Share

Kristal Naga

Longwei menatap dalam paras wanita yang duduk di hadapannya. Wanita itu sibuk mengecek suhu badan Longwei dan mengajukan beberapa pertanyaan.

Namun telinga pria tersebut seolah tuli, dia tidak mendengar apapun kecuali mata yang lekat menatap wanita itu.

"Tuan? Apakah kau mendengar ku?" tanya Wanita itu melambaikan tangannya ke hadapan Longwei.

Longwei memeluk wanita tersebut, buliran air mata mulai menetes membasahi pipi. Semua perasaan bahagia bercampur haru menyelimuti hati pria itu.

"Maaf Tuan, apakah anda baik-baik saja?" tanya Wanita itu melepas pelukannya.

"Maaf," ucap Longwei singkat saat pelukannya berhasil di lepaskan.

Mata Longwei menyapu sekitar, sepertinya dia tidak berada di negri kahyangan melainkan di bumi. Tatapannya kembali pada Wanita yang duduk di hadapannya sambil menyodorkan segelas obat.

Wanita itu tampak asing padanya, seolah dirinya lupa kalau pernah kenal dengannya. Semua kemungkinan buruk mulai berkeliaran di otak Longwei sampai dia menaruk kesimpulan kalau Wanita ini adalah orang yang berbeda.

"Aku ada di mana?" tanya Longwei.

"Kau ada di negara Qing, aku menemukanmu di perbatasan. Apakah kau prajurit, atau ..." Wanita itu menatap Longwei dengan tatapan memicing.

"Aku pengembara yang dirampok," dusta Longwei, mungkin hanya itu alasan yang cocok untuk dia berikan.

"Baiklah, jadi aku tidak perlu khawatir. Aku Ling-Ling," ucap Wanita itu beranjak dari tepi ranjang.

Longwei terbelalak, ternyata semua perkiraannya benar. Dia susah reinkarnasi di tubuh manusia yang lain, begitupun Qixuang.

Wanita itu melangkah keluar dari kamar, tak lama kemudian dia kembali sambil membawa nampan yang berisi sarapan.

"Jika tidak, kau bisa keberatan makan sendiri kan? Aku masih ada urusan di luar," ucap Ling ragu.

"Pergilah, aku bisa mengurus diriku sendiri," jawab Longwei melempar wajahnya.

"Baiklah, aku tidak akan lama. Jangan terlalu banyak bergerak, luka di dadamu belum pulih sempurna," ucap Ling yang melangkah pergi.

Longwei meraba dadanya, tampak selembar kain dan beberapa kapas menutup luka di dadanya. Sepertinya dia tidak mimpi saat bertempur dengan jiwa iblis.

Lalu apa sebabnya dia bisa terlempar di dunia manusia dengan tiba-tiba, bahkan dia belum melenyapkan Raja iblis yang telah membuat teman dan kekasihnya kehilangan nyawa.

Semua kekhawatiran mulai membuat Longwei tidak tenang, dia menggeser tubuhnya dan berusaha untuk bangun dari ranjang.

Kakinya mendadak lemas dan tidak bisa menopang tubuhnya, sepertinya dia sudah lama berbaring sehingga otot kakinya terasa begitu lemah.

Di saat bersamaan, Longwei mendengar suara hentakan kuda yang mengarah ke tempat tinggalnya. Sebisa mungkin pria itu bangkit dan melangkah terseok menuju pintu.

Di depan rumah dia bisa melihat Ling berdiri tegap dan beberapa prajurit berkuda memberinya salam hormat. Sepertinya Ling bukanlah orang sembarangan.

"Nona, Baginda raja ingin Nona segera kembali ke istana," ucap salah satu prajurit.

"Tidak bisa, aku belum menemukan naga itu," bantah Ling.

"Tapi Nona, kondisi Baginda saat ini ..." ucapan prajurit itu tercekat di tenggorokan dan wajah yang mulai memucat.

Melihat prajurit itu menyembunyikan sesuatu membuat Ling resah, dia berjongkok dan menatap tajam prajurit tersebut.

"Katakan, apa yang terjadi pada Ayah?" tanya Ling lirih.

"Baginda sudah terkena penyakit bahaya itu Nona, Baginda ingin segera menikahkan anda untuk mempersiapkan raja yang baru," ucap Prajurit dengan mata memerah.

Mendengar itu kaki Ling terasa lemas. Dia duduk di tanah dan pandangan kosong. Wanita itu tidak percaya semua usahanya sia-sia. Begitu lama dia di pengasingan, tapi semua tidak ada gunanya.

"Hamba mohon, Anda pikirkan semuanya sekali lagi Nona, nasib kerajaan kini ada di tangan Anda," ucap Prajurit itu kembali berdiri dan memberi hormat.

Mata Ling terasa panas, buliran air mata mulai menetes. Dadanya begitu sesak seolah diapit kuat oleh dua batu besar. Rohnya seolah hilang dari raganya. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya saat ini.

"Jemput aku besok, aku akan ikut kalian pulang," ucap Ling dengan tatapan mata kosong dan air mata yang terus mengalir.

"Baik Nona," ucap Prajurit itu menundukkan kepala memberi hormat kemudian pergi bersama teman-temannya.

Ling menangis menjadi-jadi, melihat ini Longwei merasakan kepedihan yang sama. Tapi ada yang berbeda pada tubuhnya kali ini, entah mengapa ada kekuatan yang keluar dari tubuhnya.

Namun dia berusaha menepis kekuatan itu dan melangkahkan kakinya kembali ke ranjang. Sebenarnya dia juga penasaran dengan apa yang dialami Ling, tapi dia terlalu tidak sopan jika bertanya langsung.

Longwei memilih untuk melahap sarapan dan meminum obat yang sudah di siapkan oleh Ling. Pria tersebut berpikir keras, bagaimana dia bisa membunuh iblis itu.

Sarapannya terhenti saat melihat Ling masuk ke kamar dan duduk di hadapannya. Masih tampak kepedihan yang menghiasi wajah cantiknya.

"Aku akan pergi dalam waktu yang tidak bisa di tentukan, apakah kau tidak keberatan?" tanya Ling berulang kali menghapus air matanya.

"Apakah semua baik-baik saja?" tanya Longwei menatap dalam.

"Semua baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Untuk persediaan makanan, kau tidak perlu khawatir. Akan ada orang yang mengurus semuanya untukmu, kau hanya tinggal disini sampai pulih." Ling menatap lurus Longwei.

Tatapan mereka berada di garis lurus, dua pasang mata saling bertatapan. Entah mengapa keduanya merasakan debaran yang berbeda pada setiap detak jantungnya.

Beberapa menit berlalu, keduanya larut akan tatapan yang sulit di artikan oleh kata ini. Sampai suara burung berkicau membuyarkan lamunan keduanya.

"Kau bisa pergi, jangan khawatir aku. Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Setelah aku sembuh, aku akan pergi dari sini," ucap Longwei melempar tatapan ke arah lain.

"Jangan khawatir, kau bisa tinggal di sini sampai kapanpun. Rumah ini adalah rumah pribadiku," ucap Ling melempar senyum dan bangkit dari kursinya.

Wanita itu melangkah pergi, Longwei menatap punggung yang perlahan menjauh. Di saat bersamaan tangannya bergetar, matanya membulat ketika melihat asap tipis hitam yang keluar dari telapak tangannya.

"Ini tidak mungkin!" Longwei terbelalak.

.

.

.

Mentari pagi menyapa, seorang wanita sudah siap untuk menempuh perjalanan panjang. Sementara di sisi lain, seorang pria hanya menatap nanar kepergian Wanita tersebut.

"Kau yakin akan berangkat sendiri?" tanya Longwei khawatir.

"Sendiri? Lihat, banyak pengawal yang pergi bersamaku," jawab Ling melempar senyum.

Entah mengapa perasaannya begitu gelisah, seolah memberi kabar kalau akan ada terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.

"Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Ling melambaikan tangan dan menaiki tandu yang di tarik oleh dua ekor kuda.

Kedua kuda itu mulai berjalan meninggalkan rumah kecil di tengah hutan itu, kaki Longwei melangkah seolah ingin mengejar tandu. Tapi, dia tidak bisa berbuat apapun.

Kondisi yang tidak memungkinkan ini membuatnya harus tetap tinggal. Hati Pria itu pedih melihat dirinya yang tidak berdaya.

Sepekan berlalu, selama itu juga dia merasakan kepedihan yang mendalam. Rasa bersalah pada Geming temannya, sampai rasa bersalah yang selalu menyelimuti hatinya.

"Qixuang, aku sangat merindukanmu,"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status