Share

Bab 22

Author: Skyy
last update Last Updated: 2025-11-19 12:38:04

Harris sedang memeriksa pola energi terakhir di lantai ketika Queen memanggilnya. “Harris.” Nada suaranya datar, namun ada ketegangan yang jelas.

Harris berdiri, membersihkan debu di jarinya, lalu berjalan mendekat. Queen mengulurkan sebuah amplop hitam.

Bukan amplop biasa.

Warna hitamnya bukan tinta, lebih seperti permukaan logam gelap yang memantulkan cahaya sedingin silet. Ada bekas goresan tipis di sudutnya, seolah benda itu pernah dibawa dengan tergesa.

“Kami menemukannya di sela-sela mesin pemindai genetik,” ujar Queen. “Entah siapa yang meletakkannya, entah kapan.”

Harris menatapnya lebih lama daripada seharusnya. “Kau buka?”

Queen menggeleng. “Tidak, auranya membuatku tidak nyaman.”

Harris mengangkat amplop itu. Sentuhan pertamanya sudah cukup membuat Liontin Giok di dadanya bergetar halus. Nyaris tak terdengar, tapi jelas memberi tanda.

“Aku tahu energi ini,” gumam Harris.

Queen menahan napas.

Harris membuka amplop itu dengan satu jari. Di dalamnya, hanya ada dua benda. Satu,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bangkitnya Dokter Agung   Bab 112

    “Ini bukan laporan tunggal.”Suara itu keluar dari sistem konferensi terenkripsi Heaven’s Pulse, teredam lapisan keamanan berlapis yang hanya dipakai untuk komunikasi lintas-zona. Layar kristal di dinding menyala, menampilkan wajah-wajah serius dari berbagai fasilitas, tidak ada satu pun logo publik, tidak ada nama rumah sakit umum.Semua yang hadir berada di balik dunia resmi.“Kami menerima pola mimpi sinkron di beberapa fasilitas berbeda,” lanjut suara itu. “Node Selatan, Wilayah Delta, dan satu pusat medis lintas-laut di luar yurisdiksi Konsorsium lokal.”Liora menegang. “Jaraknya terlalu jauh.”“Dan terlalu cepat,” tambah Harris dari sisi ruangan. Ia berdiri dengan tangan terlipat, suaranya tenang tapi memotong. “Onset tidak mengikuti pola penularan medis atau psikologis.”Seorang pria berkacamata di layar lain mengangguk. “Pasien kami melaporkan simbol yang sama. Pintu. Detak. Cahaya merah. Tidak ada koneksi sosial di antara mereka.”“Berarti medan resonansi,” gumam Liora. “Ia t

  • Bangkitnya Dokter Agung   Bab 111

    “Matikan seluruh sirkulasi medan!”Perintah Harris, suaranya terdengar parau tapi tegas.Lampu-lampu steril padam satu per satu. Garis Qi biru di lantai meredup, beberapa di antaranya retak permanen, meninggalkan bekas hitam seperti luka bakar pada kristal.Heaven’s Pulse masih berdiri, namun tidak lagi utuh.“Zona C dan D kolaps total,” lapor Raka dengan suara kaku. “Medan penyeimbang tidak bisa dipulihkan penuh. Kita… kita kehilangan tiga simpul inti.”Liora berdiri di tengah ruangan, matanya menyapu pasien-pasien yang tersisa. Beberapa tertidur paksa. Beberapa menangis dalam diam. Dan satu ranjang kosong, tertutup kain putih.Ia berhenti di sana.“Nadi berhenti sepuluh menit setelah medan runtuh,” katanya lirih. “Jiwanya sudah lebih dulu pergi.”Harris tidak mendekat, ia hanya menutup mata sesaat. Satu kematian adalah harga yang telah dibayar.Getaran susulan terasa halus, hampir tak disadari, tapi Harris merasakannya sampai ke tulang. “Ini bukan lokal,” gumamnya.Liora menoleh cep

  • Bangkitnya Dokter Agung    Bab 110

    “Lihat makhluk itu, dia berubah!” Suara Liora terdengar tegang, nyaris tenggelam oleh dengungan medan yang kembali hidup. Cahaya biru berkedip tak stabil, seperti denyut nadi yang dipaksa bekerja di luar batas.Harris berdiri di tengah ruang rawat, matanya tajam. “Apakah dia sedang berusaha meniru?”Qi merah yang tersisa dari manifestasi sebelumnya tidak lagi menggumpal liar. Ia memanjang, menipis, lalu menyusun pola alur yang terlalu familier. Garis-garisnya membentuk lintasan yang Harris kenali tanpa perlu berpikir.“Pola Nafas Surga,” gumam Liora. “Tidak mungkin—”“Mungkin,” potong Harris. “Karena dia belajar dari jangkar.”Qi itu melesat ke arah meridian seorang pasien, ia menjerit ketika tekanan tak kasatmata menekan saraf Qi di pergelangan tangannya. Tubuhnya kaku, mata membelalak, napas tersedak.“Zona C, tutup!” teriak Raka.Harris sudah bergerak, ia berlari menyilang ruangan, jarum naga berkilat di tangannya. Tusukan pertama memutus lintasan Qi di udara. Tusukan kedua mengali

  • Bangkitnya Dokter Agung    Bab 109

    Sementara di dunia luar.“Tekanan medan naik—!”Teriakan itu terpotong oleh bunyi retakan.Harris tersadar dan bergerak secepat kilat sebelum lampu indikator berubah merah. “Semua pasien tetap di posisi,” katanya cepat. “Jangan ada yang keluar dari lingkar steril!”Lantai ruang utama Heaven’s Pulse bergetar. Garis-garis Qi biru yang tertanam di bawah permukaan kristal menyala serempak, lalu—satu per satu—padam seperti urat yang diputus.Liora menatap layar medan dengan wajah menegang. “Harris, netralisasi gagal.”“Aku tahu.”Ia merasakan lebih dulu daripada melihat. Udara di dadanya terasa berat, seolah ada tangan tak terlihat yang menekan dari dalam paru-paru. Qi merah yang tipis dan hampir transparan mulai merembes keluar dari ruang penyegelan Sera seperti darah.“Ini bocoran terstruktur,” gumam Harris. “Bukan kebocoran acak.”Belum sempat Liora menjawab, udara di tengah ruang rawat menggumpal. Ia mengerut, memadat, lalu jatuh ke lantai dengan suara basah yang membuat bulu kuduk ber

  • Bangkitnya Dokter Agung   Bab 108

    “Kalau kau masuk sekarang, jangan mencoba berbicara seperti dulu.” Suara Liora terdengar rendah, hampir tenggelam oleh dengung stabil ruang penyegelan.Cahaya biru di sekeliling meja kristal merapat, membentuk lapisan tipis yang berdenyut pelan.“Aku tidak datang untuk berbicara seperti apa pun,” jawab Harris tenang.Ia berdiri di sisi meja, menatap tubuh Sera yang terbaring diam. Wajahnya pucat, tapi terlalu tenang untuk seseorang yang kesadarannya terus ditarik dua arah.“Waktu maksimum?” tanya Harris.“Tiga menit kesadaran penuh,” jawab Raka cepat. “Lebih dari itu, tekanan balik ke tubuh fisik berbahaya.”“Cukup,” kata Harris.Ia menekan jarum naga ke titik di antara alis Sera, tidak menusuk, hanya menyentuh. Nafas Surga diturunkan sampai batas paling tipis. Ruangan seolah menjauh.Suara mesin memudar dan dunia runtuh ke dalam.Harris berdiri di ruang tanpa dinding. Hamparan abu pucat terbentang di hadapannya, seperti sisa mimpi yang lupa bentuknya. Di kejauhan, cahaya merah samar

  • Bangkitnya Dokter Agung    Bab 107

    “Tapi energi itu tidak lagi terkurung.” suara pelan Liora terdengar.Di ruang observasi Heaven’s Pulse, deretan layar holografik memantulkan cahaya pucat ke wajah para staf. Grafik-grafik Qi bergerak tidak sinkron, naik turun dengan pola yang semakin sulit diprediksi.Harris berdiri di depan layar utama, kedua tangannya di belakang punggung. Tatapannya tenang, tapi fokusnya tajam, seperti pisau yang sudah diarahkan terlalu lama. “Sejak kapan?” tanyanya.“Dua jam lalu,” jawab Raka cepat. “Awalnya fluktuasi kecil. Tapi sekarang mulai konsisten.”Ia menunjuk satu grafik yang berwarna merah kusam. “Ini bukan lagi reaksi lokal dari ruang penyegelan.”Liora melangkah mendekat. “Itu bocoran.”Harris menoleh. “Ke mana?”Liora menatap wajah Harris dengan bimbang. “Ke lingkungan sekitar.”Seolah kata-kata itu adalah pemicu, alarm lembut berbunyi di salah satu terminal.Seorang perawat senior masuk tergesa-gesa. Wajahnya pucat, napasnya sedikit memburu. “Dokter Harris, kami punya laporan dari ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status