Mas Harun langsung menekan layar tabletku. Tubuhnya menggigil ketakutan. Begitu juga dengan Raya. Hanya Ibu mertua yang menundukan kepalanya sambil memijat pelipis. Entah apa alasan yang benar Mas Harun memutuskan untuk menikah lagi. Aku sama sekali sudah tidak peduli. Karena aku sudah mendapat bukti jika Mas Harun dan Raya pernah berzina sebelum menikah.
“Kamu lupa kalau aku sempat jadi programmer selama tiga tahun sebelum memutuskan resign setelah kita menikah ya Mas?” Tanyaku dengan nada sinis.“Mudah saja bagiku untuk membobol data di akun sosial mediamu dan Raya. Asal kamu tahu, istri mudamu itu yang sudah membagikan video ini di akun sosial medianya. Dia ingin menarik perhatian masa tapi dengan cara memblokir akun sosial media kita.”“Apa? Jangan percaya pada Mbak Wulan Mas. Aku tidak pernah melakukan hal itu.” Bantah Raya mengelak tudinganku.“Diam kamu.” Bentak Mas Harun marah.“Awalnya aku ingin melaporkan kalian karena sudah menikah tanpa ijin istri pertama. Tapi, ternyata kalian sudah melakukan zina lebih dulu.” Mas Harun langsung berlutut di kakiku.“Aku minta maaf Lan. Ini semua jebakan Raya agar aku mau menikah dengannya.”“Mas Harun.” Jerit Raya tidak terima.“Bangun Mas. Masih ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu.” Kataku acuh padanya. Ibu mertua menarik tangan putranya agar kembali duduk di sofa. Kedua matanya masih melirikku sinis. Padahal mereka yang bersalah. Tapi, dia juga yang marah. Membuatku berusaha menahan rasa jengkel dalam hati. Apa dia tidak ingat dengan semua uang yang sudah aku berikan padanya dan anak bungsunya?“Apa Raya satu-satunya wanita yang pernah tidur denganmu?” “Jangan fitnah anakku Wulan.” Sela Ibu mertua tidak terima.“Diam Bu. Karena aku sedang bicara dengan suamiku. Bukan dengan Ibu.” Balasku pelan berusaha menekan emosi. Mas Harun segera memegang tangan Ibunya agar tidak menyela percakapan kami lagi.“Sumpah demi Allah Lan. Aku hanya pernah tidur dengan Raya sebelum menikah. Itupun karena dia yang menjebakku lebih dulu.”“Aku sama sekali tidak menjebak kamu Mas. Kita berhubungan karena saling menyukai.” Sanggah Raya masih tidak terima dengan perkataan suami kami.“DIAM. AKU SEDANG BICARA DENGAN WULAN.” Teriak Mas Harun hingga membuat tubuhku berjengit kaget.Raya dan Ibu mertua juga sudah terdiam dengan wajah pucat pasi. Baru kali ini aku melihat Mas Harun berubah jadi sangat menyeramkan seperti tadi. Membuatku jadi bertanya-tanya apakah sikapnya selama sepuluh tahun pernikahan kami adalah palsu.“Kamu percaya padaku kan Lan?” Tanya Mas Harun dengan nada memelas.“Untuk saat ini ya. Aku akan percaya padamu. Mudah-mudahan saja kamu jujur. Karena aku nggak mau tertular penyakit seks darimu.”“Jangan bicara sekasar itu Wulan. Harun bukan pembawa penyakit.” Ibu mertua kembali bersuara karena tidak terima aku sudah menjelek-jelekkan putra kebanggannya.“Memang begitu adanya Bu. Orang yang sering jajan itu lebih rentan terjangkit penyakit.” Balasku tidak mau kalah.“Jika sampai itu terjadi hingga membahayakan nyawaku, aku akan langsung menuntutmu Mas.” Ancamku tidak main-main. Dia menganggukan kepalanya berulang kali.“Kamu bisa pegang perkataanku dengan baik. Aku akan berusaha bersikap adil untukmu dan Raya.” Kata Mas Harun yang masih berusaha meyakinkanku. Aku mendengus tidak percaya. Bersikap adil? Apakah dia bisa membagi uang sepuluh juta untukku, Raya dan Ibunya?“Jangan hanya mengumbar janji saja. Aku ingin kamu menandatangani surat perjanjian ini. Besok aku akan membawanya ke notaris.”Map itu sudah terpampang di atas meja. Mas Harun langsung mengambilnya. Setiap pasal yang tertera dalam surat perjanjian itu membuat matanya semakin melebar. “Apa-apaan ini Lan? Kenapa kamu tetap minta nafkah sebesar lima juta? Kamu tahu sendiri kalau aku harus membagi nafkahku jadi tiga.”“Salah kamu sendiri kenapa nikah lagi? Selama Raya belum memiliki anak, kamu tidak boleh mengurangi jatah nafkah untukku dan anak-anak kita.” Ujarku sambil menunjuk surat perjanjian di atas meja.Raut wajah Mas Harun yang semakin muram membuat Ibu mengambil surat perjanjian itu. Sama seperti Mas Harun tadi, Ibu mertua kini menatapku dengan pandangan tidak percaya.“Kenapa Ibu harus bagi jatah juga untukmu dan Raya? Yang melakukan poligami itu Harun. Bukan Ibu.” Kata Ibu mertua yang membuat Raya yang ikut membaca surat perjanjian itu mendelik tajam padaku.“Memang. Tapi, Raya juga harus merasakan jadi menantu Ibu itu seperti apa. Ibu dan Mas Harunkan sepaket. Benarkan Mas?” “Apa maksud Mbak Wulan tadi Mas?” Tanya Raya tidak mengerti. Aku menikmati selarik rasa takut yang nampak di kedua bola matanya.Dasar perempuan tidak tahu malu. Dia hanya tahu enaknya saja karena melihat dari luar. Raya sama sekali tidak tahu perjuanganku selama menikah dengan Mas Harun. Demi meraih cinta Ibu mertua untukku, aku rela membayar biaya kuliah kedokteran adik iparku yang tidak sedikit. Sekarang aku tidak akan mau melakukannya lagi. Raya juga harus merasakan hal yang sama sepertiku saat dia menjadi istri kedua Mas Harun.“Selain Mas Harun yang membagi jatah waktu di antara aku dan Raya, Ibu juga harus melakukannya.”“Hah enggaklah. Rumah Raya itu kecil. Lebih enak tinggal disini.” Tolak Ibu mertua tidak mau.“Nggak. Ibu harus bolak-balik dari rumahku ke rumah Raya. Ingat rumah ini adalah rumah warisan orang tuaku. Sama sekali tidak ada hak Mas Harun dalam rumah ini. Bahkan saat aku merenovasi rumah ini setelah kepergian orang tuaku, aku dan Mas Harun belum menikah.” Tegasku yang membuat Ibu mertua hanya bisa terdiam.“Jangan seperti inilah dek. Kamu tahu sendiri rumah orang tua Raya itu kecil. Belum lagi ada dua adik Raya yang lain. Ibu mau tidur dimana?” Pinta suamiku dengan nada mengiba. Aku mengedikan bahu acuh.“Terserah. Bukan urusanku. Kenapa kamu mikir mau tidur di rumah orang tua Raya? Cari kontrakan saja apa susahnya sih?”“Kalau Mbak Wulan masih minta nafkah dari Mas Harun, dia nggak akan bisa cari kontrakan dan memenuhi kebutuhan kami sekaligus.” Sungut Raya yang mulai menampakan amarahnya. Aku terkekeh pelan.“Nah itu tahu. Kenapa kalian menikah lagi kalau nggak bisa cari rumah kontrakan. Apa kamu mau mengajak Raya tinggal disini Mas?”Tanyaku pada suami kami. Membuat Mas Harun langsung menggelengkan kepalanya.“Nggak dek. Jangan bahas tentang hal itu. Aku mohon tetap ijinkan Ibuku tinggal di rumahmu. Akan aku lebihkan nafkahmu daripada Raya dan Ibu.”“Jangan gitu dong Mas.”“DIAM.” Bentak Mas Harun lagi di luar kendali. Apakah ini sifat aslinya yang tersembunyi dariku selama sepuluh tahun kita menikah?“Keputusanku tetap sama. Bawa Ibu bolak-balik dari rumahku ke rumah Raya. Karena istri keduamu itu juga harus membuat makanan yang sesuai dengan selera Ibu. Mencuci pakaiannya dengan tangan, menjemur, hingga menyetrika pakaian Ibu sampai rapi. Dengan kedua tangannya sendiri. Bukankah selama ini aku selalu melakukan hal itu sendiri tanpa meminta tolong pada Bude Yah karena Ibumu yang meminta?”“Apa? Kok jadi menantu yang mengerjakan semua itu? Apa gunanya ada mesin cuci kalau nggak di pakai.” Protes Raya tidak terima.“Memang kamu nggak di kasih tugas seperti itu sama Mas Harun dan Ibu mertua kita?” Sindirku tajam sambil menatap ke arah Ibu mertua yang sudah menundukan kepalanya.“Oke aku setuju. Hanya itu sajakan syaratnya?” Aku menggelengkan kepala.“Tentu saja tidak. Syarat kedua, aku tidak akan membayar biaya kuliah kedokteran Rani secara full.”Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar