Shayra kembali kelantai tempat kerjanya berada, setelah melalui lift sambil mencebikkan bibirnya menggerutu kesal. Matanya menggelap mengeram kesal ingin sekali mencabik-cabik wajah Adien si pria angkuh juga berengsekk itu.
"Dua tahun lalu dia melecehkanku harusnya aku yang muak padanya, tapi anehnya malah terbalik dan dia yang membenciku setengah mati. Sekarang apalagi, dia terus saja mengganggu dan membuatku kesal. Iihhh ... sebenarnya maunya apa sih?!" Gerutu Shayra kesal sambil berjalan menuju kubikelnya.
Sampai ditujuan Shayra langsung saja duduk dengan perasaan masih yang sama, kesal pada Adien.
"Iiiiiihh ... Adien sialan! Adien berengsek!!" Umpatnya mendumel kesal. "AAARRGGH!" Sambungnya kelepasan berteriak.
"Shayra!!" Peringat beberapa staf secara bersamaan merasa terganggu oleh teriakan Shayra tersebut. Menyebabkan Shayra tersadar, tapi masih diselimuti oleh amarah dan kekesalannya.
"Apa!!" Shayra galak tak tahu diri makin meluap menatap bergantian para staf yang memperingatinya.
"Diamlah penyihir tua, kau pikir disini rimba hingga bisa seenaknya berteriak begitu keras!!" Sarkas Lisa manajer yang terkenal kejam serta dijuluki penyihir dari divisi keuangan.
Mendengar hal itu Shayra hanya mencebikkan bibirnya tak takut kepada wanita yang baru saja mengatainya penyihir, padahal penyihir sebenarnya adalah Lisa sendiri.
Shayra memutar bola matanya jenuh sambil menatap sinis. 'Dasar maling teriak maling!' Kesalnya membatin tak suka.
"Lalu kalau disini bukan rimba, memangnya nggak boleh berteriak?" jawab Shayra dengan nada datar seraya menatap sinis atasannya itu. "Lagipula belum kutemukan ada satupun peringatan diperusahaan ini yang melarang untuk berteriak. Atau disini kalian ada yang sudah melihatnya? Bisakah menunjukkannya kepadaku," sambung Shayra terdengar santai.
Tak ada yang berani menjawab kecuali dengan gelengan kepala oleh beberapa orang. Mereka tahu barada dipihak Shayra bukanlah hal yang baik, mengingat seberapa kejamnya Lisa.
Meskipun demikian, Shayra tak gentar dan berani melawan Lisa baik ada yang mendukung ataupun tidak. Kalau bukan Shayra memangnya siapa lagi yang berani melawan Lisa, terkecuali pemilik perusahan. Adien yang bahkan sudah membuat nyali Shayra menciut sebelum melawannya.
"Dasar wanita sinting! Kalau terus begini lebih baik kau angkat kaki dari perusahaan ini. Diluar sana masih banyak yang ingin menggantikan posisimu di sini!!" Geram Lisa marah kepada Shayra yang terus saja dengan beraninya membalas ucapannya dengan tak sopan.
"Lalu apa salahnya? diluar sanapun banyak orang yang ingin menggantikan posisimu," sarkas Shayra.
Seketika Lisa mengeram meremas jari-jarinya, Shayra benar-benar membuat emosinya meluap sedemikian sehingga hampir meledak. Selama hampir tiga tahun menghadapi Shayra inilah puncak kesabarannya, gadis itu andai saja tak memiliki kinerja yang bagus dari awal sudah pasti Lisa singkirkan dari perusahaan.
Emosi Lisa semakin meluap, cukup sudah kali ini dia tak mau menghadapi atau melihat wajah Shayra lagi. Tanpa membalas Lisa menyerah takut hilaf menjambak Shayra dan menyebabkan kerusuhan. Lihat tak ingin hal itu sampai terjadi, maka dari itu Lisa menghela nafas memilih berbalik menuju ruangannya tanpa membalas lagi.
"Kamu selalu mengagumkan, Shayra." Dinda menghampiri Shayra dengan tatapan bangga. "Selalu saja berhasil mendebat penyihir muda itu," sambungnya seraya menggandeng Shayra agar duduk.
Dinda tak peduli dengan staf lain yang masih menatap Shayra dan Dinda memilih mengabaikannya tanpa menjelaskan.
"Itu salah sipenyihir gila, kenapa dia tak ada ditempatnya tadi. Kalau dia berada di ruang kerjanya, aku punya pilihan memberikan dokumen penting kepadanya tanpa harus memberikan langsung kepada bos dan berakhir dimaki. Jadi kalau aku sedikit meluapkan emosiku kepadanya tidak salahkan?" Tanyanya diakhir kalimatnya sedikit merasa berdosa.
Walau bagaimanapun hari ini perdebatannya dengan ketua devisi itu adalah salah Shayra. Kenyataanya yang memancing keributan memanglah dia sendiri jadi yang salah memanglah ia juga.
Dinda hanya mengangguk paham walau itu tak seperti kenyataan yang disetujui hatinya. Dinda sebenarnya merasa senang dan puas karena Shayra berhasil membungkam atasan mereka.
***
Shayra mengemas pekerjaannya setelah dia melihat arah jarum jam yang melingkar dipergelangan tangannya, menunjukkan waktunya pulang. Beberapa pekerjaan yang belum selesai dibereskan untuk dibawa pulang.
Gadis itu berjalan menuju lift, memencet tombol lalu masuk. Tetapi, ah sialnya kenapa orang itu ada disini, dan kenapa tidak ada orang lainnya lagi?
Shayra menggeleng berpikir satu lift dengan Adien bukanlah hal yang baik. Buru-buru sebelum pintu lift menutup, Shayra yang sebelumnya berhasil masuk melangkah keluar. Sayangnya langkahnya terpaksa tertahan karena tangannya yang dicekal oleh Adien
"Mau kemana Shayra?" Tanya Adien dingin dan datarnya.
"Bukan urusanmu! Jadi lepaskan tanganku." Shayra dengan ketusnya mencoba melepaskan tangannya.
"Hey, aku cuma bertanya, jangan ketus kepadaku. Apa kamu lupa di sini aku adalah bosmu dan apa kamu tak takut kupecat?" Adien menyentak tangan Shayra agar empunya masuk kedalam lift bersamaan dengan hal itu secara perlahan pintunya menutup.
Mengakibatkan Shayra dengan terpaksa turun kelaintai bawah berdua bersama dengan Adien.
'Tenanglah Shayra ini hanya beberapa saat ...' Shayra membatin menenangkan dirinya dan berusaha membuang pikiran buruknya tentang Adien.
Shayra pun hanya bisa pasrah dan membuat Adien melepaskan cekalan tangannya.
Dalam pikirannya Shayra sibuk berpikir ingin segera keluar dari lift lalu pulang secepatnya menjauhi Adien.
Namun harapan Shayra tak sesuai keinginannya. Lift-nya terasa berjalan begitu lambat bagaikan kura-kura yang memiliki tempurung. Apakah hal itu terjadi akibat karena dia terlalu menantikan keluar sehingga waktu berjalan terasa begitu lamat-lamat.
"Shayra apa kamu mendengarku?" Tanya Adien tiba-tiba membuat Shayra kaget.
Padahal sebenarnya suara Adien tidaklah meninggi bahkan sedari tadi Pria itu sedang menanti jawaban Shayra atas pertanyaannya yang sebelumnya.
"Tidak, jadi diamlah." Shayra menjawab ketus.
Wanita itu menoleh dan menyadari jaraknya dengan Adien terlalu dekat, sehingga diapun segera bergeser menjauh.
Menyaksikan hal itu Adien mengeryit heran juga merasa lucu dengan jawaban Shayra. Apa kata Shayra, 'tidak mendengar perkataan Adien,' lalu bagaimana bisa menjawab ucapan Adien.
"Kenapa menjauh apakah aku bau?"
"Ya, maka dari itu tolong jaga jarak dan jadi jangan dekat-dekat denganku. Asal Bapak Bos yang terhormat tahu bahwa aroma parfummu begitu menyengat dan mengganggu indra penciumanku." Shayra menjawab cepat menyetujui ucapan Adien.
Padahal dia tak begitu mempermasalahkannya, hanya saja dekat dengan Adien membuatnya merasa tak nyaman itu saja.
"Kalau begitu kamu harus membiasakannya." Adien dingin menyeringai aneh yang mengakibatkan Shayra ketakutan.
Tanpa peringatan tiba-tiba dengan cepat Adien mendekati Shayra sehingga gadis itu sontak menjauh, tapi tentu saja gagal. Mengingat keduanya berada lift diruangan yang sempit sempit dan tentunya tubuh laki-laki Adien takkan terkalahkan tubuh wanita Shayra yang lemah lembut.
"Jangan mendekat!" Bentak Shayra memperingatkan.
Bersamaan dengan hal itu Adien berhasil menangkap Shayra, menyentak tubuhnya sampai membuat Shayra menabrak dada bidangnya. Sehingga Shayra melotot kaget dan menahan nafasnya.
"Berhenti!"
"Apa?"
Dan dalam seketika lift-nya berhenti sesuai perintah Adien.
TBC
Beberapa bulan berlalu setelah insiden penculikan Shayra dan Adien juga sudah sembuh dari traumanya. Setelah terapi rutin menemui psikiater, pria itu secara bertahap menunjukkan kemajuan dan tahap terakhir dia juga sudah melepaskan rantai borgol secara permanen dari Shayra.Hubungan keduanya membaik dan semakin dekat. Semakin mesra membuat kaum jomblo iri melihatnya."Maafkan aku ya, selama ini sudah berpikiran buruk dan menuduhmu yang bukan-bukan." Kalimat itulah yang pertama kali Shayra ucapkan mana kala merasa Adien sudah sepenuhnya sembuh serta waktunya sudah tepat untuk meluruskan kesalahpahamannya.Adien yang tidak mengerti maksud Shayra, mengerutkan dahi dan berlanjut mengacak rambut istrinya itu gemas."Maaf untuk apa? Kesalahan kamu padaku banyak loh!" seru Adien dengan nada bercanda."Maaf untuk
"Aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi saat ini aku sangat merindukanmu. Setelah Adien yang tidak terima dengan perbuatanku kepadamu aku dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan kasus penggelapan dana, padahal Aku tahu, dia hanya iri kepadaku karena berhasil melakukan itu padamu. Hahaha.... Aku jadi ingin melakukannya kembali dan sudah tidak sabar ingin melakukan lebih dari menyentuhmu, jadi sadarlah sayang.... "Brakk!Gemuruh suara berisik dari luar kamar membuat Aldo mendengus kasar sambil beranjak dengan cepat. Sementara itu Suara segera menghela nafasnya panjang.Ada rasa yang timbul seperginya Aldo, akan tetapi rasa jijik, marah dan menyesal lebih mendominasi perasaan Shayra.Apa yang baru saja terungkap keluar dari mulut Aldo, benar-benar mengganggu pikiran Shayra sehingga menjadi kacau."Baj
 "Brengsek! Argghhh, dasar brengsek ...." Shayra mendumel kesal sambil kemudian berkacak pinggang dengan geramnya. "Daddy kamu gitu, ya.... Selalu saja membuat Mommy naik darah! Huhh, siapa juga yang suka sama dia?" Lanjut Shayra mengelus perutnya lalu kemudian berjalan semakin menjauhi ruang kerja orang yang merusak suasana hatinya barusan. Shayra berniat kembali ke lantai bawah tempat kerjanya, tapi pada saat memainkan ponsel di dalam lift mendadak dia ingin makan sesuatu. Postingan makanan yang diunggah oleh seseorang yang media sosialnya di follow olehnya, membuatnya tergugah selera ingin menikmatinya. "Makanan ini sepertinya tidak jauh dari sini. Enak kali ya, kalau makan langsung dari tempatnya. Hm, Aku langsung ke sana sajalah," putus Shayra dengan yakin. Setelah sampai dilantai bawah, Shayra yang malas segera meminta seorang Office Boy agar mengeluarkan mobil milikn
 Shayra membuka pintu dan memasuki ruang kerjanya Adien dengan seenaknya dan langsung menyeru, "kata Mas Raga, Aku boleh bekerja di ruang mana saja yang Aku inginkan diperusahaan. Benarkah?!" Adian yang sibuk berkutat dengan dokumen mengangguk acuh tanpa menoleh sama sekali. Bukannya pria itu tak perduli dengan Shayra, tapi jujur saja dia memang tak perduli dengan ocehan Shayra yang menurutnya tidaklah penting. "Jadi Aku boleh bekerja di ruangan ini?" Lanjut Shayra memastikan. Lagi-lagi Adien hanya menjawabnya dengan anggukan tanpa melihat ke arah orang yang mengajaknya berbicara. Beruntungnya Shayra tidak mempermasalahkan hal itu dan malah melanjutkan perkataannya, "kalau begitu apalagi yang kamu tunggu?" Adien mengerutkan dahinya dan mengangkat kepala untuk menatap Shayra dengan tidak mengerti.
Adien pulang ke rumah kembali karena takut akan ancaman yang Shayra katakan lewat telepon, takut isteri dan anaknya yang belum lahir itu kenapa-napa. Pria itu terburu-buru mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh dan ketika sudah sampai langsung saja menuju kamar mereka untuk mencari Shayra.Akan tetapi ia tidak menemukan Shayra di sana dan hal itu membuat Adien bertambah khawatir sehingga tidak memperhatikan jalan. Ketika berjalan menuju kamar mandi untuk memastikan keberadaan istrinya di sana, karena terburu-buru Adien yang tidak hati-hati tanpa sengaja tergelincir. Tidak sampai terjatuh, tapi hal itu berhasil membuat pelipisnya terbentur dinding sehingga mengakibatkan luka memar di sana.Mendengar keributan dari arah kamar mandi Shayra yang baru saja datang entah dari mana menghampirinya dan langsung merasa bersalah saat melihat pelipis Adien memar meski tidak berdarah.
Waktu berjalan begitu cepat dan kini usia kandungan Shayra sudah genap tujuh bulan. Ia masih mual dan sering jatuh sakit karenanya, tapi tidak separah awal-awal bulan kehamilannya. Shayra masih bekerja walau acap kali Adien melarangnya ditambah Lisa sering mengusirnya dari kantor. Anehnya hal itu malah membuat Shayra makin semangat bekerja."Aku cuma hamil bukan sakit parah!" Tegas Shayra pada orang-orang yang menentangnya pergi bekerja.Adien yang mendengar hal itu mengusap wajahnya kasar sambil berdecih kesal. "Iya, aku tahu itu, Shayra. Kamu tidak sakit keras, tapi kondisimu yang hamil begini masih saja memaksakan bekerja, pulangnya kamu pasti terus saja mengeluhkan sakit ini sakit itulah ...." Adien mencoba menyadarkan Shayra, tapi sayangnya hal itu tampak tak berhasil."Oh jadi kamu keberatan tiap kali aku minta tolong pijitin kakiku?" Jawab Shayra menjawab sambil menilap t