“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.” Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan. “Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?” “Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaa
“Ini honeymoon pertama setelah beberapa bulan menikah. Kenapa kau terlihat tidak nyaman, Alexander?” Ya … ini pertama kalinya mereka melakukan honeymoon setelah beberapa menikah sebab Alexander tidka punya waktu dan sibuk bekerja. Mereka sudah berada di sini beberapa menit yang lalu dan hanya menikmati suasana pantai tanpa saling bicara. Tempat yang begitu indah tetapi terasa sunyi bagi Alexander. Pria itu bahkan tidak merasa bahagia sedikitpun dan terus menerus memikirkan rencana demi rencana yang akan ia lakukan dilain waktu. Alexander menatap kimbeerly yang menampakkan wajah sedihnya. Pria itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. Ia meraih tubuh Kimbeerly agar mendekat untuk ia peluk. “Jangan salah menafsirkan raut wajahku, Baby. Aku bahagia karena setelah ini harusnya kau mengandung anakku. Bukankah begitu?” Kimbeerly menahan senyumnya karena merasa malu dengan ungkapan Alexander yang tidak berusaha menyembunyikan kata-katanya. Pria itu semakin mendekap tubuhnya dan
Senyuman licik kembali keluar setelah melihat beberapa rencananya yang sudah berhasil dilakukan. Belum cukup sampai di sini sebab perjalanan masih panjang. Rencananya bahkan bertambah karena korban yang ia tuju juga bertambah. Yakni, Edward. “Abaikan Edward dulu, Alexander. Kau masih harus menelusuri orang-orang Jeremy sampai tuntas lalu baru dalang-dalang yang ikut merencanakannya.” Alexander mengangguk pelan dengan peringatan yang ia ucapkan sendiri. Mata elang itu terus menyorot pada sebuah kertas dengan deretan tulisan yangberurutan dan beberapa bagian di atasnya yang sudah tercoret, menandakan bahwa satu persatu rencana yang disusun sebelumnya sudah selesai dikerjakan. Alexander menghembuskan napas pelan lalu melihat sebuah foto yang tidak jauh darinya. Dilihatnya setiap orang yang ada di dalam foto itu lalu tersenyum tipis. “Balas dendam ini akan berakhir secepatnya. Kalian tenanglah dan berbahagialah di tempat baru. Aku mencintai kalian.” Alexander kembali menampakkan senyum
Setelah kepergian Andre, Alexander langsung mengecek daftar nama yang harusnya ada dalam list rencana. Tidak ada nama Andre yang bersangkut paut dengan orang-orang kepercayaan Jeremy. Lalu, apa benar ucapan pria itu yang ingin membantu Alexander mengelola perusahaan ini? “Tapi ini bahkan bukan perusahaan milikku, untuk apa aku bekerja begitu keras?” gumam Alexander yang mengingat bahwa ini hanya sementara. Alexander menggeleng dan kembali memperhatikan setiap nama yang ada dalam daftar rencananya. Untuk yang pertama, ia akan menelusuri lebih dalam tentang pria bernama Andre yang mengaku teman Jeremy itu, lalu yang kedua memutuskan apakah pria itu akan masuk dalam rencananya atau justru sebaliknya . Dan yang jelas, Alexander masih butuh informasi lengkap tentang siapa saja orang-orang Jeremy ikut berkompromi dalam pembunuhan orang tuanya atau mereka yang tidak ikut datang tetapi ikut merencanakan. Semua orang-orang biadab itu harus merasakan bagaimana rasanya hidup menderita. Alexand
Alexander menuju ke dapur dengan membawa barang yang ia beli. Dilihatnya Kimbeerly yang sibuk memotong sayuran dengan kompor di sampingnya yang menyala. Alexander tersenyum dan segera mendekat. Kimbeerly menoleh begitu merasakan dekapan seseorang dari belakang. Ia tersenyum melihat Alexander yang melayangkan kecupan di keningnya dan memberikan satu kresek bahan yang ia butuhkan. “Terimakasih.” Alexander melepaskan dekapannya. Dilihatnya Kimbeerly yang terlihat berkeringat dengan rambut panjangnya yang tergerai, Alexander berinisiatif mengambil sebuah karet dan menguncir rambut Kimbeerly agar wanita itu tidak terlalu berkeringat lagi. Kimbeerly tersenyum dank kembali mengucapkan terimakasih kepada Alexander. “Apa yang harus ku bantu?” “Kau pergilah mandi dan bersihkan diri. Aku hampir selesai dan tidak memerlukan bantuanmu.” “Kata-katamu jahat sekali.” Kimbeerly tersenyum tipis. “Cepatlah.” Alexander tidak memperdulikan ucapan Kimbeerly. Ia justru mengambil duduk dibarstool dan
“Apa rencanamu hari ini, Tuan Alexander?”Alexander menoleh menatap Felix yang sedang makan dengan tenang dan sesekali memperhatikan sekitar. Hanya Felix yang terus memperhatikan Alexander sejak keberadaannya di perusahaan ini. alexander sendiri sudah menelusuri tentang latar belakang Felix dan tidak ada hal yang mencurigakan. Felix aman jika memang ingin berteman dengan Alexander.“Aku tidak punya rencana hari ini.”“Tapi kita bahkan tidak punya pekerjaan serius hari ini? Kau tidak mau bersantai ke club atau sekedar minum denganku?”“Kau suka membuang-buang waktu ternyata.”Felix tertawa mendengar ucapan Alexander. Pria ini sekali bicara kenapa terkesan menyatakan kenyataan. Sungguh orang yang baru mengenalnya pasti akan sakit hati, tetapi tidak untuk Felix. Ia sudah terbiasa mendengar kata-kata sindiran dari Alexander bahkan hanya menanggapi dengan kekehan saat melihat wajah datar Alexander.“Bukankah itu hal yang umum? Aku hanya berusaha menjadi manusia normal dan mengikuti zaman s
Senyuman devil keluar dengan matanya yang menyorot pada beberapa bukti yang telah ia lenyapkan. Seperti sebelum-sebelumnya, Alexander akan menghapus jejak ulahnya dan membakar semua bukti yang mungkin akan mengarah padanya. Ia sudah masuk ke dalam kehidupan yang kotor maka tidak etis jika perbuatannya tidak kotor pula.Api itu perlahan memadam setelah tidak ada lagi yang harus dilenyapkan. Alexander semakin tersneyum puas dengan apa yang telah banyak ia lakukan sampai saat ini. Kedua telapak tangan itu bergerak mengusap debu yang tersisa lalu beranjak pergi meninggalkan sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Alexander akan cukup dengan hari ini dan akan kembali.Pria itu berjalan menyusuri lorong dengan wajah datar. Pikirannya tidak henti memikirkan jalan mana lagi yang akan ia tempuh setelah ini. Hanya tinggal beberapa nama yang masih hidup dan menghirup napas sesukanya sebab setelah ini Alexander akan melenyapkan nama-nama yang telah melukai dirinya itu.Sorot mata tajam itu menat
Hembusan napas untuk kesekian kalinya membuat Kimbeerly menoleh ke sumber suara. Ia terganggu dengan kegiatan Alexander yang tidak bisa menghentikan rasa khawatirnya meski wajahnya tetap saja datar.“Kau bisa pergi bekerja. Aku tidak akan kemana-mana.”Alexander menatap Kimbeerly yang terlihat begitu pucat dan lemah. “Tidak. Kau butuh aku.”“Aku sungguh tidak mengapa. Pergilah.”Alexander kembali menghembuskan napasnya. Ia memegang kening Kimbeerly lagi untuk memeriksa suhu tubuhnya. Masih sangat panas dari sebelumnya. “Sudah ku katakan jangan menunggu di luar. Ini sebabnya jika kau tidak mendengarkan.”Kimbeerly tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, hanya saja memang saatnya untuk sakit.”Alexander mengambil kompresan yang ada di atas nakas lalu menempelkannya ke kening Kimbeerly agar suhu tubuh istrinya itu segera menurun. “Baik berarti sehat dan yang terjadi sekarang adalah kau sakit, jadi kau tidak baik-baik saja. Diamlah dan segeralah pulih.”Kimbeerly kembali tersenyum. Ia baru