Share

Kegiatan Malam

Saga pagi ini masih menyempatkan diri ke kantor bersama Reres yang seperti biasa duduk di sofa memerhatikannya. Tak ada yang Reres lakukan selain menemani Saga, sesekali memainkan ponsel dan membaca buku.

Sejak SMA, Reres mengurus Saga di rumah bahkan sampai urusan makan siang. Saat kuliah, Reres sering datang untuk sekadar membawakan bekal atau membawakan benda-benda milik atasannya itu yang tertinggal di rumah. Hingga teman-teman kampus Saga memanggil gadis itu baby sitter-nya. Namun, seperti biasa Reres bukan orang yang terlalu mempedulikan apa kata orang. Ia cenderung cuek, hanya sesekali merasa tak percaya diri.

Pagi tadi keduanya telah mempersiapkan pakaian yang akan mereka bawa sebagai persiapan seminggu di Bali. Siang nanti keduanya akan berangkat untuk memenuhi keinginan Reres.

Saga masih sibuk dengan dokumen-dokumen yang masuk, menumpuk di meja kerjanya yang kini tengah ia tandatangani satu per satu. Ia terlihat berbeda ketika berada di perusahaan. Berwibawa, tegas dan dingin. Ia melirik Reres yang kini terlihat resah, kemudian kembali membaca dokumen di hadapannya.

"Mumpung kita belum berangkat, gue tanya lagi … lo yakin?"

Reres menatap Saga kemudian mengangguk. "Yakin."

Saga mengambil ponsel, lalu menghubungi Haris, orang kepercayaannya. Meminta pria itu datang ke ruangan untuk menitipkan kantor selama ia berada di Bali. Haris sudah bekerja sejak Saga menjabat sebagai CEO Candramawa, dan berlangsung hingga saat ini. Yang Saga ketahui Haris memang dipilih oleh sang ibu karena ayah dari pria itu sebelumnya adalah orang kepercayaan perusahaan.

Pintu diketuk, sang atasan mempersilakan masuk. Haris pun berjalan masuk. Jika diperhatikan Haris begitu menawan dengan garis mata tegas, memiliki lesung tipis di kedua pipi, alis tebal, rahang yang tegas dan bahu yang lebar. Pria itu berjalan mendekat pada meja kerja Saga seraya melirik sekilas pada Reres yang tersenyum padanya membuat ia tersenyum tipis.

"Ris, tolong saya untuk urus semua keperluan perusahaan seminggu kedepan. Hari kamis ada rapat dewan, tolong batalkan." Saga memberi perintah sambil membereskan dokumen yang telah selesai ia tandatangani.

"Loh, memang ada apa, Pak?" Haris bertanya heran. Tumben sekali Saga memintanya mengurus semua, padahal tak ada rencana sebelumnya. Ini terlalu mendadak, pikirnya.

"Saya mau ke Bali. Ada urusan penting, mendesak, serius dan harus disegerakan," jawab Saga sambil melirik cepat ke arah Reres yang memilih memalingkan wajah.

"Sama Reres?" tanya Haris lagi sambil menoleh ke arah Reres.

Pertanyaan itu mendapat anggukan kepala dari Saga. "Iya, tentu. Saya percayakan semua padamu." Saga kemudian berdiri, membawa dokumen-dokumen di tangannya, lalu menyerahkan pada sang tangan kanan.

"Saya bisa hubungi Bapak 'kan kalau ada sesuatu?"

Saga berjalan ke luar ruangan, diikuti Reres di samping Haris yang tampak benar-benar bingung. Sang CEO berkulit putih itu lalu menjawab pertanyaan orang kepercayaannya. "Enggak, saya enggak mau dihubungi seminggu ini."

"Loh, kalau direksi minta rapat tetap berjalan?" Haris bingung dengan kelakuan Saga yang kali ini benar-benar mendadak.

Langkah Saga terhenti, menatap Haris yang berjalan di belakangnya. "Saya akan hubungi mereka dalam perjalanan. Saya pastikan rapat hari kamis lusa batal."

"Tapi—"

Saga mendekat cepat, menutup bibir Haris dengan telunjuk kanannya. "Cukup, enough." Saga berucap dengan nada yang dibuat-buat dan itu membuat Reres terkekeh.

Saga melepaskan jarinya dari bibir Haris membuat pria itu mengusap bibirnya cepat. Reres berjalan mengikuti langkah Saga, kemudian menoleh dan melambaikan tangan sebagai perpisahan pada Haris yang tersenyum sambil ikut melambaikan tangan.

***

Reres dan Saga kini berada di hotel. Seperti biasa, Saga memesan president suite room. Reres ingin duduk di sofa sebelum Saga menarik dan mengajaknya ke dalam kamar.

"Gue di sini a—"

"Kita ke kamar," ajak Saga serius.

Reres menurut, melangkahkan kaki dengan sedikit berat, membayangkan kejadian apa yang mungkin akan ia alami bersama Saga. Reres sering mendengar desahan-desahan setiap kali Saga sibuk bergumul di ranjang bersama para gadisnya. Namun, kali ini ia yang akan melakukan itu bersama Saga. Belum dimulai jantungnya sudah berdetak cepat, saat Saga menggandeng tangannya membawa ke dalam kamar.

"Duduk," ucap Saga, mempersilakan gadis tambun itu duduk di tempat tidur saat melihat Reres yang berdiri mematung.

Pria itu bahkan memperlakukan Reres dengan baik, merapikan koper milik bawahannya itu. Lalu kembali dengan membawa dua air mineral dingin, dia pun duduk di samping Reres.

"Jadi, gimana rencananya?" Saga bertanya, mungkin saja Reres telah memikirkan sesuatu untuk mereka berdua.

Pertanyaan itu membuat Reres terdiam. Apa yang harus ia rencanakan? Bukannya ia bodoh dan tak mengetahui bagaimana cara membuat bayi. Hanya saja secara pengalaman, ia sama sekali tak mengetahui. Semua sumber ilmu dan informasi berdasarkan artikel dan buku yang ia baca. Bergumul di ranjang? Pacaran atau disentuh pria lain saja ia sama sekali tak pernah merasakan itu. Hanya saja yang pernah ia peluk dan genggam tangannya bukan dengan perasaan cinta, melainkan hanya sebatas tugasnya.

"OK, kalau lo diem berarti memang enggak ada rencana. Kita istirahat, anggap aja hari bulan madu kita." Saga menoleh, menatap Reres kemudian. "Lo udah pernah ciuman?"

Gadis itu menggeleng. "Lo mau pesan makanan?"

"Aish, lupain peran lo sebagai baby sitter gue. Lo harus bersikap kaya Vinny atau Lauren. Supaya kita ada chemistry-nya."

"Gue mana bisa, sih, Ga?"

Saga lalu mengambil ponsel, membuka web untuk mencari sesuatu. Ia mengetikkan tulisan 'cara membangun chemistry antara suami istri'.

"Kenapa suami istri?" tanya Reres bingung.

"Kan, kita mau punya baby. Anggap aja kita suami istri biar terasa tanpa beban. Nih, ketemu satu, katanya bepergian ke tempat asing. Ini kita udah lakuin. Terus yang kedua gandengan tangan." Saga terhenti, lalu mengulurkan tangannya. Reres refleks menggandeng tangan Saga.

"Tapi, lo kan udah pengalaman sama cewek, Ga?" Reres buka suara. Ia berpikir bukankah Saga sudah berpengalaman, lalu mengapa ia bersusah payah untuk mencari segala hal yang dibutuhkan di internet?

Saga menatap Reres. "Masalahnya gue kan sama lo, bukan sama yang lain. Lo enggak ada rasa ke gue, gue juga enggak ada rasa ke lo. Kalau yang lain kan gue sama-sama punya ketertarikan dan memang mau saling memuaskan. Lo aja gue tanya ada rencana, malah diem. Lo sahabat gue, udah gue bilang mau treatment lo dengan baik."

"Gue enggak menarik, ya?" tanya Reres lagi.

"Buat gue, yang penting sarang buat burung gue. Udah diem," ketus Saga, lalu kembali membaca artikel di tangannya. "Poin ketiga nih, berciuman. Lo udah pernah ciuman?" tanya Saga, yang dijawab gelengan kepala oleh Reres.

"Kok bisa?! Lo, kan, udah 24 tahun?!"

"Ya, gimana, emang belum pernah."

"Kalau gitu sini gue cium."

"Yaudah, ini." Reres malah memajukan bibirnya dan membuat Saga tertawa.

"Diem aja. Liat gue, biar gue yang mulai."

Saga menatap Reres, mata keduanya bertaut. Gadis itu tak tahu apa yang terjadi, saat ini jantungnya berdebar kencang, napasnya tertahan saat pria di hadapannya memegang pinggang membuat darahnya berdesir perlahan. Ini pertama kali tubuhnya dipegang seorang pria. Tatapannya semakin fokus pada Saga yang bahkan belum bergerak mendekatkan wajah mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status