Share

Rahasia Istri Tabib.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-25 22:22:29

Ratmi yang berdiri di belakang Elena tampak semakin gelisah, takut situasi akan semakin memburuk. Ia menatap Elena dengan mata memohon agar mereka segera pergi.

Tetapi Elena tidak bergeming. Matanya menatap Handoko dengan ketenangan yang mengejutkan, seolah amarah pria itu tidak berpengaruh sedikitpun padanya.

"Saya tidak datang kemari dengan harapan menjadi tabib dalam semalam," kata Elena dengan suara yang tetap terkendali. "Saya datang untuk belajar, mulai dari yang paling dasar."

"Suatu hari nanti, Tabib Handoko akan mengingat kata-kata saya hari ini," lanjutnya sambil menatap mata Handoko dengan mantap. "Ketika saya membuktikan bahwa kemampuan tidak ditentukan oleh jenis kelamin."

Handoko tertawa lagi, kali ini lebih keras dan lebih mengejek. "Buktikan? Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang ramuan paling sederhana!"

"Keluarlah dari sini sebelum aku memanggil penjaga," ancamnya sambil menunjuk ke arah pintu. "Jangan buang-buang waktuku dengan omong kosong tentang wanita bisa jadi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Paviliun Bunga Teratai

    Minggu berikutnya, Elena berdiri di gerbang istana bersama Ratmi. Mereka sudah mendapat izin khusus untuk keluar, lengkap dengan surat bertanda tangan Tabib Handoko dan stempel kasim kepala.Kereta sederhana mengantar mereka melintasi jalan-jalan ibukota yang ramai. Udara berbeda dari istana, lebih hangat, lebih hidup, dipenuhi suara pedagang yang berteriak, anak-anak yang bermain, dan musik dari berbagai paviliun hiburan.Pasar herbal terletak di distrik timur, sebuah area yang dipenuhi toko-toko kecil dengan atap genteng merah dan papan nama yang bergoyang tertiup angin. Aroma rempah-rempah memenuhi udara, bercampur dengan bau tanah basah dan asap dari tungku-tungku yang menyala di belakang toko."Nona, ke toko mana kita pergi dulu?" tanya Ratmi sambil memegang daftar bahan yang diberikan Handoko.Elena menatap sekeliling dengan mata yang waspada. "Kita mulai dari toko yang paling tua. Biasanya mereka punya stok bahan langka yang tidak dijual di toko-toko baru."Mereka berjalan meli

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Murid Rahasia Sang Tabib

    Handoko berjalan mendekat dan merebut pisau itu dengan gerakan yang cepat, seolah takut istrinya akan berubah pikiran. Ia menatap Karmila dengan mata yang penuh campuran amarah, ketakutan, dan sesuatu yang mungkin menyerupai rasa sayang."Jangan pernah lakukan itu lagi," katanya dengan suara yang bergetar. "Mengerti?"Karmila mengangguk sambil menghapus air matanya. "Aku mengerti."Senja semakin gelap di luar jendela. Cahaya jingga berubah menjadi ungu kebiruan yang perlahan ditelan kegelapan malam. Di Kompleks Barat, jauh dari rumah Tabib Handoko, Elena duduk dengan tenang di kursi kecilnya sambil menyesap teh hangat.Kamarnya diterangi oleh satu lilin yang menyala di atas meja, menciptakan cahaya yang lembut dan hangat. Ratmi sedang merapikan kain-kain di sudut ruangan ketika pintu tiba-tiba terbuka dengan tergesa.Ratmi masuk dengan napas yang terengah, wajahnya berseri meski lelah. "Nona Elena," katanya sambil berhenti di tengah ruangan. "Kabar gembira."Elena meletakkan cangkirny

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Ultimatum Karmila

    Senja merayap perlahan di balik jendela kisi bambu yang sudah usang, mewarnai ruang kerja Tabib Handoko dengan cahaya jingga keemasan yang menerobos celah-celah sempit. Aroma herbal kering memenuhi udara, bercampur dengan bau kayu tua dan asap tipis dari tungku kecil yang menyala redup di sudut ruangan.Karmila berdiri di ambang pintu dengan napas yang tertahan. Tangannya meremas ujung lengan hanfu abu-abunya hingga kain itu kusut, mencerminkan kegugupan yang sudah menggerogoti sejak pagi tadi. Di dalam ruangan, Tabib Handoko duduk di hadapan meja panjang yang dipenuhi botol-botol kaca berisi cairan berwarna-warni, tumpukan daun kering, akar-akaran yang sudah dikeringkan, dan berbagai ramuan yang baunya menyengat.Suaminya itu sedang meracik sesuatu dengan gerakan yang terukur, tangannya yang kurus namun percaya diri menuangkan bubuk hijau ke dalam mangkuk tanah liat. Cahaya senja membuat bayangan panjang di wajahnya yang keriput, menegaskan garis-garis keseriusannya."Handoko," pangg

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Transformasi Karmila.

    Elena mengambil prototype bra dan menyerahkannya pada Karmila."Bukan hanya ini. Aku akan membuatkanmu satu set lengkap. Dan aku akan mengajarkanmu cara berjalan, cara duduk, cara berbicara yang membuat suamimu melihatmu sebagai wanita, bukan pasien."Mata Karmila berbinar untuk pertama kalinya sejak masuk ke kamar itu. "Benarkah?""Aku berjanji," kata Elena sambil mengulurkan tangan. "Tapi kau juga harus berjanji. Akan kau lakukan semua yang perlu dilakukan untuk meyakinkan suamimu?"Karmila menatap tangan Elena yang terulur, kemudian menatap prototype di tangannya. Dalam cahaya lilin yang berkedip, benda itu tampak seperti harapan yang nyata."Baik," bisiknya sambil menjabat tangan Elena. "Aku berjanji.""Dan satu lagi," tambah Elena sambil tersenyum mysterius. "Jangan katakan pada siapa pun tentang perjanjian kita ini. Bahkan pada suamimu.""Tentu," angguk Karmila. "Bagaimana aku harus memulainya?"Elena melepas jabatan tangan mereka dan berjalan ke meja. Dari laci, ia mengeluarkan

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Perjanjian di Bawah Cahaya Lilin.

    Dan dalam cahaya lilin yang berkedip lembut, dengan pintu tertutup rapat dan dunia luar yang sudah sunyi, Karmila mulai menceritakan rasa sakit yang telah lama disimpannya.Sementara Elena mendengarkan dengan sabar, senyum tipis bermain di sudut bibirnya. Rencana besar sudah dimulai, dan langkah pertama telah berhasil.Cahaya lilin berkedip lembut di atas meja kayu, menciptakan bayangan yang bergerak perlahan di dinding kamar sederhana Elena. Aroma dupa cendana yang tipis memenuhi udara, memberikan kesan tenang dan sakral pada ruangan kecil itu.Karmila duduk di kursi dengan postur tubuh yang kaku, tangannya masih meremas ujung lengan hanfu abu-abunya. Air mata yang tadi berkumpul di sudut matanya kini mulai mengalir perlahan, membasahi pipi yang pucat."Sudah lima tahun kami menikah," bisik Karmila dengan suara yang bergetar. "Lima tahun aku minum berbagai ramuan yang dicampur suamiku. Ramuan penggemuk, ramuan penambah nafsu makan, ramuan untuk mempercantik kulit."Elena mendengarkan

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Nyonya di Balik Cermin.

    Setelah Hua keluar dengan wajah yang masih memerah tetapi terlihat senang, Lin datang dengan membawa keranjang kosong."Nona," katanya sambil mengintip masuk. "Aku ingin... aku juga ingin seperti Hua."Proses yang sama terulang. Elena mengukur dengan sopan, mencatat di kertas, dan memberikan instruksi yang sama tentang kerahasiaan."Tubuhku kecil, Nona," kata Lin dengan nada khawatir ketika Elena mengukur bagian dadanya. "Apakah benda itu akan cocok?""Justru karena kecil, hasilnya akan lebih menakjubkan," jawab Elena sambil tersenyum menenangkan. "Kau akan terkejut dengan perubahannya."Sore hari, gelombang pemesan terus berdatangan. Mei, dua pelayan dari dapur, bahkan Ping yang awalnya ragu-ragu akhirnya datang juga. Mereka semua datang dengan berbagai alasan, tetapi tujuan mereka sama.Elena melayani semuanya dengan sabar dan profesional. Ia mencatat ukuran, menjelaskan cara pemakaian, dan meminta pembayaran sebagian. Ratmi membantu mengatur antrean samar dan memastikan tidak ada y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status