Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep
Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab
“Diko, ada hal yang ingin aku bicarakan.”“Apa itu? Katakan saja.”“Aku ingin ... kita putus.”Hening... Diko hanya menatap Dara dengan pandangan yang sulit diartikan. Putus...Putus...Putus...Dara, kekasih yang sangat Diko cintai meminta putus, di saat dirinya ingin berniat serius dengan melamar kekasihnya itu. Namun yang ia dapat bukan kebahagiaan melainkan kata putus. Diko tidak bisa berkata apa pun saat Dara mengucapkan kata itu. Ia tidak tahu harus berkata apa dan bersikap bagaimana, saat kekasihnya itu menginginkan hubungan mereka berakhir.“Aku ingin kita tetap bisa menjadi teman baik ya Diko, aku harap kamu bisa menemukan wanita yang lebih baik dari aku suatu saat nanti,” ujar Dara yang terlihat menahan air matanya seraya tersenyum getir.“Kenapa kamu tega melakukan ini padaku?” tanya Diko akhirnya. “Apa kekuranganku selama ini padamu? Aku jadikan kamu wanita satu-satunya yang aku cintai, aku bekerja keras siang dan malam demi masa depan kita kelak, tapi apa yang
Pagi yang cerah, sinar matahari mulai menampakkan sinarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun hangatnya selimut membuat enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Dering telepon memanggil berkali-kali namun tetap tak dihiraukan, wanita itu masih terlelap dalam alam mimpinya. “Thalita Sayang, bangun Sayang ini sudah pagi kamu mau ke kantor jam berapa? Ayo cepat bangun, ayah tunggu ya di meja makan,” teriak pak Tio ayah Thalita dari arah dapur untuk membangunkan putri kesayangannya. “Hmm, iya Ayah aku sudah bangun,” sahut Thalita dengan mata yang masih sangat mengantuk, perempuan itu berusaha bangun dari mimpinya yang indah. Thalita bergegas untuk mandi, karena dua jam lagi ia sudah harus sampai di kantor tempatnya bekerja. Ia adalah seorang sekretaris di sebuah perusahaan yang cukup besar dan terkenal bernama ARGA Advertising. ARGA Advertising merupakan perusahaan yang bergerak di bidang advertising atau periklanan. Hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun bosnya yan
“Maaf Pak Diko, jadi kapan Thalita bisa mulai bekerja sebagai sekretaris Bapak?” tanya Kevin membuyarkan lamunan Diko tentang rencana jahatnya. “Ah ya, hari ini juga bisa dimulai ya. Jadi kamu tinggalkan saja dia di sini karena saya mau dia bekerja untuk saya mulai sekarang juga,” perintah Diko dengan tegas. Thalita hanya bisa menunduk pasrah akan nasibnya, ia pun tak berani membantah dan memilih untuk tetap diam di tempatnya. “Baik Pak, kalau begitu saya permisi kembali ke ruangan saya,” pamit Kevin seraya keluar dari ruangan Diko dan kembali ke ruangannya. Setelah kepergian Kevin, Diko beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah Thalita dengan ekspresi wajah yang tak terbaca. “Jadi nama kamu Thalita?” tanya Diko sambil berjalan memutari Thalita yang sedang berdiri di tengah ruang kerjanya, lelaki itu meneliti penampilan gadis di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Cukup manis,” batinnya. “I— iya Pak,” sahut Thalita dengan sedikit gugup. “Hmm,” gumam Diko
Sudah hampir satu tahun berlalu, Thalita menjadi sekretaris Diko. Walaupun terkadang pekerjaannya tak masuk akal, Thalita berhasil membuat Diko kagum dengan segala hasil pekerjaannya. Sekarang, wanita itu bahkan sedang mempersiapkan perayaan ulang tahun untuk sang CEO yang terkenal tampan namun sangat galak itu. “Apa kamu melihat Thalita?” tanya Diko pada orang ke sekian dan masih mendapat jawaban yang sama, tidak ada yang melihat Thalita. Padahal lima menit lagi pesta ulang tahun Diko akan dimulai namun wanita itu belum juga menampakkan dirinya. Diko mencoba menelepon Thalita untuk ke sekian kalinya namun masih sama, tidak ada jawaban dari gadis itu. “Huft! Kamu ke mana sih sebenarnya,” desah Diko merasa kesal sendiri. Semua karyawan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Diko, namun Diko merasa aneh karena kue ulang tahunnya tidak berada di tempatnya. Tanpa Diko tahu, ternyata semua ini adalah bagian rencana untuk memberi kejutan padanya. Thalita tidak menampakkan dirinya hin
“Diko ... lagi-lagi kamu bersikap bodoh di depan wanita itu. Tetap tenang kamu harus kembali menjadi CEO yang berwibawa,” kata Diko penuh semangat pada dirinya sendiri. “Apa sih maunya, tidak jelas sekali bahas-bahas privasi orang huft,” batin Thalita merasa kesal dengan tingkah bosnya. “Thalita, kamu ke ruangan saya sekarang, saya tunggu,” pinta Diko begitu Thalita baru mengangkat teleponnya, ia pun langsung mematikannya setelah menyampaikan perintahnya.Belum sempat menjawab, Thalita hanya bisa mengelus dada dengan tingkah bosnya yang semena-mena itu. “Sabar Thalita, tenang ... kamu harus memaklumi sikap bos kamu, hampir satu tahun harusnya sudah mulai terbiasa jadi aku harus bisa menghadapi dan memenuhi permintaannya,” ujarnya memberi semangat pada diri sendiri.**Tok! Tok! Tok!Thalita mengetuk pintu dengan sopan sebelum masuk ke ruangan Diko. Merasa tidak ada jawaban dari dalam, ia mencoba mengetuk lagi kali ini dengan sedikit agak kencang. Karena tak kunjung ada jawaban j
Thalita memutar bola matanya dengan malas saat melirik ke arah bosnya itu, ia memilih berpura-pura tidak melihat sambil memainkan game di ponselnya. “Duh ... ngapain mesti ketemu lagi sih,” gerutunya dalam hati.Diko berjalan menghampiri Thalita yang tengah sibuk bermain game di ponselnya. “Kamu belum pulang juga, mau saya antar?” tawarnya.“Eh ... Pak Diko. Tidak perlu Pak, terima kasih. Taksi saya sebentar lagi datang,” tolak Thalita sesopan mungkin.“Oke, kalau begitu biar saya temani sampai taksi kamu datang,” ujar Diko seraya mengambil tempat untuk berdiri di samping Thalita.“Eh Pak, tidak perlu seperti ini. Saya bisa sendiri, biasanya juga sendiri tidak apa-apa,” tolak Thalita lagi. “Sebaiknya Bapak segera pulang, nanti sakit lagi loh.”Diko menggeleng. “Saya sudah merasa jauh lebih baik, itu semua berkat kamu. Terima kasih ya, dan ... saya juga ingin meminta maaf jika perkataan saya tadi menyakiti hati kamu,” lirihnya.Thalita merasa ada yang tidak beres dengan bosnya it