Home / Urban / Badai Sang Pemberani / 032. Drama Patah Hati

Share

032. Drama Patah Hati

Author: Iq Nst
last update Last Updated: 2025-10-10 10:50:57

Di sebuah kampus ternama tempat Valeri menempuh pendidikan, suasana pagi tampak ramai dengan aktivitas mahasiswa. Gedung-gedung modern berdiri kokoh, halaman hijau dipenuhi anak muda yang bercengkerama, beberapa diantaranya sibuk dengan buku, ada pula yang terburu-buru menuju kelas.

Valeri berjalan anggun dengan seragam kampusnya, wajah cantiknya masih menyimpan sisa kelelahan setelah pertarungan besar yang baru saja ia menangkan beberapa hari lalu. Namun sorot matanya tetap jernih, menampilkan ketenangan sekaligus keyakinan. Disampingnya, sahabat setianya, Hilda--melangkah sambil sesekali bercanda, berusaha mencairkan suasana hati Valeri yang kerap melamun.

"Sang juara masih sering termenung ya?" canda Hilda sambil menepuk ringan bahu Valeri.

Valeri tersenyum tipis, "Aku hanya... memikirkan sesuatu, Hilda. Ada hal yang selalu muncul di kepalaku, dan aku tak bisa mengabaikannya."

Hilda menatap sahabatnya penuh arti. Ia tahu ada sesuatu yang lebih dalam di balik senyum lembut Valer
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Badai Sang Pemberani   035. Berita dari Pahlawan

    Di layar televisi, tampak sosok gagah: Inspektur Badai Lesmana. Wartawan sedang mewancarainya, menanyakan perasaannya menjelang keberangkatannya menuju ibukota. Dengan suara tegas dan penuh wibawa, Badai menjawab: "Saya hanya menjalankan tugas. Dimanapun ditempatkan, saya akan tetap berdiri melawan setiap kejahatan. Jakarta membutuhkan kami, dan saya selalu siap." Mellisa sontak terpaku. Matanya membesar, tangannya bergetar samar. Ingatan lima tahun lalu berkelebat jelas--detik-detik di tepi jurang, pistol para perampok, lalu sosok pemuda yang tubuhnya bersimbah darah namun tetap berjuang melindungi mereka. Hatinya berguncang, napasnya tercekat. "Badai... kau akhirnya kembali lagi. Detektif pemberani yang namanya tak lekang oleh waktu - putriku Valeri selalu memujamu sampai sekarang," bisiknya. Kilau kamera wartawan masih menyinari wajah tegas Inspektur Badai Lesmana saat ia menatap lurus ke depan. Dengan nada yang tak bisa dibantah, ia berkata: "Brigadir Wisnu bukan seorang

  • Badai Sang Pemberani   034. Awal Hidup Baru

    Malam itu, meja makan keluarga Hendra tampak hangat. Aroma sup hangat bercampur nasi putih mengepul, sementara gelak tawa terdengar riang. Hilda berceloteh tentang kampusnya, Faisal sesekali menyela dengan gurauan khas remaja, membuat ibunya, Lestari, menepuk pelan lengannya sambil tersenyum geli. Pak Hendra dengan wajah sumringah menatap keluarganya, lalu membuka percakapan yang sejak tadi ia tahan. "Kalau kabar yang Bapak dengar benar. Beberapa hari lagi, abang kalian Badai akan kembali bertugas di sini. Sudah lama ia bertugas di luar daerah," katanya sambil menuangkan air ke cangkir. Hilda spontan bertepuk tangan, "Wah, akhirnya! aku sudah lama kangen sama Bang Badai, Rumah kita lengkap lagi." Faisal yang sedang asyik mengunyah, langsung nyeletuk, "Kalau Bang Badai di sini, aku makin disiplin jadinya, setiap pagi bangun harus olah raga." Semua tertawa mendengar kata-katanya. Lestari mengusap lembut bahu putra bungsunya, "tapi kamu mau kan jadi seperti abangmu? makanya d

  • Badai Sang Pemberani   033. Hati yang Rindu

    Valeri meletakkan gelas minumnya, lalu menatap Hilda. Dengan nada datar tapi menusuk, ia bertanya: "Hilda... memangnya orang yang dekat denganmu hanya Rayhan?" Pertanyaan itu membuat Hilda terdiam sesaat. Ia mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud Valeri. Lalu tiba-tiba bayangan muncul di kepalanya: sosok adiknya, Faisal, yang masih remaja berusia 17 tahun. Mata Hilda langsung melebar, lalu ia menutup mulutnya dan tertawa geli. "Vale! Maksudmu.... kau suka adikku si Faisal? kau aneh.... Faisal itu masih 17 tahun Vale...? kau suka sama brondong ya..." Hilda tertawa geli sambil memegang perutnya, tak menyadari wajah Valeri sama sekali tak merasa lucu. Valeri hanya tersenyum samar, tatapannya dalam, penuh misteri. "Pikiranmu sedang gendeng ya Hilda..." ucapnya tenang. Hilda berhenti tertawa perlahan, merasa ada sesuatu yang aneh. Senyum Valeri terlalu serius untuk sebuah candaan. Jantungnya berdebar tak enak, seakan Valeri benar-benar menyimpan rahasia besar yang belum te

  • Badai Sang Pemberani   032. Drama Patah Hati

    Di sebuah kampus ternama tempat Valeri menempuh pendidikan, suasana pagi tampak ramai dengan aktivitas mahasiswa. Gedung-gedung modern berdiri kokoh, halaman hijau dipenuhi anak muda yang bercengkerama, beberapa diantaranya sibuk dengan buku, ada pula yang terburu-buru menuju kelas. Valeri berjalan anggun dengan seragam kampusnya, wajah cantiknya masih menyimpan sisa kelelahan setelah pertarungan besar yang baru saja ia menangkan beberapa hari lalu. Namun sorot matanya tetap jernih, menampilkan ketenangan sekaligus keyakinan. Disampingnya, sahabat setianya, Hilda--melangkah sambil sesekali bercanda, berusaha mencairkan suasana hati Valeri yang kerap melamun. "Sang juara masih sering termenung ya?" canda Hilda sambil menepuk ringan bahu Valeri. Valeri tersenyum tipis, "Aku hanya... memikirkan sesuatu, Hilda. Ada hal yang selalu muncul di kepalaku, dan aku tak bisa mengabaikannya." Hilda menatap sahabatnya penuh arti. Ia tahu ada sesuatu yang lebih dalam di balik senyum lembut Valer

  • Badai Sang Pemberani   031. Memori Lima Tahun yang Lalu

    Kala itu, Valerrie masih remaja usia 16 tahun, ia sedang duduk manis dii kursi tengah bus wisata mewah bersama ibunya, Mellisa Christina, selain mereka berdua di dalam rombongan wisata juga ada beberapa konglomerat terkenal dan pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan. Perjalanan tur wisata awalnya penuh ceria dan kegembiraan, di sela-sela canda, tawa, kadang pembicaraan juga menyentuh ke rencana bisnis para konglomerat ke depannya. Namun, dalam sekejap segalanya berubah. Dari balik pepohonan rindang jalanan berliku, tiga pria bersenjata api menghadapi rombongan bus wisata. Bus berhenti ketika peluru pistol pembajak menghantam badan bus. teriakan panik pecah dari dalam bus. Salah satu pembajak langsung menarik pintu mobil dan menodongkan pistol ke arah penumpang. Dengan kasar ke tiganya masuk ke dalam bus, lalu melakukan penggerebekan dengan tujuan merampok. Para pembajak menuntut tebusan besar. Mereka tahu siapa orang-orang yang berada dalam bus wisata itu. Di tengah aksi brut

  • Badai Sang Pemberani   030. Sang Juara Baru

    Wasit memberi aba-aba, dan Lisbet langsung meluncur bagai macan lapar. Pukulan beruntun, tendangan cepat, semua di arahkan ke tubuh Valeri tanpa henti. Penonton bersorak histeris melihat intensitas serangan sang juara bertahan. Namun berbeda dengan babak sebelumnya, kali ini Valeri tidak gegabah. Ia bergerak gesit dan lincah, mundur selangkah, memiringkan badan, menangkis seperlunya. Sesekali ia hanya mengangkat lengan untuk menutup serangan, lalu melangkah ke samping menghindar. Lisbet semakin garang, keringat membasahi wajahnya, nafas mulai memburu. Pukulan kerasnya beberapa kali hanya mengenai udara kosong. Valeri seolah tahu persis kapan harus mundur dan kapan harus menghindar. Tribun penonton semakin gaduh. "Kenapa Lisbet tidak berhasil mendaratkan serangan?!" teriak salah seorang komentator." "Valeri sepertinya sengaja mempermainkan tempo pertandingan! ada strategi dalam jurusnya - memancing emosi lawan." Lisbet mulai frustasi. Ia menghentak matras dengan kakinya, la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status