Share

Bab 3

Penulis: Russel
Kendra membelalakkan matanya dengan kaget. Perawat di sampingnya juga memelotot dengan tak percaya. Mana mungkin? Kenapa bisa tiba-tiba hidup kembali?

"Papa ... Apa itu kamu? Jangan pergi, Papa!" Tiba-tiba Shafa membuka matanya perlahan-lahan. Sebelumnya, Shafa merasa gelisah saat melihat Afkar pergi untuk mengumpulkan uang. Dia hanya ingin ditemani ayahnya untuk terakhir kalinya.

"Shafa, kamu benar-benar sudah sadar! Papa di sini. Papa selalu temani Shafa, nggak akan ke mana-mana lagi!" Air mata berderai membasahi wajah Afkar. Aliran panas itu kembali mengalir deras ke tubuh Shafa.

Akhirnya Shafa sadar! Ternyata aliran panas ini benar-benar berefek! Shafa benar-benar hidup kembali.

Afkar begitu bersemangat hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Kegembiraan yang mendadak ini membuat pria sejati sepertinya tak kuasa menahan tangisan.

Dia menggenggam tangan Shafa dengan erat, seakan-akan seluruh dunia telah berada dalam genggamannya. Dia takut jika dia melepaskannya, semuanya akan berubah menjadi ilusi.

Kecuali jika mengalaminya sendiri, tidak ada yang bisa memahami betapa luar biasanya kebahagiaan dari mendapatkan kembali apa yang telah hilang dan rasa takut bahwa akan kehilangan lagi.

"Tangan Papa hangat sekali, sungguh nyaman. Papa, kenapa Papa nangis? Jangan nangis, ya? Shafa nggak mau Papa nangis."

Wajah kecil Shafa yang tadinya pucat, kini mulai bersemu merah. Dia mengulurkan tangan kecilnya yang lain dan mengusap wajah Afkar.

"Ya, Papa nggak nangis. Papa bahagia sekali! Hahaha ... Shafa baik-baik saja! Shafa hidup lagi!"

Merasakan tangan kecil itu mengusap wajahnya dengan canggung, Afkar merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia tertawa sambil menangis seperti orang yang telah kehilangan kendali.

"Papa, Shafa mau pulang." Gadis kecil itu tidak tahu apa yang terjadi. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah agar ayahnya tidak perlu menghabiskan uang lagi untuknya.

"Ya, Papa akan bawa kamu pulang." Afkar ragu-ragu sejenak, kemudian mengangguk. Setelah itu, dia mencabut semua selang yang terpasang di tubuh Shafa, lalu mengangkatnya dan bersiap untuk pergi.

"Tunggu! Kamu belum lunasi utang biaya rumah sakit, kalian belum boleh pulang!" ujar Kendra menghalangi di depan Afkar.

"Berapa?" tanya Afkar.

"Totalnya 617 juta!" ucap Kendra sambil menyerahkan sebuah lembar tagihan.

"Apa? Mana mungkin semahal itu?" tanya Afkar dengan wajah muram sambil menerima lembar tagihannya.

"Omong kosong, kamu kira ruang ICU ini gratis? Obat khusus nggak perlu bayar?" sindir Kendra dengan sinis.

"Kenapa masih ada tagihan obat khusus yang tertera di tanggal hari ini? Bukannya kalian sudah berhentikan obatnya karena aku belum bayar tagihan?" kata Afkar dengan kesal setelah melihat rincian tagihan itu.

"Oh, tadi aku salah! Obat putrimu belum dihentikan hari ini! Cepat bayar. Kalau bukan karena aku gunakan obatnya, apa mungkin putrimu masih bisa hidup kembali?" ujar Kendra sambil mengerjapkan matanya tanpa rasa bersalah.

"Lalu, apa itu injeksi progesteron? Dasar dokter licik, kamu mencoba menipuku karena kamu pikir aku nggak paham ya?" Afkar mencengkeram kerah baju Kendra dengan marah. Ingin sekali rasanya dia membunuh bajingan ini.

Injeksi progesteron biasanya digunakan untuk menjaga kandungan wanita hamil atau untuk mengobati gangguan menstruasi. Shafa baru berusia lima tahun, mana mungkin dia membutuhkan obat seperti itu?

Dokter berhati keji ini bukan hanya mengabaikan nyawa manusia, tetapi juga meresepkan obat sembarangan dan membebankan biaya pengobatan yang sangat mahal kepada pasien. Dokter ini benar-benar ingin mendesak orang hingga putus asa.

"Lepaskan aku! Apa maumu? Kusarankan sebaiknya kamu lunasi biayanya atau kamu mau bermain kasar? Kamu nggak tahu betapa besarnya pengaruhku di Kota Nubes?"

Setelah kejahatannya terbongkar, Kendra tetap tidak panik. Dia masih bisa bersikap angkuh memperingatkan Afkar dengan nada yang mengancam.

"Huh, aku justru penasaran seberapa hebatnya kamu sampai bisa berbuat semena-mena?" Pada saat ini, terdengar sebuah suara yang dingin dari luar.

Felicia berjalan masuk ke ruangan itu. Wajahnya yang cantik terkesan semakin dingin karena merasa kesal. Tadinya dia tidak ingin masuk karena tidak ingin terlibat dengan perpisahan antara Afkar dan putrinya. Namun sekarang, dia benar-benar tidak tahan melihat semua ini.

"Hm? Siapa dia? Istrimu?" tanya Kendra sambil melirik sekilas. Dilihat dari reaksinya yang jengkel, Kendra mengira Felicia adalah istri Afkar.

Sejak Shafa dirawat di ICU sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang pernah melihat ibu Shafa. Tak disangka, ternyata ibunya secantik ini?

"Temanku," jawab Afkar setelah ragu-ragu sejenak.

"Teman? Huh, aku nggak peduli sama hubungan kalian. Pokoknya cepat lunasi biayanya. Kalau nggak, nggak usah berharap bisa keluar dari sini. Kalau berani buat masalah di rumah sakit, aku akan lapor polisi untuk tangkap kalian!" ancam Kendra.

"Hebat sekali kamu ya? Aku mau tanya sama direktur rumah sakit kalian, kenapa bisa ada pecundang sepertimu di rumah sakit ini?" ujar Felicia dengan ketus sambil mengeluarkan ponselnya.

Mendengar hal ini, Kendra tetap tidak acuh. "Kenapa? Kamu mau telepon direktur rumah sakit?"

Meski aura Felicia sangat berwibawa dan penampilannya tidak terlihat seperti orang biasa, Kendra tetap saja tidak peduli. Memangnya bisa sehebat apa orang yang berteman dengan orang miskin seperti Afkar ini?

Jika Afkar benar-benar memiliki teman yang mengenal direktur rumah sakit, tidak mungkin dia sampai harus menjual ginjal sebelumnya.

Tanpa basa-basi, Felicia langsung menelepon sebuah nomor. "Pak Randa? Ini Felicia. Aku lagi di ICU anak-anak kamar nomor 3. Kamu bisa ke sini sebentar?"

"Wah, seperti benaran saja. Memangnya kamu punya nomor telepon Pak Randa? Teleponnya bisa tersambung?" ejek Kendra.

Felicia mendengus dingin. Dia tidak ingin berdebat dengan Kendra dan hanya berdiri diam di tempatnya. Tak lama kemudian, pintu kamar pasien terbuka. Seorang pria paruh baya yang agak gemuk berjalan masuk ke ruangan itu.

"Pak ... Randa?" Melihat pria itu, ekspresi Kendra berubah drastis. Dia tidak menyangka Randa benar-benar akan datang hanya dengan sebuah telepon dari teman Afkar.

"Bu Felicia, kenapa kamu bisa di sini? Ini ...," tanya Rana dengan segan setelah melihat Felicia.

Melihat sikap Randa, hati Kendra langsung mencelos. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhnya. Dia tidak menyangka Felicia benar-benar mengenal Randa. Selain itu, perlakuan Randa terhadap Felicia membuatnya merasakan firasat buruk.

"Kamu ceritakan sendiri apa yang terjadi pada Pak Randa. Aku yakin dia akan memberimu keadilan!" ujar Felicia memberi isyarat pada Afkar.

Mengetahui apa yang akan dikatakan Afkar, Kendra langsung memohon padanya. Afkar menyerahkan lembar tagihan itu kepada Randa tanpa menoleh ke arah Kendra sama sekali.

"Ini adalah rincian tagihan yang diberikan Pak Kendra padaku, mohon Pak Randa periksa. Jarak dari sejak aku menunggak pembayaran sampai sekarang masih kurang dari dua hari. Tapi tagihannya sudah menumpuk sampai 600-an juta."

"Putriku baru berusia 4 tahun, diagnosis penyakitnya adalah leukimia mielositik. Tapi, tagihannya malah tertera injeksi progesteron dan obat hipertensi, yang kurang cuma obat kontrasepsi. Selain itu, jumlah penggunaan obatnya dalam 24 jam mencapai 10 kilogram? Gajah sekalipun bakal mati kalau pakai obat sebanyak itu, 'kan?"

Wajah Randa langsung menjadi kecut. Setelah mendengar penuturan Afkar, dia langsung menampar Kendra.

"Kendra, lihat perbuatanmu ini! Dasar sampah masyarakat! Kamu ini benar-benar mencoreng nama baik rumah sakit! Mulai sekarang, kamu dipecat!"

Mendengar hal itu, Kendra terperangah. Dia buru-buru memohon, "Pak Randa, jangan! Aku memang keliru, tapi aku jamin nggak akan mengulanginya lagi! Kumohon beri aku kesempatan sekali lagi!"

"Keliru? Ini namanya keliru? Ini jelas-jelas penipuan dan mengabaikan nyawa manusia!" bentak Randa.

Pada saat ini, Felicia melengos dengan kesal. "Cuma pecat saja? Menurutku, seharusnya diserahkan sama pihak berwajib untuk diselidiki. Kalau Pak Randa nggak bisa, aku bisa perintahkan tim legal perusahaanku untuk mengatasi kasus ini!"

"Ya! Bu Felicia memang benar. Parasit seperti ini memang harus diselidiki! Tenang saja, aku jamin akan tindak tegas kasus ini! Aku telepon ke pihak berwajib sekarang juga!" timpal Randa setelah mendengar ucapan Felicia.

Awalnya dia masih ingin melindungi Kendra, tetapi niatnya langsung pupus begitu mendengar ucapan Felicia. Dia tidak sanggup menyinggung Keluarga Safira. Jika Felicia benar-benar ingin menghukum Kendra, Randa tidak akan sanggup melindunginya.

Bruk!

Kendra terduduk di lantai dengan lemas. Dia menangis sambil memohon, "Pak Randa, jangan! Bu Felicia, aku memang salah. Aku nggak berani ulangi lagi!"

"Pak Afkar! Pak Afkar, kumohon kasihanilah aku. Aku nggak berani ulangi lagi! Kumohon ampuni aku!" ucap Kendra sambil merangkak ke kaki Afkar dan memohon sambil menangis tersedu-sedu.

Kendra tahu bahwa dia pasti akan dipenjara hingga belasan tahun jika semua perbuatan jahatnya terbongkar. Masa depannya akan hancur!

Afkar mendengus dingin, lalu menendang Kendra. "Kasihan sama kamu? Apa kamu pernah kasihan sama pasien dan keluarga yang kamu celakakan itu? Kamu sudah terlalu jahat. Sekarang balasanmu sudah tiba! Rasakan itu!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
John Tolla
makin bagus ceriteranya
goodnovel comment avatar
Sutoyo Muhammad Usman
cerita yg bagus
goodnovel comment avatar
Rahma Amalia
lega juga...lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 934

    Saat itu, Niken dan Marcel sedang menemani Shafa bermain di luar.Begitu menerima telepon itu, Niken langsung berseru kaget, "Hah? Afkar? Kamu ngapain sih? Eh, kamu bukan Afkar! Siapa kamu?"Dari ujung sana, terdengar tawa getir Kitto. "Aku Kitto, buronan dari Grup Dasih. Aku ingin menyerahkan diri!"Afkar mengambil alih ponsel dan berkata, "Sudah, kamu datang saja ke lokasi tambang Giok Naga Kuning di Kota Taraka. Bawa pasukan, tangkap semua orang di sini.""Hah?" Kali ini, Niken mengenali suara itu. Dia sampai kaget. Apa-apaan ini? Dia sedang bermain bareng anak Afkar, Afkar malah menangkap sekumpulan buronan Grup Dasih dan mau dikirim ke dia? Lagi santai, tiba-tiba dapat durian runtuh?"Hah-hah apaan? Nggak mau ya? Ya sudah, aku telepon Yanuar saja." Afkar mengerutkan alis."Jangan! Jangan! Aku mau! Aku berangkat sekarang!" teriak Niken segera. Setelah menutup telepon, wajahnya langsung dipenuhi kegembiraan."Kak, ada apa?" Marcel menaikkan alis dengan penasaran.Niken tertawa gembi

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 933

    "A ... apa boleh?" Melihat reaksi Kitto, Trito dan Ireng yang masih menahan nyeri di pipi bengkak mereka, langsung terpaku tak percaya.Mereka tadinya mengira kehadiran Kitto adalah penyelamat. Mereka yakin orang ini bisa membantu mereka membunuh Afkar! Namun, sekarang? Situasi macam apa ini?Kitto bukan hanya tidak berbalik melawan, bahkan menghajar mereka berdua dan sekarang malah berlutut di depan Afkar?"Pak Kitto ... ini ... apa maksudnya? Dia ... dia itu siapa sebenarnya ...?" Trito tampak ketakutan, suaranya gemetar penuh rasa takut.Kitto sama sekali tak menggubris. Dia tetap berlutut memohon belas kasihan pada Afkar dengan menyedihkan. Dia hanya ingin Afkar mengampuninya.Afkar cukup terkejut saat melihat Kitto dan sisa-sisa anak buah Grup Dasih muncul di hadapannya. Heh .... Dunia ini memang sempit ya.Tiba-tiba, Kitto seperti teringat sesuatu dan bertanya dengan nada menyanjung, "Pak Afkar, gimana kamu ingin menangani kedua orang ini? Apa pun keputusanmu, aku siap lakukan!"

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 932

    "Baik, baik! Pak Kitto tenang saja. Aku pasti urus semuanya dengan baik. Dulu aku dapat banyak perlindungan dari Pak Kitto dan Grup Dasih.""Kalau nggak ada kalian, usahaku nggak bakal sebesar ini sekarang. Pak Kitto sembunyi di tempatku saja. Aku janji nggak akan kasih tahu siapa-siapa!"Trito langsung mengangguk sambil menjawab, tetapi nada bicaranya segera berubah jadi getir dan kesal. "Tapi ... sekarang aku juga lagi kena masalah besar! Tolong bantu aku beresin dulu urusan ini!""Hm?" Mendengar itu, Kitto hanya bergumam pelan, lalu pandangannya menyapu sekeliling dengan waspada.Seketika, dia melihat para anak buah Trito yang terkapar di tanah. Mereka memuntahkan darah dan meringis kesakitan. Kemudian, dia melihat satu sosok perlahan berjalan mendekat. Langkah kakinya tenang, tetapi aura membunuhnya terasa menusuk."Apa yang terjadi? Kamu cari masalah lagi ...." Kitto sempat hendak memaki Trito, tetapi kalimatnya langsung terhenti begitu matanya menangkap wajah pria yang sedang men

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 931

    Trito merasa kedua kakinya lemas tak bertenaga, tubuhnya gemetar saat berkata, "Sobat ... Pak Afkar ... kita bisa bicarakan baik-baik! Tadi aku cuma bercanda sama kamu, kamu ... kamu jangan sembarangan ya!""Betul, Pak Afkar, nggak sampai harus begini! Tadi kita cuma bercanda kok!" Ireng pun memaksakan senyuman yang lebih buruk daripada tangisan, mencoba "menjelaskan" kepada Afkar.Afkar mendengus dingin. Di matanya yang tajam tampak kilatan dingin yang menusuk. "Harus kuakui, kalian ini benar-benar sial! Kalau ini dulu, berhadapan sama sampah kayak kalian paling-paling cuma aku kasih pelajaran. Tapi, beberapa hari ini suasana hatiku sangat buruk."Saat mengucapkan kalimat terakhir, suaranya menjadi sangat dingin. Setiap katanya mengandung aura membunuh yang dahsyat.Ya, memang begitu! Beberapa hari ini, Afkar sebenarnya sedang dalam tekanan batin yang besar! Dia terus menahan emosi dan amarah dalam hatinya.Setelah mengetahui bahwa orang tuanya dijebak oleh Tulang Iblis sampai ke Lere

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 930

    "Benar, Pak Afkar." Ireng juga ikut berbicara dari samping, dengan tatapan yang menyiratkan ancaman, "Kami tahu kamu mau datang, makanya kami suruh para pekerja lembur buat gali batu mentah sebanyak ini.""Kalau kamu nggak sanggup beli seluruh tambang, ya paling nggak tumpukan batu-batu ini harus kamu beli!""Kalau aku nggak mau beli, gimana?" Afkar menaikkan alisnya sambil bertanya."Nggak mau beli? Hehe. Pak Afkar, aku sarankan kamu pikir baik-baik akibatnya!" Trito lantas menyeringai dingin, nadanya mengandung ancaman. "Segera transfer 400 miliar ke rekeningku. Nanti, aku suruh orang kirimkan batu-batu ini ke tempatmu. Kalau nggak ...."Kemudian, dia lanjut mengancam, "Kamu datang ke tambangku, tapi mengalami kecelakaan di dalam. Itu bukan tanggung jawabku lho."Mendengar ini, mata Afkar menyipit. Saat berikutnya, beberapa anak buah Trito yang bertato naga dan harimau mulai mengelilingi Afkar. Wajah mereka semua menunjukkan niat buruk.Jelas, kalau Afkar menolak, mereka siap melempa

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 929

    Batu-batu yang tampaknya baru saja dikeluarkan dari dalam tambang oleh beberapa pekerja, kualitasnya memang masih sama seperti sebelumnya. Namun, batu-batu yang tertumpuk di bagian bawah itu sudah tidak bisa lagi disebut Giok Naga Kuning.Di dalam batu-batu itu, hampir seluruhnya hanyalah kotoran. Struktur gioknya sudah hampir sepenuhnya hancur. Bagi orang awam, batu-batu ini tidak ada bedanya dengan batu limbah.Kemungkinan besar, justru batu-batu inilah yang baru saja ditambang. Dengan kata lain, bagi pedagang batu mentah biasa, tambang giok ini nyaris tak punya nilai lagi.Tentu saja, bagi Afkar, kotoran itu justru adalah harta karun. Namun, itu tidak mengubah kenyataan bahwa Trito dan Ireng sedang mencoba menipunya.Padahal dengan kemampuan Afkar, dia bisa masuk ke tambang ini secara diam-diam, menyerap kristal tanah di dalamnya tanpa diketahui siapa pun.Namun, dia merasa bahwa karena tambang ini milik Trito, menyelinap dan mencuri sumber daya seperti itu bukanlah tindakan yang pa

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 928

    "Pak Afkar, kamu harus tahu, meskipun Giok Naga Kuning dari tambangku ini punya lebih banyak kotoran, satu ton batu mentah nilainya setidaknya puluhan miliar.""Dulu aku sudah pernah survei, walaupun tambang ini nggak besar, paling sedikit bisa menghasilkan ribuan ton batu mentah. Itu berarti nilainya sekitar 20 triliun!" Trito menjelaskan perhitungannya kepada Afkar.Mendengar angka itu, kelopak mata Afkar langsung berkedut. Sialan! Dua puluh triliun? Seketika, dia merasa dirinya masih miskin!"Pak Trito, kalau dihitung seperti itu 'kan nggak adil. Dua puluh triliun itu bukan keuntungan bersih, 'kan? Toh kamu tetap perlu bayar pekerja buat gali, proses, dan jual.""Biaya tenaga kerja, penambangan, penyimpanan, dan penjualan juga masuk dalam perhitungan. Kalau aku yang pegang tambangnya nanti, semua pengeluaran itu jadi tanggung jawabku," timpal Afkar dengan suara datar tetapi tegas.Trito mengangguk cepat, buru-buru menyetujui, "Iya, iya! Pak Afkar benar sekali. Aku juga belum selesai

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 927

    "Oh? Sama seperti harga yang terakhir Pak Lukman ambil? Tepatnya berapa ya?" tanya Afkar dengan tenang.Trito menunjukkan ekspresi penuh percaya diri. "Begini, harga terendah batu mentahnya di pasaran saat ini paling nggak 40 juta per kilo, berarti 40 miliar per ton.""Waktu itu, aku jual ke Pak Lukman sekitar satu ton juga. Aku cuma minta 20 miliar darinya, yang artinya setengah dari harga pasar. Aku bisa kasih harga yang sama buat kamu, gimana?"Mendengar itu, Afkar mengangkat alisnya sedikit, lalu bertanya, "Gimana kalau aku mau dalam jumlah besar?"Ekspresi Trito langsung berubah serius, matanya memancarkan cahaya penuh minat. "Jumlah besar? Tepatnya seberapa banyak?"Saat ini, dia memang ingin menjual sebanyak mungkin. Mendengar Afkar berkata begitu, dia langsung semakin bersemangat."Aku ambil semua yang ada! Kalau bisa, aku bahkan ingin membeli seluruh lokasi tambang ini." Ucapan Afkar mengejutkan semua orang.Meskipun saat ini mereka masih berada di luar pintu masuk tambang, Af

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 926

    Sehari sebelumnya, Afkar sudah menghubungi Ireng yang waktu itu pernah ditemui dan mereka sudah janjian untuk bertemu hari ini.Hari ini setelah naik mobil, Afkar kembali menelepon Ireng lebih awal untuk memastikan segalanya.Di Kabupaten Lopra, di sebuah pintu masuk tambang Giok Naga Kuning. Setelah menutup telepon, Ireng tersenyum tipis dan berkata kepada seorang pria paruh baya berbadan besar di sampingnya, "Bos, si bodoh itu kira-kira akan sampai dalam satu jam lebih."Pria paruh baya itu berusia sekitar 40 tahun, wajahnya penuh garis kasar, lengannya bertato kirin. Dia memakai kalung emas tebal beserta jam tangan emas. Semuanya sangat mencolok.Dari penampilannya, dia benar-benar terlihat seperti orang kaya baru yang kasar. Pria ini adalah bos Ireng, Trito.Kota Taraka terkenal sebagai penghasil Giok Naga Kuning. Sebelumnya Trito sudah menguasai tiga lokasi tambang batu giok. Dia termasuk salah satu tokoh hebat di sini.Namun, sekarang Trito mendapatkan satu tambang batu giok baru

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status