbal."Tidak apa-apa, Pak. Takut suami nungguin, soalnya dua jam lagi suami saya pulang kantor, saya belum masak," ucap Bu Umi sambil menyeringai, tangannya dengan sigap membereskan semua alat tulis, berkas dan laptop dari atas mejanya."Saya juga balik, ah!" Iqbal berdiri dari kursinya, ikut membereskan peralatan dari atas mejanya."Emang Pak Iqbal ada yang nungguin di rumah?" ledek Anton berpura-pura, senyumnya mencibir."Ada dong! janda di sebelah rumah saya," sahut
Tiga bulan sudah berlalu, rumah tangga yang di jalani oleh Parmi dan Anton masih sama. Tanpa rasa peduli dan cinta. Lebih tepatnya, hanya Parmi yang peduli dan mencintai suaminya. Yah ... sejak pertama kali Anton mengucapkan ijab qabul, di situlah Parmi mulai belajar mencintai suaminya. Namun hingga kini, keadaan sama saja, malah semakin tidak menentu.Parmi benar-benar merasakan hampa dalam hatinya sebagai seorang wanita. Anton hanya seperlunya saja bicara dengan Parmi, terutama berkaitan ranjang. Hanya pada saat itu saja, Anton begitu terlihat minat pada istrinya."Melamun apa sih?" tanya Bibik yang menghampiri Parmi di teras depan."Ah, ga papa, Bik. Ayo sini duduk," sahut Parmi, seraya meminta bibik duduk di sampingnya."Saya sedang bosan saja, Bik.""Oh gitu. Atuh pergi jalan-jalan ke mall depan sana."Tidak jauh dari perumahan mereka, memang ada sebuah mall yang cukup terkenal dan ramai pengunjung. Bu Rasti pernah mem
Selamat membaca.Bu Rasti tampak tengah merayu cucu lelakinya untuk makan malam. Namun, Angkasa bergeming. Ia mengunci mulutnya rapat. Tidak bicara, tidak makan bahkan ia tidak mau minum. Anton sedang keluar membelikan es krim untuk Angkasa, sebagai sogokan, jika Angkasa mau makan. Maka, boleh menikmati es krim Baskin Robbin. Namun anak lelaki berusia delapan tahun itu tetap tidak mau membuka mulutnya. Ia hanya asik menggambar dengan tab yang ia bawa."Nanti cucu nenek masuk angin kalau tidak makan, makan ya Nak, ga papa sedikit saja." rayu Bu Rasti pada cucunya. Angkasa menoleh kepada neneknya, lalu menggeleng lemah.Hhhhmmm...Bu Rasti menyerah, ia meletakkan piring berisi lauk bakso yang dibuat olehnya dan Parmi tadi siang, di atas meja. Angkasa melirik ke arah piring tersebut, harusnya ia sangat senang memakannya, karena ia berpartisipasi dalam membuatnya. Namun, papanya mengacaukan mud anak lelaki satu-satunya. Angkasa menghembuskan nafas kasar, matany
Selamat membaca.Parmi menatap rintik hujan dari jendela kamarnya, sudah setengah jam ia duduk berdiam diri di sana. Bunga-bunga yang ia rawat tampak segar, saat dibasahi oleh tetesan air hujan. Bunga-bunga itu, ia rawat dengan baik, menyiramnya, memberikan pupuk, meggunting daun yang busuk atau layu. Bahkan Parmi baru saja berhasil mencangkok tanaman buah jambu biji. Dalam lamunan ia tersenyum tipis. Jika suatu saat pernikahannya berakhir, siapa yang akan mengurus semua tanamannya? Ibu mertuanya, hanya sebentar minat merawat tanaman, selebihnya mertuanya lebih senang dengan aktifitas merajut dan gym.Ia membuka telapak tangannya, memandang jepit rambut berwarna merah, pemberian Angkasa yang sedari tadi ia genggam. Ah...anak sambungnya itu sangat perhatian padanya. Saat berjalan-jalan dengan Anton, ia membelikan hadiah jepit rambut sebagai oleh-oleh. Bahkan anak pintar itu mengatakan akan membelikan yang banyak untuk Parmi, jika ia datang kembali ke Indonesia.&nb
Selamat sore dan selamat membaca😍****"Ha ha ha ...."Wanita itu tertawa di bawah gerimis yang semakin deras, langkahnya tidak berhenti bahkan saat ada petir yang menggelegar.Orang-orang yang sedang berteduh di halte bis, memperhatikannya dengan keheranan, ada juga yang memandangnya dengan iba. Suara tawanya tertutup air hujan, air mata yang sedari tadi tumpah ruah telah tercampur dengan air hujan. Ia tidak tahu kemana kaki membawanya melangkah, ia hanya berjalan tiada lelah dan rasa takut.Sekujur tubuhnya basah, rasa sakit di hatinya telah mengalahkan rasa dingin yang menusuk tulangnya. Bahkan sudah dua jam ia berjalan kaki, rasa lapar juga sudah menyerang dirinya, namun ia hiraukan. Yang ada hanya rasa sakit, kecewa dan terluka."Ha ha ha ... hi hi hi ...."Suara tawanya kembali terdengar diantara tangisannya."Ibu, lihat ada orang gila!" suara anak kecil berbisik pada ibunya, keduanya tengah melihat Parmi dengan rasa
"Ibu ... AWAASS!!""Huuuhhaaahhaa ... hhu ...." Napasnya memburu, ia tersentak dari tidurnya, duduk bersandar pada kepala ranjang. Masih dengan mengerjapkan mata beberapa kali. Ia mencoba melihat sekeliling, dimana adiknya masih tertidur dengan pulas. Detak jantungnya masih berdetak cepat, bahkan kini ia benar-benar khawatir. Ia mencoba memejamkan kedua matanya kembali, namun tidak bisa. Mimpi tadi seakan terjadi ,tepat di depan mata kepalanya sendiri. Ibu sambungnya tertabrak mobil."Astaghfirulloh." Ia menggelengkan kepalanya, sambil mengusap dadanya. Kini ia turun dari ranjang, melangkah menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudhu, lalu melaksanakan sholat tahajjud. Ternyata sedari kecil kedua orangtuanya sudah mendidik Angkasa untuk sholat malam jika sedang bermimpi buruk."Ya Allah, tadi mimpi Angkasa serem. Ibu ditabrak mobil, semoga cuma mimpi ya Allah, lindungi ibu dan papa abang dari orang jahat dan marabahaya. Aamiin."Ia menyudahi do