“Ehem! Jadwal rapat bulan depan yang saya minta tadi sudah selesai?” tanya Diko berusaha menormalkan suaranya.“Sudah Pak, ini bisa Bapak periksa. Silakan,” sahut Thalita seraya memberikan dokumen pada Diko.Tangan Diko dan Thalita tidak sengaja bersentuhan, mereka saling memandang beberapa saat sebelum Thalita menarik terlebih dulu tangannya lalu pamit dari ruangan Diko.“Apa yang kamu lakukan Thalita, ingat kalian sudah putus. Jangan ada perasaan apa pun padanya,” batin Thalita lalu berlari kecil masuk ke dalam ruangannya.“Sentuhan kecil saja selalu membuat jantungku berdegup sekencang ini, apalagi aku harus menahan perasaan ini sampai 2 tahun ke depan. Apa aku sanggup tanpa Thalita?” gumam Diko mengusap wajahnya, merasa frustrasi dengan dirinya.**Sore hari saat jam pulang kantor, turun hujan dengan derasnya. Thalita mencoba memesan ojek maupun taksi online namun selalu ditolak karena pengemudi tidak ada yang berani melewati jalan yang tergenang banjir. Ia tidak bisa memint
Keesokan paginya di kantor ARGA Advertising, Diko sedang memeriksa beberapa dokumen di atas meja kerjanya. Namun ia tidak bisa fokus karena beberapa kali dirinya bersin sehingga mengganggu konsentrasinya.Hacuh!!Hacuh!!Suara bersin Diko terus menggema di ruang kerjanya, ditambah hidungnya terus mengeluarkan lendir tanda bahwa dirinya sedang kurang sehat. Kemudian, Thalita meminta izin masuk ke ruangannya untuk meminta tanda tangan. Melihat Diko yang terus menerus bersin sambil berusaha mengeluarkan lendir dari hidungnya dengan tisu membuat Thalita tak enak hati, karena mengantar dirinya semalam membuat Diko harus terkena hujan hingga flu berat seperti saat ini.“Maaf ya Pak Diko, karena saya Bapak jadi sakit. Harusnya Bapak istirahat saja kalau sedang flu begini,” saran Thalita.“Tidak apa-apa, saya masih kuat kok, Hacuuuh!” Diko bersin lagi hingga hampir mengenai Thalita. “Maaf ya, saya tidak sengaja,” katanya sambil mengusap hidung dengan tisu.“Saya buatkan minuman hangat
“Apa lukanya parah?” tanya Thalita dengan panik.“Sebaiknya kamu ke sini dulu, biar dokter yang jelaskan nanti ya. Kamu hati-hati,” pesan Diko.Tanpa menjawab, Thalita mematikan sambungan teleponnya lalu berlari memanggil Dara dan Vino untuk memberi tahu kondisi ayah mereka.“Kita ke sana sekarang, Dara kamu di rumah saja ya jaga Daniel. Biar aku dan Thalita yang ke rumah sakit. Ayo cepat Thalita,” ajak Vino lalu mengambil kunci mobilnya.“Iya Mas, kalian hati-hati ya. Kabari aku kalau ada perkembangan apa pun tentang ayah,” pesan Dara.Vino dan Thalita segera memasuki mobil dan pergi ke rumah sakit yang diinfokan oleh Diko.**Sesampainya di rumah sakit, Thalita dan Vino berlari menuju tempat Diko yang masih menunggu ayah mereka di depan IGD.“Bagaimana keadaan ayahku, Diko?” tanya Thalita dengan panik.Diko mengedikkan bahunya. “Masih belum tahu, dokter belum keluar dari tadi.”“Kamu tahu siapa penabraknya?” tanya Vino kemudian.Diko menggeleng. “Waktu aku sampai di sana
Kembali ke rumah sakit, pak Tio sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Pak Tio sempat sadar dan mengetahui bahwa dirinya saat ini dinyatakan lumpuh sementara oleh dokter. Kenyataan itu membuatnya semakin pesimis dalam menjalani hidup, belum lagi penyakit jantung yang ia derita semakin menambah beban pikiran untuknya. Dengan setia Thalita dan Vino merawat serta menjaga ayah mereka, memberinya kekuatan dan motivasi agar ayah mereka tidak terpuruk dalam keadaan.“Kak Vino pulang saja, beri kabar pada kak Dara sekalian bawakan baju ayah nanti. Biar aku yang berjaga di sini.”“Iya Dek, kamu tidak papa kan kalau kakak tinggal sendiri?” tanya Vino memastikan.“Thalita tidak sendiri Kak Vino, aku yang akan menemani dia berjaga malam ini,” sahut Diko yang tiba-tiba datang seraya membawa makanan dan buah-buahan.“Syukurlah ada kamu Diko, terima kasih ya kamu selalu datang di waktu yang tepat. Oh ya untuk biaya rumah sakit ayah terima kasih ya sudah kamu bantu, sesegera mungkin akan kami gant
Tiga bulan berlalu...Thalita sedang berdiri di tepi pantai dengan mata tertutup menunggu Diko yang pamit sebentar mengambilkan sesuatu untuknya.“Diko ... aku sudah boleh membuka mata belum?” panggilnya namun tak ada jawaban dari siapa pun. Hanya debur ombak yang menemani Thalita sore itu, wanita itu masih setia menunggu seraya memejamkan matanya sesuai dengan instruksi dari kekasihnya.Tak lama kemudian, Diko datang dengan membawa dua buah es krim coklat kesukaan Thalita ditangannya. “Maaf sudah membuat kamu menunggu lama ya, sekarang buka mata kamu,” pinta Diko yang berdiri di belakang Thalita seraya mengacungkan es krimnya tepat di depan wajah Thalita.Thalita membuka matanya perlahan, senyuman mengembang tercetak jelas di wajahnya begitu melihat es krim favoritnya ada di depan mata. “Wah ... terima kasih,” ujarnya berusaha mengambil es krim dari tangan Diko.“Eits!” seru Diko menjauhkan es krim dari jangkauan Thalita. “Bayar dulu ya,” ucapnya.Thalita mengerutkan dahinya. “
Diko mengambil sesendok bubur untuk Daniel dan bersiap menyuapi. “Buka mulutnya ya sayang, pesawat datang ... Aaaak,” ujarnya sambil melayangkan sendoknya seperti sebuah pesawat membuat Daniel ikut membuka mulut, kesempatan itu digunakan Diko untuk memasukkan sesendok bubur pada mulut mungil Daniel yang senang disuapi olehnya tanpa perlawanan sedikit pun.Thalita mengelap ujung bibir Daniel yang belepotan terkena bubur. “Enak kan Sayang, sepertinya kamu butuh suasana yang segar ya.”“Iya nih, kasihan tadi sampai menangis begitu. Sekarang dia senang sekali, syukurlah. Lanjut lagi ya makannya sayang,” kata Diko lalu mengambil sesuap bubur lagi untuk Daniel.Tak butuh waktu lama bagi Thalita dan Diko untuk menyuapi Daniel, dalam waktu kurang dari 10 menit semangkuk bubur itu telah tandas tak bersisa. Kemudian Dara dan Vino menghampiri mereka, keduanya merasa senang dengan adanya Thalita dan Diko yang sangat membantu mengurus Daniel.“Sepertinya kalian sudah sangat siap menjadi orang
Setelah pulang dari berlibur bersama keluarga, Thalita dan Diko harus kembali pada rutinitas mereka di kantor ARGA Advertising. Baru saja menenangkan pikiran dari padatnya jadwal pekerjaan, kini mereka harus dihadapkan pada situasi yang cukup serius. Perusahaan itu terancam akan bangkrut lantaran penjualan mereka yang kian menurun sangat drastis. Sebagai CEO, Diko sudah mengantisipasi semua ini namun ada orang dalam yang dengan curangnya telah menjual beberapa data perusahaan pada pesaing bisnis ARGA Advertising.Pagi ini Diko mengumpulkan para petinggi perusahaan untuk menggelar rapat darurat guna membahas masalah yang tengah perusahaan hadapi sekarang.“Bagaimana semua ini bisa terjadi? Setiap rapat selalu saya ingatkan untuk tingkatkan keamanan penyimpanan data-data penting perusahaan, lalu kenapa sekarang bisa sampai ada yang menyebarkan data kita? Apa ada yang bisa menjelaskan semua ini?” tanya Diko dengan penuh amarah, matanya meneliti satu persatu karyawannya. Tatapan manik
Thalita dan Diko segera berdiri bersamaan dengan masuknya Adrian ke dalam ruangan Diko.“Selamat siang Bapak Diko Argawinata, perkenalkan saya Adrian Alexander dari Xander Corporation,” sapa Adrian seraya mengulurkan tangannya. “Dan kita pernah bertemu sebelumnya, Anda ingat?” tanyanya tersenyum ramah.Diko termenung sejenak kemudian ia menjabat tangan Adrian. “Ya tentu saya ingat, pertemuan pertama kita bulan lalu dalam perebutan tender milik Adelard Corporation,” sahut Diko dengan tatapan yang tajam.“Benar sekali dan tender itu dimenangkan oleh perusahaan kami,” ujar Adrian dengan senyum menyeringai. “Lalu nona manis ini?” Uluran tangannya berpindah pada Thalita.Thalita melirik Diko yang mengangguk sekilas lalu menerima jabat tangan Adrian. “Saya Thalita, sekretaris Pak Diko.”“Wah, Anda punya sekretaris yang cantik rupanya. Pantas saja, ide-ide yang anda hasilkan sangat brilliant,” puji Adrian masih enggan melepas jabat tangan dan pandangan yang tak lepas dari Thalita.Sege