Share

5. Aktivitas di Belakang Suami

Bulan ramadhan tahun ini begitu cepat datangnya. Tak terasa hari esok akan memasuki awal bulan puasa.

Sudah biasa bagiku menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga, anak dan istri. Alat komunikasi jarak jauh antara aku dan Marwah pun tidak ada. Hanya ponsel yang aku punya dan untuk aku pergunakan secara pribadi dan satu ponsel lain di pegang oleh ibuku untuk kami berkomunikasi. Marwah tidak aku perkenankan untuk memegang ponsel. Aku tidak mau jika Marwah sampai melalaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Itu lah pesan dari kakak ku yang di sampaikan melalui ibuku. Ponsel akan membuat siapapun malas mengerjakan kewajibannya. Toh Marwah sudah enak menumpang hidup pada keluarga kami. Dan sebagai gantinya ia harus dengan sadar diri mengikuti semua perintah kami. Keluarga ku tidak memperlakukannya sebagai pembantu seperti apa kata orang. Dia istriku dan sudah menjadi kewajiban baginya untuk patuh pada ibu dan juga keluarga ku. Jika keluarga ku menganggapnya sebagai pembantu pastilah tiap bulan kami akan mengeluarkan biaya lebih untuk menggajinya. Jelas itu lah perbedaannya.

Pernah istriku itu memiliki ponsel sendiri hasil dari gajinya saat bekerja jauh sebelum kami menikah. Hingga pada suatu hari aku mendapati sebuah pesan yang masuk pada inbox akun sosmed istriku dari beberapa akun milik laki-laki. Mulai dari mengajak kenalan, hingga ada yang serius mengajaknya menikah. Aku akui paras istriku memang tidak buruk. Kulitnya pun terawat karena ada uang gaji yang sengaja ia sisihkan untuk membeli perlengkapan sebagai penunjang penampilannya.

Aku sengaja membuka ponsel tanpa kunci tersebut tanpa sepengetahuan istriku dan itu adalah telat satu bulan kami menikah.

Aku yang terbakar api cemburu tanpa meminta penjelasan dari istriku. Ponsel yang ada di tangan aku lempar dengan keras hingga membentur lantai dan hancur menjadi beberapa bagian. Meskipun pesan tersebut jauh sebelum kami menikah dan tak ada respon yang berarti dari istri ku. Nyatanya aku tidak terima itu dan jelas melukai hati ini. Sejak itulah Marwah tidak pernah lagi memegang ponsel.

"Han jangan lupa, jatah baju baru untuk Mbak dan untuk ponakanmu. Oh iya, Alina sama Marwah gak usah kamu belikan baju baru. Punya Kania dan Kiran masih pada bagus. Itu kamu kasih saja sama anakmu. Sayang kalau gak kepakai. Bilang juga sama Marwah, aku mau kasih dia baju."

Usai bersantap makan sahur. Aku tidak langsung pergi begitu saja apalagi lanjut tidur lagi seperti yang biasa dilakukan oleh suami kakakku.

Gak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Buktinya masalah Marwah yang masih bersikap dingin kepadaku akan segera tercairkan. Aku akan memberikannya kejutan. Jadi dia tidak perlu mempermasalahkan lagi soal baju lebaran nanti. Pun dengan Alina. Keduanya akan keturutan memakai baju baru lebaran bulan depan.

"Iya, Mbak. Makasih juga atas perhatiannya sama istri dan anakku."

Aku segera memberikan ucapan terimakasih pada kakak perempuan ku. Jika dan di luar sana banyak saudara kandung yang tidak akur dengan iparnya. Maka berbeda dengan saudaraku. Buktinya kakakku masih perhatian juga dengan istri dan anakku.

Semoga bulan-bulan ini pesanan untuk pabrik tempatku bekerja semakin ramai. Jika itu terjadi. Itu tandanya akan ada penambahan jam kerja yang otomatis akan menambah pula gaji yang akan aku terima. Belum termasuk dengan uang THR yang biasa di bagikan pertengahan bulan puasa atau satu Minggu sebelum hari raya.

Aku harus mulai mengira-ngira pengeluaran yang akan aku keluarkan untuk bulan ini dan juga lebaran nanti. Mulai jatah untuk ibu, baju baru untuk ibu, adik, kakak, dan juga tidak keponakan ku. Di tambah lagi. Reihan yang meminta jatah tambahan untuk calon istrinya. Lebih tepatnya kekasihnya karena diantara keduanya belum ada ikatan resmi. Untuk Marwah dan juga Alina itu tidak terlalu aku pikirkan. Sudah ada jatah dari Mbak Nur juga. Orang tua Marwah dan juga keponakan dan adiknya, aku tidak mau ambil pusing bukan tanggung jawabku sebab aku hanya menantu. Yang penting ada niat tulusku untuk bertandang dan bersilahturahmi ke rumah mereka.

Sabtu besok rencananya aku akan pulang bareng dengan keluarga Mbak Nur. Rombongan naik roda empat milik kakak perempuan ku dan juga suaminya. Semoga suatu saat aku juga bisa memiliki kendaraan roda empat sendiri, yang tentunya lebih bagus dari mobil milik kakakku ini. Aamiin. Semoga kerja keras yang ku sertai dengan doa ini segera diijabah oleh Allah.

.

Waktu kian berlalu. Hari ini aku dan keluarga kakakku bersiap untuk pulang ke kampung halaman kami. Waktu dua hari libur kami pergunakan untuk mengunjungi orang tua dan juga akan membahas acara lamaran adik bungsu kami dengan kekasihnya yang bernama Riana.

Perjalanan yang menekan waktu kurang lebih tiga jam lebih lama karena jalanan yang macet ketika hari Sabtu malam Minggu seperti ini.

Tepat pukul 15.00 sore mobil yang kami tumpangi telah sampai di rumah masa kecilku. Rumah yang dua bulan lalu selesai kami renovasi. Ibu khusus memintaku untuk membenahi rumah ini agar terlihat lebih baik untuk menyambut kedatangan keluarga dari calon menantu barunya.

Hampir seluruh tabungan yang aku kumpulkan selama beberapa tahun bekerja telah terkuras habis. Padahal rencana ku sebelumnya ingin mempergunakan uang tersebut untuk membangun rumahku sendiri. Rumah yang akan aku bangun di atas tanah peninggalan dari bapakku yang terletak di samping kiri rumah ini. Namun rencana ku ini harus aku tunda dan pendam terlebih dahulu. Aku harus lebih giat bekerja lagi untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi terwujudnya impianku memiliki rumah sendiri.

Kedatangan kami di sambut dengan hangat oleh ibuku. Tentu saja pasti rasa rindu pada anak cucunya bisa terobati dengan kedatangan kami hari ini. Hanya ibu dan Reihan juga calonnya--- Reina yang menyambut kami. Hanya Marwah dan juga Alina yang tidak nampak menyambut kedatangan suami dan keluarga saudaranya ini.

"Bu, Marwah dan Alina mana?" tanyaku setelah aku menjabat dan mencium tangan yang mulai mengeriput itu.

Air muka ibu langsung berubah.

"Ada di kamarnya," balas ibu dan dilanjutkan menciumi satu-persatu cucunya dari anak tertuanya.

Marwah juga. Tahu suaminya pulang bukan menyambut justru malah enak-enakan berada di dalam kamar. Mau jadi ratu di rumah ini dia.

Aku segera beranjak masuk kedalam rumah. Aku menuju kamar yang biasa aku tempati bersama dengan istri dan juga putriku.

Dengan kasar kutarik handle pada daun pintu hingga membuat terlonjak orang yang berada di dalam bilik ini.

Marwah ternyata sedang menunaikan salat ashar dan diikuti dari belakang oleh putrinya.

Hampir saja aku berburuk sangka di buatnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Indah Sari
aneh bngt masa iya istri sendri disruh pake baju bekas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status