Share

3. Sifat Istriku

Author: Muninggar88
last update Last Updated: 2023-07-12 20:23:05

Tepat pukul 05.00 pagi aku sudah bersiap untuk kembali ke kita tempat aku mencari rezeki.

"Wah, jangan lupa ayam kecapnya kamu bungkus semua. Biar nanti Wildan kasih sama kakaknya. Itu kesenangan cucu-ku." Samar aku dengar suara ibu. Rupanya beliau sudah bangun. Sementara aku berada di teras untuk memanasi motor yang akan aku pakai kerja.

"Iya, Bu," jawab istriku patuh pada perintah ibuku. Memang dia harus bersikap seperti itu karena dia Istri ku maka otomatis ibuku adalah ibunya juga.

"Jangan lupa kamu panasi sayur yang kemarin. Itu nanti bisa buat kamu makan hari ini." Lagi terdengar suara ibu yang sedang berinteraksi dengan menantunya.

Aku lega. Karena aku bisa membuktikan dan mematahkan ucapan orang yang selama ini selalu mengatakan bahwa jangan membawa istri untuk satu atap dengan mertua karena tidak akan pernah bisa akur. Mereka salah. Nyatanya istri dan juga ibuku hubungan mereka baik-baik saja. Pun dengan Marwah yang selalu patuh pada ibu mertuanya. Aku lega karena ketika aku tinggal mereka di rumah.

Meskipun masih merajuk kepada ku. Marwah masih bisa menempatkan posisinya. Dan bahkan di pagi buta dirinya sudah bersusah-susah menyiapkan makanan untuk kami dan saat ini aku juga membawa olahan yang tadi pagi istriku masak untuk aku bawa ke rumah kakakku---Mbak Nur.

Malah tidak cerewet dalam urusan makan. Apapun yang ada di rumah yang ia olah itulah yang ia makan. Aku tidak mau membiasakan istrimu itu untuk jajan di luar. Hanya buang-buang uang saja itu yang aku ingat dari ucapan ibuku.

Kakak perempuan ku juga sangat perhatian pada ku. Buktinya dia selalu menasehati ku bagaimana cara mendidik seorang istri. Jangan terlalu memanjakan istri agar istri tidak ngelunjak. Istri harus dididik untuk hidup sederhana dan mau menerima kondisi suami apa adanya. Itu yang selaku di ucapkan oleh Mbak Nur.

Setelah hampir tiga jam menempuh perjalanan. Akhirnya aku sampai di rumah kakakku---Mbak Nur. Kebetulan juga hari ini aku dan kakak perempuan ku ini kerja di waktu yang bersamaan hanya beda tempat namun masih satu kawasan industri. Kami sama-sama masuk shift 2 yaitu pukul 15.00 sampai dengan pukul 23.00.

Jika bekerja di waktu bersamaan seperti ini. Aku biasanya berangkat bersama dan pulangnya pun aku yang biasanya menjemput kakakku di tempat kerjanya.

Aku sampai kondisi rumah sudah sepi. Kakak ipar ku sudah berangkat bekerja tentunya. Dan kedua anak Mbak Nur yang pertama dan kedua tentunya sudah pergi ke sekolah masing-masing. Hanya tinggal kakakku dan anak bungsunya serta asisten rumah tangganya.

"Mbak, ini tadi titipan dari ibu."

Aku mengulurkan bungkusan yang aku bawa setelah memarkirkan motor ku di samping rumah. Lorong antara rumah milik kakakku dan juga rumah tetangganya. Tanpa ada pagar pembatas, namun tanah masih masuk milik tanah Mbak Nur. Lorong dengan lebar kurang dari satu setengah meter ini yang biasa di jadikan tempat untuk parkir dan menyimpan motor. Ada dua buah motor. Yakni motor milikku dan juga milik kakak ipar ku. Sedangkan mobil milik mereka. Sengaja di parkir di depan rumah.

Bungkusan dalam wadah bok plastik berwarna hijau di sambut oleh Mbak Nur dan segera ia bawa masuk ke dapur.

Aku sendiri segera masuk ke dalam kamar yang biasa aku tempati di rumah ini. Kamar yang berada di bagian belakang dan letaknya tidak jauh dari dapur. Ada empat buah kamar di rumah ini. 1 kamar utama, 1 kamar lagi di pakai oleh si sulung dan di tengah, dan dua kamar yang tersisa 1 aku tempati dan lainnya di tempati oleh Mbak Iyem---orang yang bekerja untuk keluarga kakakku.

Aku merebahkan diri di atas kasur lantai dengan setelah berbagi baju sebelumnya. Aku mengistirahatkan badanku terutama bagian punggung dan pantat yang terasa panas terlaku lama duduk di atas jok motor.

Baru beberapa menit mata ini terpejam karena rasa kantuk yang menguasai. Tiba-tiba terdengar bunyi kutukan yang berasal dari pintu kamar yang aku tempati.

"Han, kamu ngapain? Kamu tidur?" Tidak berselang lama suara Mbak Nur terdengar dari luar.

"Iya, Mbak aku mau istirahat. Capek habis perjalan jauh," sahutku tanpa ada niat beranjak dari tidurku.

"Gantian kamu temenin Karin. Tuh, ponakanmu rewel minta di ajak muter pake motor. Mbak Iyem lagi nyuci. Aku juga ngantuk mau istirahat nanti kan hari ini Mbak masuk kerjanya sore." Mbak Nur sengaja menganggu istirahat ku hanya karena putrinya rewel sedangkan dirinya ingin istirahat lebih cepat. Gak mau diganggu oleh putrinya yang rewel.

"Aku juga masuk kerja sore, Mbak. Aku aja masih ngantuk sama capek." Aku juga tidak mau kalah beralasan.

"Halah kamu itu. Barang jagain si Karin saja sudah amat. Pokoknya kamu jagain dia. Mbak mau tidur dulu."

Tanpa mau menunggu jawaban dariku. Mbak Nur sudah nyelonong pergi dan tidak berapa lama terdengar pintu kamar di tutup dan di kunci dari dalam.

Alamat gak bisa tidur karena momong bocah.

Kalau di rumah ibu. Boro-boro momong Alina yang putri kandungku. Barang sedikit saja gadis kecilku itu mendekati ayahnya sendiri. Ibu sudah jaga-jaga dan bakalan teriak dan memerintahkan Marwah untuk menjaga putrinya agar tidak menganggu aku yang ingin beristirahat.

Rewel ketika ingin di ajak jalan-jalan pun tidak akan berlangsung lama. Karena Marwah dengan cekatannya akan langsung menenangkan putri kami. Dia akan mengalihkan perhatian pada gadis kecil yang usianya belum juga genap satu tahun.

Akhirnya mau tidak mau aku mengabaikan rasa kantuk yang masih mendera. Segera menghampiri gadis kecil yang sedang menangis di depan teras sambil terus menunjuk ke arah tempat motor biasanya di parkir.

Usia Karin sebenarnya tidak beda jauh dengan Alina. Karin lebih tua dua tahun dari Alina. Harusnya gadis kecil sudah bisa di masukkan sekolah kelompok anak bermain atau KB karena sudah masuk usia paud. Hanya saja karena belum terlalu cakap untuk berbicara. Mbak Nur sengaja menunda untuk memasukkan putrinya di sekolah paud.

Melihat Karin aku jadi teringat dengan Alina. Bagaimana tidak. Dia yang jelas putri kandung ku justru tidak terlalu dekat hubungan dengan aku yang merupakan ayah kandungnya sendiri. Alina jauh lebih dekat dengan Marwah. Bahkan pada ibuku yang notabene adalah neneknya sendiri putri kecil ku itu seolah merasa takut berada di dekatnya. Bagiku itu wajar. Toh memang sifatnya anak kecil memang biasanya seperti itu. Ibu ku pun tidak pernah protes dengan tingkah dari cucunya itu. Mungkin ada baiknya juga. Karena sama artinya jika Marwah tidak akan bergantung pada ibuku untuk menjaga-kan atau menitipkan putrinya. Sudah menjadi tidak seorang ibu untuk menjaga putrinya sendiri bukan orang lain. Untuk kasus Mbak Nur berbeda lagi. Bedanya dia memang bekerja sedangkan istriku hanya ibu rumah tangga yang tidak memiliki kesibukan layaknya orang yang bekerja seperti kami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    110. Kembali hidup damai (end)

    Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    109. Mencari bukti

    "Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    108. Pengerebekan di rumah Azka

    Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    107. Kevin kerja

    "Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    106. Bertemu mantan

    "Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada

  • Baju Baru Untuk Istri Dan Anakku    105. Tempat baru

    "Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status