Share

Meminta maaf

Thalita memutar bola matanya dengan malas saat melirik ke arah bosnya itu, ia memilih berpura-pura tidak melihat sambil memainkan game di ponselnya. “Duh ... ngapain mesti ketemu lagi sih,” gerutunya dalam hati.

Diko berjalan menghampiri Thalita yang tengah sibuk bermain game di ponselnya. “Kamu belum pulang juga, mau saya antar?” tawarnya.

“Eh ... Pak Diko. Tidak perlu Pak, terima kasih. Taksi saya sebentar lagi datang,” tolak Thalita sesopan mungkin.

“Oke, kalau begitu biar saya temani sampai taksi kamu datang,” ujar Diko seraya mengambil tempat untuk berdiri di samping Thalita.

“Eh Pak, tidak perlu seperti ini. Saya bisa sendiri, biasanya juga sendiri tidak apa-apa,” tolak Thalita lagi. “Sebaiknya Bapak segera pulang, nanti sakit lagi loh.”

Diko menggeleng. “Saya sudah merasa jauh lebih baik, itu semua berkat kamu. Terima kasih ya, dan ... saya juga ingin meminta maaf jika perkataan saya tadi menyakiti hati kamu,” lirihnya.

Thalita merasa ada yang tidak beres dengan bosnya itu. “Apa semenjak demam tadi ada sesuatu yang membuat kepalanya jadi seperti ini ya? Apa aku tidak salah dengar? Barusan dia bilang terima kasih dan meminta maaf?” batin Thalita. “Bapak bilang apa barusan?” tanyanya mencoba meyakinkan dirinya bahwa barusan ia tidak salah dengar.

“Apa yang saya ucapkan tidak bisa diulang lagi, kamu kira saya kaset yang bisa diputar berulang-ulang,” sahut Diko kembali ketus.

“Baru aja aku kira dia manusia normal yang bisa meminta maaf, eh balik lagi galaknya,” lirih Thalita yang masih bisa didengar oleh Diko.

“Orang bilang telinga saya cukup sensitif dengan perkataan yang menyangkut tentang saya, jika kamu merasa kesal langsung saja beri tahu saya,” kata Diko.

“Eh, dia dengar ternyata. Tidak Pak, tidak ada apa-apa. Sepertinya itu taksi saya, saya permisi ya Pak,” pamit Thalita seraya berlari kecil memasuki taksinya agar bisa segera kabur dari Diko.

Diko merasa geli dengan tingkah laku sekretarisnya itu, ia pun juga merasa konyol dengan dirinya sendiri. Tidak pernah ia bersikap demikian dengan wanita lain selain mantannya dahulu, kehadiran Thalita dalam hidupnya seakan membawa warna tersendiri. Niat balas dendam yang ingin ia lakukan perlahan sedikit memudar seiring dengan kebersamaan yang ia lalui bersama Thalita.

Namun tetap saja ia masih tidak terima dengan pengkhianatan Dara. Ia bertekad menemui wanita itu agar hatinya bisa terbebas dari belenggu masa lalunya.

**

Di rumah keluarga Thalita...

Seorang pria tengah melihat istrinya yang sedang sibuk memasak di dapur. Kemudian ia menghampiri istrinya seraya memeluk dari belakang.

“Harum sekali masakannya, pasti kamu masak rendang favorit aku ya,” ujar Vino seraya mengecup pundak istrinya.

“Hehe iya mas, semoga enak ya,” sahut Dara sambil menaburkan garam pada masakannya. “Kamu cobain dulu,” katanya seraya menyuapi Vino.

“Hmm, enak sekali sayang, seperti masakan bunda aku dulu,” puji Vino jujur.

“Benar mas? Alhamdulillah, itu artinya aku berhasil buat sesuai buku resep dari bunda ini,” ujar Dara dengan menunjukkan buku resep dari bunda Vino.

“Makasih ya, kamu telah mengobati rasa rindu aku sama bunda lewat masakan kamu,” kata Vino sambil mengelus rambut istrinya.

Flashback On...

Bunda Thalita dan Vino telah meninggal sejak Vino berusia 5 tahun dan Thalita baru saja dilahirkan ke dunia. Kepergian bunda mereka membuat pak Tio, ayah mereka harus bisa berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk anak-anaknya yang masih kecil dan sangat membutuhkan sosok seorang ibu.

Pak Tio berusaha sebisa mungkin membagi waktunya sepulang kerja untuk tetap bisa menemani anak-anaknya belajar dan membacakan buku cerita sebelum mereka tidur, ia tidak ingin anak-anaknya merasa sendiri karena kepergian bunda mereka dan ia harus pergi bekerja.

Meski tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu, Thalita dan Vino bisa menjadi anak yang mandiri dan membanggakan untuk pak Tio ayahnya. Namun kini pak Tio terpaksa hanya bisa berdiam di rumah karena dua tahun yang lalu dokter memvonis dirinya mengidap penyakit jantung.

Untuk itu, ia harus berhenti bekerja dan anak-anaknya yang kini telah dewasa meneruskan mencari uang untuk kebutuhan keluarga mereka serta pengobatan dirinya. Sebenarnya ia tidak ingin menyusahkan anak-anaknya, ia tetap memaksa ingin bekerja. Namun kondisinya yang lemah tidak memungkinkan karena jika sampai kelelahan maka sakitnya akan kambuh.

Vino memiliki usaha restoran yang ia namakan “Vino’s Restaurant”, pria itu memiliki keahlian memasak yang ia dapat dari hasil mempelajari buku-buku masakan dan buku resep dari bundanya dahulu. Untuk menambah pengetahuannya, ia juga menempuh pendidikan di jurusan Manajemen Kuliner. Ia memilih jurusan tersebut agar bisa mengelola usaha kulinernya dengan baik, hasilnya restoran yang ia dirikan sekarang telah menjadi salah satu restoran terfavorit di kotanya.

Dengan menambah satu cabang lagi, Vino telah membuktikan bahwa ia bisa menjadi orang yang sukses untuk bisa membahagiakan ayah dan adiknya. Sampai ia bertemu dengan Dara yang sekarang telah menjadi istrinya.

Vino dan Dara bertemu saat peresmian cabang restoran baru Vino, saat itu Dara masih menjadi kekasih dari Diko. Namun pertemuannya dengan Vino menimbulkan suatu hal berbeda yang belum pernah ia rasakan saat sedang bersama Diko. Terlebih lagi di usia mereka yang sudah siap untuk menikah, Dara belum juga mendapat kepastian dari Diko yang mau membawa ke mana arah hubungan mereka.

Diko selalu beralasan jika ia belum siap kalau harus menikahi Dara saat itu karena usia mereka terpaut 3 tahun, Diko lebih muda dari Dara. Ia selalu menunda-nunda untuk memperkenalkan Dara pada orang tuanya. Hal itu membuat Dara merasa bukan menjadi pMarcelritas Diko, terlebih Diko sedang sibuk-sibuknya bekerja karena ia baru menempati posisi CEO menggantikan ayahnya yang telah pensiun.

Di sisi lain, hubungan Dara dan Vino menjadi semakin dekat karena Dara yang bekerja sebagai salah satu pelayan di restoran Vino membuat keduanya harus bertemu setiap hari. Terlebih Vino adalah sosok pria yang baik dan sangat perhatian pada Dara dan keluarganya. Hingga Vino memberanikan dirinya untuk melamar Dara dengan membawa ayah dan adiknya Thalita, ia langsung mendatangi rumah orang tua Dara untuk melamar putri mereka.

Dara bimbang, kebersamaan dengan Vino membuat cintanya pada Diko perlahan memudar. Ia harus mengambil keputusan, akhirnya ia memantapkan hatinya dengan menerima lamaran Vino dan memutuskan hubungannya dengan Diko.

Flashback off...

Vino dan Dara kini sudah menikah selama satu tahun, dan mereka telah dikaruniai seorang anak lelaki berusia lima bulan yang diberi nama Daniel.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status