Beranda / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 109. Rantai Budak

Share

Bab 109. Rantai Budak

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 21:21:23

Kael mengamati Rayden yang berdiri diam di depan peta holografik, sosoknya yang tegap memancarkan aura keraguan yang berat. Pilihan di hadapannya bukanlah pilihan sama sekali, melainkan undangan untuk memilih cara mati.

"Ini adalah pilihan yang sulit, Tuan Muda," kata Kael dengan nada prihatin, suaranya yang tua memecah keheningan di ruang intelijen yang dingin itu. "Keduanya adalah jebakan maut yang disiapkan dengan sempurna. Satu adalah benteng yang tak bisa ditembus, yang lain adalah kuburan yang tak bisa ditemukan."

Rayden tidak menjawab, pikirannya masih menimbang-nimbang. Menara Obsidian adalah sebuah deklarasi perang terbuka yang kemungkinan besar akan berakhir dengan kematiannya. Lembah Kabut Beracun adalah sebuah pertaruhan melawan alam yang hasilnya tidak bisa diprediksi. Keduanya adalah jalan yang dipenuhi oleh duri.

BIP!

Tepat saat ia sedang tenggelam dalam dilema strategisnya, sebuah sinyal peringatan prioritas tertinggi tiba-tiba berkedip merah di salah satu konsol di su
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 112. Badai di dalam Ngarai

    Pemimpin penjaga, seorang pria kekar dengan bekas luka di wajahnya, menghunus pedang besarnya yang bergerigi. Tepi pedang itu bersinar dengan cahaya merah darah yang jahat, seolah telah meminum nyawa yang tak terhitung jumlahnya. Ia menatap ke arah tebing-tebing hitam yang kini sunyi."Tunjukkan dirimu, pengecut!" teriaknya, suaranya yang kasar menggema di antara dinding batu, penuh dengan arogansi dari seseorang yang terbiasa berkuasa.Sebelum suaranya sempat lenyap, jawabannya datang.Tapi bukan dari satu arah.BANG! BANG! BANG!Serangkaian ledakan tumpul meletus secara bersamaan dari kedua sisi tebing. Puluhan rune peledak kecil yang telah Rayden siapkan dengan saksama meledak, bukan untuk membunuh, melainkan untuk menciptakan kekacauan.Ribuan serpihan batu hitam yang tajam menghujani karavan itu seperti hujan panah, membuat para penjaga yang tadinya berbaris rapi menjadi panik dan tercerai-berai. Binatang-binatang reptil lapis baja meraung ketakutan, menarik kereta-kereta besi it

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 111. Rantai dan Topeng

    "Percepat langkah! Tuan Besar tidak suka menunggu!"Karavan itu perlahan memasuki celah, sebuah prosesi kematian yang bergerak lambat. Di barisan depan, puluhan penjaga berjubah hitam berjalan dengan langkah yang teratur dan waspada. Di dada zirah kulit mereka, tersemat sebuah lambang yang aneh—sebuah mata merah tunggal yang seolah menatap ke dalam jiwa, tanpa kelopak. Aura mereka dingin, seragam, dan mematikan.Di belakang mereka, menyusul tiga buah kereta berjeruji besi yang sangat besar. Roda-rodanya yang terbuat dari logam padat berderak ngeri di atas tanah berbatu, ditarik oleh binatang-binatang reptil lapis baja yang mendengus berat, uap panas keluar dari lubang hidung mereka. Dan di dalam kereta-kereta itulah persembahan itu berada.“Kalian akan merasakannya.”Dari tempat persembunyiannya di puncak tebing, Rayden mengamati dalam diam. Melalui jeruji besi yang tebal, ia bisa melihat mereka: belasan pemuda dan pemudi, mungkin berusia antara delapan belas hingga dua puluh lima tah

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 110. Celah Batu Hitam

    Rayden menatap peta holografik di hadapannya, jarinya yang terangkat kini tak lagi ragu. Garis merah rute karavan itu telah menjadi satu-satunya jalan yang penting."Kita tidak perlu memilih jalan," katanya, suaranya dipenuhi oleh niat membunuh yang dingin. "Kita akan membuat jalan kita sendiri. Siapkan semua yang kau punya tentang karavan itu. Aku akan menyambut persembahan itu secara pribadi."Kael menatap Tuan Mudanya, sebuah kilat kekaguman bercampur dengan rasa ngeri melintas di matanya yang tua. Ia tidak bertanya atau membantah. Ia hanya membungkuk dalam-dalam. "Akan saya laksanakan, Tuan Muda."Dua hari kemudian, Rayden tiba di Celah Batu Hitam.Tempat ini adalah sebuah luka di permukaan bumi, sebuah ngarai sempit yang diapit oleh tebing-tebing batu hitam bergerigi yang menjulang ke langit ungu. Seolah seekor dewa pernah mengayunkan ekor raksasanya ke puncak gunung ini, membelahnya menjadi dua. Angin menderu-deru tanpa henti melewati celah sempit itu, menciptakan siulan panjang

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 109. Rantai Budak

    Kael mengamati Rayden yang berdiri diam di depan peta holografik, sosoknya yang tegap memancarkan aura keraguan yang berat. Pilihan di hadapannya bukanlah pilihan sama sekali, melainkan undangan untuk memilih cara mati."Ini adalah pilihan yang sulit, Tuan Muda," kata Kael dengan nada prihatin, suaranya yang tua memecah keheningan di ruang intelijen yang dingin itu. "Keduanya adalah jebakan maut yang disiapkan dengan sempurna. Satu adalah benteng yang tak bisa ditembus, yang lain adalah kuburan yang tak bisa ditemukan."Rayden tidak menjawab, pikirannya masih menimbang-nimbang. Menara Obsidian adalah sebuah deklarasi perang terbuka yang kemungkinan besar akan berakhir dengan kematiannya. Lembah Kabut Beracun adalah sebuah pertaruhan melawan alam yang hasilnya tidak bisa diprediksi. Keduanya adalah jalan yang dipenuhi oleh duri.BIP!Tepat saat ia sedang tenggelam dalam dilema strategisnya, sebuah sinyal peringatan prioritas tertinggi tiba-tiba berkedip merah di salah satu konsol di su

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 108. Dua Jalan, Satu Tujuan

    Kael menatap Rayden setelah mendengar permintaannya yang singkat namun berat. Wajahnya yang tadinya penuh hormat kini menjadi serius, dan matanya yang tua menyipit seolah sedang menatap ke masa lalu yang kelam."Naga yang Anda cari," katanya, suaranya rendah dan penuh peringatan, "Bukanlah makhluk biasa. Ia adalah hantu yang telah menghantui wilayah ini selama puluhan tahun. Banyak yang telah mencoba memburunya. Tidak ada satu pun yang pernah kembali."Rayden tidak gentar. "Aku tidak datang untuk mencoba," jawabnya dingin. "Aku datang untuk menyelesaikan."Melihat tekad yang tak tergoyahkan di mata Tuan Mudanya, Kael mengangguk. Ia berbalik ke arah proyektor holografik dan dengan beberapa perintah cepat, peta bintang yang rumit itu lenyap, digantikan oleh citra satelit dari sebuah wilayah tandus yang luas."Jaringan kami telah melacak pergerakannya selama bertahun-tahun," jelas Kael. "Datanya tidak banyak. Dia sangat berhati-hati, hampir tidak pernah meninggalkan jejak. Namun, berdasa

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 107. Cincin Ashura

    Rayden menatap pria tua yang berlutut di hadapannya, ekspresinya tetap tenang dan tak terbaca. Cahaya merah darah dari Cincin Ashura memantulkan kilat yang aneh di matanya yang berwarna amber. Ia membiarkan keheningan yang canggung itu berlangsung selama beberapa saat, mengamati pria tua yang tubuhnya sedikit gemetar karena emosi yang tertahan."Tuan Muda?" tanyanya pelan, suaranya memecah keheningan di toko yang pengap itu. "Jelaskan."Pria tua itu mengangkat kepalanya perlahan, matanya yang tadinya tampak mengantuk kini jernih dan dipenuhi oleh rasa hormat yang mendalam. "Maafkan kelancangan bawahan ini, Tuan Muda," katanya, suaranya kini mantap dan penuh wibawa. "Nama saya Kael. Dan tempat ini, bukanlah sekadar toko barang antik."Dengan gerakan yang masih penuh hormat, Kael bangkit. Ia berjalan ke dinding di belakang meja kasir dan menekan sebuah batu bata yang tampak biasa. Terdengar suara gemeretak pelan, dan seluruh rak buku di dinding itu bergeser ke samping tanpa suara, menam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status