Share

Vinson si Biang Kerok

Author: Rucaramia
last update Last Updated: 2024-05-23 11:01:35

Teriakan yang begitu familiar segera saja langsung mengagetkan mereka berdua. Gaara langsung tersentak ke belakang, sementara Esther langsung mengambil kesempatan untuk menutupi dadanya dan beranjak turun dari meja dapur untuk menjauhkan dirinya dari si tuan mdua. Rasa kaget bercampur malu menjadi satu dalam diri Esther. Dia sangat takut Stella bisa melihat bekas mulut Gaara yang mengulum dadanya tadi.

Esther melirik ke arah Gaara, ekspresi pria itu bisa dibilang terlihat geram lantaran kesenangannya harus diganggu secara paksa oleh seseorang. Dia melempar pandangan tajam ke arah asistennya yang sudah berdiri tidak jauh dari mereka.

“Tunggu dulu, jangan marah padaku begitu. Tuan Gaara. Aku sengaja berteriak karena jika tidak, kau mungkin tidak akan menyadari bahwa temanmu sejak tadi sudah menunggu di depan dapur,” tutur Stella santai.

Lalu seakan diberi aba-aba orang yang dimaksud teman oleh Stella muncul dari balik badannya. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada dia memasang senyuman paling kurang ajar yang pernah ada. Dia adalah Vinson, laki-laki paling Esther benci sekampus karena hobby mengganggu dirinya. Kontan ekspresi Esther langsung mengernyit tidak suka atas kehadiran orang itu.

“Aku tidak tahu kalau kau sedang bersenang-senang Gaara. Aku tidak pernah punya niat untuk menganggumu. Tadinya aku mau langsung pergi, tetapi asistenmu datang dan dia jadi berteriak,” ungkap Vinson seraya mengedikan bahu ke arah Stella sebelum kembali memandang Gaara dan juga Esther.

Tetapi sejurus kemudian tatapan pria itu terhenti pada Esther, pria itu memandangnya dari atas ke bawah seolah sedang mencemooh dirinya. Lalu setelah itu dia menatap pada Gaara. “Kurasa kau perlu mandi air dingin, Gaara. Kita akan bicara setelah itu.”

Sepeninggal Gaara kini hanya ada Esther dan Vinson. Stella juga undur diri karena wanita itu perlu bekerja memenuhi keperluan Gaara. Tetapi situasi ini justru membuat Esther tidak nyaman.

Well … well … Esther,” ujar Vinson sambil bertepuk tangan lambat-lambat yang jelas sedang mencoba untuk mencacinya sekarang. Seolah tidak cukup dengan apa yang dia telah perbuat di kampus, pria itu kembali merundungnya disini. Seperti bila dia tidak melakukannya dia akan mati.

Esther sendiri menatap datar pada lelaki itu. Sesungguhnya dia amat jijik tatkala mendengar namanya di sebut dengan nada manis dibuat-buat. Tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa lantaran orang ini baru saja memergokinya melakukan hal tidak senonoh. Dia terlalu malu setelah perbuatannya dilihat oleh laki-laki ini.

“Siapa sangka kalau ternyata Esther yang so suci se-kampus malah membiarkan dirinya digerayangi seorang berandalan macam Gaara,” ujar Vinson sambil mengikis jarak diantara mereka.

Esther sendiri berusaha mengabaikan laki-laki itu, menganggapnya tidak ada sudah bagian dari hidup Esther. Jadi apa bedanya sekarang? 

“Hah, masih punya nyali juga kau bertingkah sombong dengan mengabaikanku. Apa kau pikir setelah kau bisa bermesraan dengan Gaara kau adalah pemenangnya?” Bahu Esther menegang tatkala merasakan pria itu sudah memposisikan diri tepat dibelakangnya. “Kau pikir hanya kau satu-satunya perempuan yang disentuh dengan cara seperti itu oleh Gaara didapurnya?” tambah Vinson lagi, kali ini diikuti dengan sindiran yang tajam.

Wajah Esther memerah, sejujurnya dia juga tahu betul soal itu. Dia tahu bahwa dia bukan satu-satunya dan itu sebabnya pula dia merasa sangat bodoh atas apa yang sudah terlanjur terjadi. Memikirkan Gaara melakukan hal serupa dengan perempuan lain di tempat yang sama, entah kenapa membuat dadanya terasa sesak.

Vinson tertawa kecil mendapati ekspresi Esther yang muram, dia seolah cukup puas memberikan guratan menyakitkan kepadanya dengan cara ini. “Sejujurnya ini pertama kalinya aku memergoki dia dengan seorang perempuan, dan adalah sebuah kejutan sekali menemukanmu bersamanya disini. Tapi yang jelas kau kalah jauh dengan perempuan yang pernah dia bawa ke tempat tidurnya.”

“Sebenarnya apa maumu?” Esther kini memutuskan untuk melawan. Kupingnya terasa panas mendengar ocehan pria itu sejak tadi.

“Seharusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kau lakukan disini?” Vinson memegang kedua bahu Esther erat-erat bahkan nyaris terlalu keras sehingga Esther sampai mengernyitkan wajahnya karena itu.

“Apa pun yang aku lakukan disini itu bukan urusanmu!” sambar Esther geram.

“Oh ya? Kau sadar saat ini bicara dengan siapa?”

“Bedebah busuk yang usil terhadap hidup orang lain.”

“Setidaknya aku bukan perempuan yang bertingkah so suci di kampus tapi berkeliaran tanpa celana di rumah laki-laki asing di pagi hari,” sahut Vinson mencelanya. “Esther, Esther … melihat keadaanmu sekarang kau ini seperti baru saja mengakui seberapa murahnya harga diri yang kau agungkan itu.”

Mendengar kata murahan terucap dari bibir Vinson. Tangan Esther sesungguhnya sangat gatal untuk melayangkan tamparan. Tetapi gadis itu menahannya sehingga tangannya terkepal dan gemetar di samping tubuhnya.

Melihat respon Esther yang demikian, Vinson menyeringai padanya. “Seluruh tindakan dan ucapanmu terlalu berkebalikan. Meski kau menutupinya, aku bisa melihat tempat dimana Gaara menghisapmu tadi.”

“Brengsek!” Esther menjauh dari Vinson dan mendorongnya. Ini gila! Seluruh situasinya terlalu tidak sejalan. Apa yang dikatakan Vinson ada benarnya, dan itu membuat Esther frustasi akan dirinya sendiri. Kata-kata menohok yang pria itu ucapkan membuatnya merasa memang pantas mendapatkannya.

“Kau menolakku dan mengataiku brengsek. Tetapi beberapa saat yang lalu kau mendesah-desah saat Gaara menggerayangi tubuhmu. Dasar perempuan munafik.” Suara Vinson yang dalam membuat bulu kuduk Esther berdiri. Bahkan entah bagaimana caranya tiba-tiba saja Esther sudah terdesak diantara tubuh Vinson dan dinding. Pria itu sudah berada dibelakang tubuhnya dan karena jarak mereka yang begitu dekat Esther bisa merasakan napas hangat pria itu dibelakang lehernya.

“Tapi kau tahu fakta uniknya? Aku suka suaramu saat itu,” bisik pria itu pelan dan sejurus kemudian sesuatu yang hangat dan basah tiba-tiba saja sudah menempel di leher Esther.

Begitu sadar bahwa benda itu adalah lidah si brengsek Vinson, secara otomatis Esther langsung berbalik dan mencoba untuk memberinya satu tamparan. Untung saja tamparan keras yang dia layangkan sukses dan membuat pria itu terdiam cukup lama. Dia secara perlahan menyentuh pipi bekas tamparan Esther, sementara gadis itu sibuk mengatur napasnya yang memburu karena amarah. Belum pernah seumur hidupnya dia kehilangan kontrol seperti ini. Tetapi bila itu karena Vinson, Esther tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukan kekerasan. 

Ketika Esther pikir pria itu akan berhenti, tanpa diduga dia malah tertawa sendiri. “Kau menamparku? Gila! Ini gila sekali!”

“Tutup mulutmu brengsek!” Esther secara impulsive melemparkan sebuah piring melamin yang dia dapat dari bak cuci piring. Tetapi dengan mudah Vinson dapat menghindarinya, sehingga piring tersebut berakhir teronggok dilantai.

“Apakah ini sebuah deklarasi bahwa kau menyukai Gaara? Kau sesuka itu padanya?”

“Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan? Aku tidak menyukai dia!”

“Benarkah?” seringai Vinson makin melebar mendengar pernyataan Esther. Biasanya dia selalu membosankan, tetapi saat dia membawa Gaara dalam permainan entah kenapa reaksi yang gadis itu berikan sungguh berbeda dan dia jadi menyukainya. “Kalau begitu buktikan ucapanmu!”

Untuk apa hal seperti itu perlu dilakukan? Mereka bahkan bukan remaja puber. “Untuk apa pula aku perlu membuktikan hal itu?”

“Aku punya rekaman video apa yang kalian perbuat di dapur ini, pasti akan bagus bila bukan hanya aku saja yang tahu soal ini.”

Mulut Esther terbuka mendengar omong kosong yang baru saja dikatakan oleh Vinson kepadanya. Sejujurnya itu penawaran yang menarik. “Apa yang kau mau?”

“Sederhana, jinakanlah Gaara Maxwell, maka aku akan berhenti mengganggu hidupmu lagi.”

Esther terdiam, dia menatap pria itu lekat-lekat. Dia sungguh tidak menyangka bahwa pembicaraan ini akan terdengar sedikit lebih serius. Yang dia tahu adalah Gaara adalah kawannya sendiri, tetapi mengapa dia menginginkan Esther untuk melakukan hal seperti itu?

“Kau sakit jiwa!”

“Intinya kau setuju atau tidak? penawaran ini tidak akan datang dua kali. Aku tunggu jawabanmu paling lambat esok hari. Jika kau tidak memberiku jawaban, kau semua orang akan tahu apa yang aku lihat hari ini,” ujar Vinson sambil berlalu dari ruangan tersebut.

Dia cukup puas melihat ekspresi wajah Esther yang pucat pasi. Sesuatu dalam diri pemuda itu mengatakan bahwa gadis itu pasti akan mau menerima tawarannya cepat atau lambat. Dia tidak bisa menunggu sama sekali untuk melihat kehancuran Esther di depan matanya.

"Mati aku!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Side 2

    Baiklah ini mungkin sedikit tentang keluarga pasutri muda. sebenarnya tidak ada yang terlihat wah atau bagaimana kecuali fakta bahwa mereka mulanya adalah pasangan yang terlihat abnormal tetapi nyatanya bisa membuat sebuah keluarga yang terlampau manis bak gulali, apple candy, dan kue lapis legit. Namun terkadang juga bisa sepahit kopi, se asam lemon, se asin garam. Ya, barangkali inilah alasan mengapa hidup itu tidak selalu tentang satu rasa, sebab manis itu sendiri tidak akan pernah berarti bila tidak ada rasa yang lain. Hidup tidak melulu soal bahagia.Matahari sudah meninggi, teriknya telah menghidupkan semesta mencoba mengintip dari celah tirai jendela yang sengaja belum dibuka. Seiring dengan langkah Gaara yang sampai di ujung tengah dan lekas membuka pelan pintu kamarnya.Lelaki itu berjalan tanpa suara, seraya mengukir senyum yang paling sempurna. Kedua matanya memancarkan cahaya yang lembut, tampak sekali bahwa pria tersebut menyukai sosok wanita yang masih meringkuk nyaman d

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Side 1

    Tidak disangka hari yang ditunggu akan tiba. Dia juga tidak habis pikir bahwa akan tiba masanya dia akan mengenakan pakaian serba putih dan didandani dengan cantik, terlebih nantinya dia akan bersanding dengan pria yang dia cintai. Senyuman manis terpatri di wajah Esther yang sudah dipoles dengan make up sedemikian rupa. Gadis itu sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum untuk moment ini. Hari ini dia akan menikah, dengan seseorang yang dulunya adalah bad boy di kampus, lelaki yang mulanya hanya dijadikan sebagai objek taruhan antara dia dengan Vinson. Ceritanya memang selucu itu, tetapi tidak memudarkan bahwa cinta yang dia miliki kepada sang pria adalah cinta yang tulus.Setelah lulus dan berpacaran selama kurang lebih tiga tahun, Gaara datang ke kediamannya dan dengan gentle meminang Esther di depan ayahnya. Lamaran itu datang tanpa diduga sama sekali oleh Esther, dan dia teramat bahagia mendengar kesungguhan Gaara terhadapnya. Selang beberapa waktu, pria itu langsung sibuk memper

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Life is Funy, Right?

    Esther terbangun karena rasa lapar di perut. Dia berbalik dan menemukan sepasang mata Gaara yang menatapnya dengan intens.Dia tertidur saat ditengah permainan, dan ranjang Gaara sekarang sudah menjadi favorit Esther. Dia tidak mau meninggalkannya.“Hei,” sapa gadis itu pada sang pemuda, dia tersenyum malu-malu.“Hei,” balas Gaara membalas senyumannya. “Kau lapar ya?”Esther mengangguk.“Aku sudah memanaskan sup dan ada sedikit roti juga. Mungkin rasanya tidak akan terlalu cocok, tapi aku pribadi memang jarang makan dirumah.”Esther terkekeh. “Kau seperti cenayang, bagaimana kau bisa tahu aku lapar?”“Aku mendengar suara perutmu.”Wajah Esther memerah, sementara Gaara malah tertawa. Mereka kemudian makan bersama di tempat tidur. Makan terakhir yang Esther makan memang hanya sarapan di pesawat. Rasa lelah membuat Esther melupakan banyak hal termasuk urusan mengisi perut. Dan meski Gaara bilang rasanya mungkin tidak sesuai, tetapi bagi Esther makanan itu adalah yang paling nikmat yang p

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Body Rhytm

    “Menurutmu apa aku punya pilihan Gaara?” Dia merasakan air mata membasahi pelupuk mata. “Aku sendirian. Jika ada satu kesempatan bagiku untuk bisa menyelamatkan diri, tentu aku akan melakukannya.”“Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara—”“Siapa yang kau pikir akan menolongku saat itu? Apakah kau Gaara? Kau? Tentu saja aku tidak pernah berpikir kesana karena aku orang asing bagimu sementara Vinson adalah teman baikmu. Dan apa yang kau lakukan saat kau tahu aku kesulitan di kampus ketika Vinson membully-ku? Kau tidak melakukan apapun.” Gaara hendak memotongnya, tetapi Esther segera mengangkat tangan mencoba untuk menghentikan apapun yang akan lelaki katakan sebagai bentuk dari pada pembelaan. “Kita pernah membicarakan ini dulu sekali. Aku tidak berusaha sedang menyalahkan keadaan ini kepadamu. Faktanya, memang pada saat itu aku tidak punya seorangpun yang bisa menolongku. Pada akhirnya aku hanya harus melakukan sesuatu agar aku bisa menyelamatkan diriku sendiri. Terus terang taruha

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Penjelasan Dari Esther

    Gaara yakin dia berhalusinasi ketika melihat sosok perempuan berambut keperakan yang berdiri di muka rumahnya.Tidak. Tidak mungkin itu Esther.Selain Gaara hanya ada dua orang yang tahu soal keberadaan rumah ini. Paman Yoshi dan ayahnya.Bahkan saat Gaara turun dari jeep dan melepas kacamata hitamnya untuk memastikan bahwa terik matahari tidak membuatnya berhalusinasi, sosok tersebut masih berada disana. Semakin mendekat, Gaara semakin yakin bahwa sosok itu memang adalah Esther.Perasaannya kian membuncah dan tidak terkendali. Tetapi diantara itu semua, Gaara tidak bisa berbohong bahwa dia bersyukur melihat Esther ada disini. Apalagi mengingat bahwa beberapa saat yang lalu dia nyaris membuat keputusan yang mungkin akan disesalinya.Ketika dia berhasil memeluk sosok itu, rasa lega segera menyebar dalam hatinya. Dia tidak tahu bagaimana caranya Esther bisa berada disini. Namun dia bersyukur bahwa sekali lagi dia masih bisa menyentuh kehangatan kulit gadis itu. Berada didekat Esther mem

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Nyaris Putus Asa

    Sejak meninggalkan rumah yang dahulu menjadi tempat dia menghabiskan waktu bersama sang bunda tercinta. Gaara tidak menduga bahwa akan ada saatnya dia kembali ke rumah ini. Tepat seperti dugaannya pula tidak ada satu bagian dari rumah ini yang berubah. Ayahnya pasti melakukan segala cara agar rumah tersebut tetap sama persis seperti saat masih ditinggali oleh ibunya terakhir kali. Gaara bisa melihatnya dari taman bunga dan juga gazebo tempat ibunya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Gaara untuk membacakannya sebuah dongeng.Gaara tidak bisa membohongi dirinya. Rumah itu sangat mencerminkan kepribadian ibunya. Setiap sudutnya memaksa Gaara mengingat semua memori tentang wanita itu. Ketika Gaara pertama kali melewati pintu depan rumah tersebut, dia merasa seperti melihat hantu ibunya dari masa lalu.Dalam perjalannnya ke Australia, Gaara sebenarnya telah membayangkan ratusan skenario yang ingin dia lakukan pada rumah tersebut. Hal pertama yang mampir ke otaknya adalah membersihkan s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status