Share

Bab 7

Author: Russel
Dalam waktu kurang dari setengah jam, Afkar telah tiba di pasar pagi bagian barat kota. Di pinggir jalan dekat pintu masuk pasar, ada sebuah warung yang menjual roti goreng. Afkar sengaja datang ke tempat ini karena dia tahu bahwa warung ini menggunakan minyak berkualitas bagus.

"Bos, beri aku satu ... eh, dua. Nggak, lima kilogram roti goreng, deh .... Sama dua mangkuk kembang tahu, dibawa pulang!" ujar Afkar kepada bos warung.

Bos warung itu menatap Afkar dengan aneh. "Nak, kamu bukan mau mengacau, 'kan?"

Afkar menggeleng dengan tak berdaya. "Kalau nggak, aku bayar duluan!"

Energi naga yang terus-menerus mengalir dari ginjal kirinya memperkuat tubuh Afkar dan membuatnya perutnya terasa seperti lubang tanpa dasar yang membutuhkan banyak nutrisi.

Dia bahkan lebih lapar daripada Shafa sekarang! Afkar bahkan merasa dirinya seolah-olah bisa menghabiskan seekor sapi sendirian!

Mendengar bahwa Afkar ingin membayar lebih dulu, penjual itu pun akhirnya merasa tenang. Dia menunjuk ke tumpukan roti di depannya dan berkata, "Yang tersisa hanya segini. Ditambah lagi juga mungkin nggak sampai lima kilogtam. Biar kutimbang dulu, kamu ambil saja semuanya."

"Oke!" Afkar mengangguk setuju.

Pada saat itu, muncul sekelompok orang di warung sarapan tersebut. Yang berada di paling depan gerombolan itu adalah seorang pria tua yang tampak berwibawa.

Pria tua itu memegang tangan seorang gadis kecil yang terlihat seperti boneka. Usianya mungkin sekitar enam atau tujuh tahun. Selain mereka, ada juga seorang pemuda tampan dan seorang pria paruh baya yang tampak tegas.

"Kakek, Dokter Bian bilang Kakek nggak boleh makan makanan berminyak. Kalau Nenek sampai tahu Kakek diam-diam makan roti goreng, Kakek pasti akan dimarahi lagi!" kata pemuda tampan itu sambil tersenyum kecut.

"Siapa bilang aku keluar untuk makan roti goreng? Aku keluar untuk olahraga pagi, paham?" jawab pria tua itu sambil memelotot ke arah pemuda itu.

"Ya, ya! Kakek keluar untuk olahraga pagi," jawab pemuda itu sambil tersenyum masam dan mengangkat bahunya. Jelas sekali bahwa dia tidak berdaya menghadapi kakeknya ini.

Begitu memasuki usia senja, sikap orang tua akan kembali seperti anak-anak. Tak terkecuali juga pria tua yang dulunya sangat berwibawa ini.

"Warung ini pakai minyak yang bagus. Kembang tahunya juga enak. Ayo, kita cicipi," ujar pria itu sambil berjalan ke arah warung dengan wajah kelaparan.

"Bos, beri kami dua kilogram roti goreng dan empat mangkuk kembang tahu," kata pria tua itu.

Mendengar kata pria tua itu, bos yang sedang menimbang roti goreng untuk Afkar langsung meminta maaf, "Duh, Pak, maaf sudah habis terjual."

Bos yang sudah lama berbisnis ini tentu bisa menilai langsung bahwa pria tua ini memiliki status yang tidak sederhana.

"Sudah habis? Lalu apa semua ini?" tanya pemuda tampan itu sambil mengerutkan alis dan menunjuk roti goreng yang bertumpuk.

"Semua sudah diborong sama anak muda ini," ucap bos warung menjelaskan.

"Roti sebanyak ini diborongnya semua sendirian? Apa dia bisa menghabiskannya? Bagikan setengah untuk kami!" timpal pemuda itu dengan dingin sambil melirik Afkar.

Dilihat dari sikapnya, jelas sekali orang ini biasanya adalah majikan yang terbiasa bersikap egois.

"Ini ... Nak, mau dibagi nggak?" tanya bos warung sambil menatap Afkar dengan kesulitan.

Afkar mengerutkan alisnya. Kemudian, dia memandang pria tua itu beberapa kali dan berkata dengan tanpa emosi, "Maaf, aku sendiri saja nggak cukup. Nggak bisa dibagikan."

Sikap pemuda itu membuat Afkar jengkel. Afkar bahkan merasa tidak cukup untuk dirinya sendiri, kenapa dia harus membagikan setengah pada mereka? Lagi pula, tubuh pria tua ini ....

"Huh, mana mungkin kamu bisa habisin sendirian? Memangnya tong sampah?" ucap gadis kecil yang berdiri di samping pria tua itu sambil mencibir. Jelas sekali dia merasa sangat kesal terhadap Afkar.

"Nak, jangan nggak tahu diri!" ucap pemuda tampan dengan nada memperingatkan.

"Hehe, tubuh Paman ini nggak sehat lagi. Dia bisa mati mendadak kalau makan roti goreng ini, sebaiknya jangan makan," ucap Afkar dengan tenang. Dia juga tidak sungkan lagi karena mendengar nada bicara pemuda tersebut.

"Apa kamu bilang? Cari mati ya!" teriak pemuda itu sambil menunjuk Afkar. Bukan hanya tidak tahu diri, orang ini bahkan berani mengutuk kakeknya?

"Nak, berlututlah dan tampar dirimu sepuluh kali. Tapi hanya dengan ucapanmu itu saja, aku sudah bisa membuatmu menghilang dari dunia ini!" ancam pria paruh baya yang berwibawa itu dengan kejam.

"Farel, Barra, sudahlah! Kalau dia nggak mau bagi, nggak usah dipaksa. Ayo kita pergi." Pria tua itu melambaikan tangannya untuk menghentikan cucu dan bawahannya.

Farel Subroto mendengus dingin dan tidak mengatakan apa pun lagi di hadapan kakeknya. Dia hanya melemparkan pandangan dingin kepada Afkar. Diam-diam, dia bertekad untuk menghabisi Afkar.

"Nggak masalah, Pak. Kubagikan saja setengah untuk kalian." Pada saat ini, bos warung memberikan setengah dari roti goreng yang awalnya akan dijualnya kepada Afkar.

Pria tua itu ragu-ragu sejenak, tetapi tetap menerimanya. Lagi pula, ini adalah inisiatif bos warung, bukan dia yang memaksakannya.

"Dasar rakus, kamu pasti kesal, 'kan? Huh!" Gadis kecil itu menunjukkan wajah mengejek pada Afkar dengan bangga. Detik berikutnya, keempat orang itu pun mencari tempat duduk. Pria tua itu mulai menyantap roti goreng itu dengan tidak sabaran.

"Bos, apa maksudmu? Seharusnya sesuai antrean, roti goreng itu milikku,'kan?" protes Afkar.

"Apanya yang milikmu? Kamu saja belum bayar. Nak, kalau nggak punya uang atau kekuasaan, sebaiknya mengalah sedikit. Kalau nggak, cepat atau lambat kamu akan celaka sendiri!" kata bos warung sambil mencibir setelah menilai penampilan Afkar.

Penampilan Afkar sangat sederhana dan terlihat miskin. Ponsel yang digunakannya juga ponsel 2G model lama. Dibandingkan dengannya, pria tua dan sekelompok pemuda itu terlihat lebih kaya. Jadi, tentu saja bos warung harus menyanjung mereka.

Mendengar hal itu, Afkar menggeleng. "Masih belum bisa dipastikan siapa yang bakal celaka."

Sejak putrinya sakit dan bangkrut, Afkar sudah menemui banyak sekali orang yang materialistis seperti bos warung ini. Setelah melontarkan ucapan itu, Afkar membayar belanjaannya dan bersiap-siap untuk pergi sambil membawa roti goreng yang tersisa.

"Wah, maksudmu aku bakal celaka karena menyinggungmu? Jangan bercanda! Becermin dulu lihat tampangmu sendiri! Cuih!" cemooh bos warung di belakang Afkar.

Tepat pada saat ini, terjadi perubahan situasi!

Pria tua yang tadinya masih sedang menikmati roti goreng itu, tiba-tiba memegang dadanya dengan wajah menderita. Setelah itu, tubuhnya langsung terjatuh ke lantai.

"Kakek, ada apa denganmu?"

"Tuan, Tuan!"

"Kakek Buyut, jangan buat Lyra takut! Huhuhu ...."

Farel dan Barra terkejut, sedangkan gadis kecil itu menangis tersedu-sedu. Bos warung yang sedang mentertawakan Afkar juga langsung tercengang melihat adegan ini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rahma Amalia
seru lanjut terus
goodnovel comment avatar
Beni Haras
cukup bik se.ega lebih seru
goodnovel comment avatar
Wewen
ckup bagus cerita,tpi nga tau kepanjangan ceritanya,semoga tambah baik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1208

    Afkar hanya bisa menghela napas dalam hati. Dia tahu jelas maksud Adnan. Orang itu ingin tahu sejauh mana batas kekuatan dirinya. Namun, langsung menyuruh semua anggota Balai Penegak Hukum yang ada untuk menyerang bersama-sama, bukankah itu sama saja dengan membuatnya dimusuhi?"Ya sudah. Ayo." Afkar akhirnya menarik napas dan mulai bergerak, meski terlihat agak enggan.Bam, bam, bam!Menghadapi serangan gabungan dari 12 orang sekaligus, Afkar tetap terlihat santai dan tenang. Bahkan tanpa menggunakan senjata, dia hanya mengandalkan tangan kosong untuk melawan. Seiring dengan beberapa gerakan cepat dan dalam hitungan detik saja, tiga orang sudah terlempar keluar arena.Pemandangan itu langsung membuat para peserta ujian terpaku. Saking kuatnya Afkar, mereka bahkan tidak merasa iri karena jaraknya terlalu jauh untuk dikejar. Bahkan, membayangkan bisa mendekati kemampuannya pun terasa mustahil.Wajah Leo yang berdiri di kerumunan pun makin muram dan penuh rasa putus asa. Tidak peduli see

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1207

    Tinju itu meluncur deras dan keras saat menghantam ke arah punggung Afkar dari belakang. Namun saat merasakan kekuatan besar yang datang bersamaan dengan aliran energi spiritual itu, Afkar justru tersenyum santai.Afkar sama sekali tidak berniat menghindari serangan dari Kapten Balai Penegak Hukum. Sebaliknya, dia malah berbalik dan melayangkan pukulan balasan yang langsung menyambut serangan Owen.Percaya diri dan sombong. Itulah kesan pertama yang muncul di benak semua orang saat melihat aksi Afkar. Dia bisa-bisanya ingin beradu pukulan secara langsung dengan Kapten Balai Penegak Hukum? Mereka merasa Afkar ini terlalu percaya diri, bahkan cenderung nekat.Yang tidak diketahui siapa pun adalah meski Afkar sengaja menahan kekuatannya agar tetap di tingkat pembentukan inti, kekuatan fisiknya tidak bisa ditekan. Setelah tubuhnya ditempa dengan kekuatan tanah murni dan petir, fisik Afkar sudah jauh melampaui batas manusia biasa. Bisa dibilang, tubuhnya kini sekeras baja.Di tengah kerumun

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1206

    "Nak, ke puncakku saja. Di Puncak Dewi, ada lebih banyak murid perempuan dan aku bisa memberikan lebih banyak perhatian padamu," kata wanita tua itu dengan ramah.Wanita tua ini tak lain adalah Ketua Puncak Dewi, Yulia. Melihat sudah ada dua tetua yang secara terbuka bersaing untuk merekrut Gerlin, para tetua lainnya pun mundur dan tidak lagi mencoba merebutnya. Meskipun bakat Gerlin memang bagus, belum sampai membuat semua tetua tergila-gila ingin memilikinya sebagai murid.Namun bagi para peserta ujian lainnya, kejadian ini cukup mengejutkan. Perlu diketahui, bahkan Leo yang barusan tampil mengesankan pun tidak membuat satu pun tetua menunjukkan niat merekrutnya.Sebaliknya, Gerlin justru langsung membuat dua tetua berebut secara terbuka. Jelas terlihat bahwa di mata para tetua, potensi Gerlin jauh lebih tinggi dibanding Leo.Di tengah kerumunan, wajah Leo sudah terlihat sangat muram. Tatapannya penuh rasa tidak terima. Kenapa? Atas dasar apa Gerlin bisa mendapat perlakuan seperti it

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1205

    "Gerlin, kamu juga coba naik ke atas sana," ucap Afkar sambil tersenyum ringan ketika melihat Gerlin yang terlihat tak sabar ingin mencoba. Kelihatannya, setelah melihat Leo begitu mencolok barusan, hati Gerlin juga jadi agak kesal dan tidak mau kalah.Begitu mendengar perkataan Afkar, tanpa menunggu giliran, Gerlin langsung melangkah maju dan berdiri di tengah arena. Dia menyapa, "Aku, Gerlin, memberi hormat pada para tetua dan kakak sekalian!""Itu Gerlin. Aku penasaran siapa yang akan dia pilih sebagai lawannya kali ini.""Berdasarkan kekuatan Gerlin, mungkinkah dia juga akan memilih Kapten Balai Penegak Hukum? Bukannya dia punya dendam dengan Leo?""Belum tentu. Kamu pikir semua orang sekuat Leo?"Orang-orang di sekitar tidak benar-benar menganggap Gerlin setara dengan Leo. Sebagian besar dari mereka bahkan meragukan hasil akhirnya. Lolos ujian mungkin masih bisa, tetapi untuk menyamai level Leo? Sepertinya masih jauh dari kemungkinan.Sementara itu, Gerlin memandang para anggota B

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1204

    Ucapan Leo langsung membuat kerumunan menjadi gaduh. Dia bisa-bisanya memilih untuk menantang Kapten Balai Penegak Hukum?Dari 12 anggota Balai Penegak Hukum yang hadir, siapa pun bisa melihat dengan jelas bahwa kapten adalah yang paling kuat. Secara logika, kebanyakan peserta pasti akan memilih lawan yang kira-kira bisa mereka atasi. Kalau bisa tampil sedikit lebih baik, malah akan dapat nilai tambah di mata para tetua.Anehnya, Leo malah memilih melawan Kapten Balai Penegak Hukum? Bisa jadi, bahkan dia tidak sanggup bertahan dalam peraduan jurus. Bisa-bisa kesempatan lolos yang tadinya cukup besar malah jadi sia-sia.Kapten Balai Penegak Hukum, Owen, hanya tersenyum kecil, lalu berkata pada Leo, "Aku kagum dengan keberanianmu, tapi aku nggak akan menahan diri. Kalau kamu bisa bertahan tiga jurus dariku, kamu sudah layak diterima sebagai murid luar sekte."Ucapan Owen terdengar cukup angkuh, tetapi tidak ada orang-orang di sekitar yang merasa itu berlebihan. Bahkan, Leo sendiri pun me

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 1203

    Begitu para anggota Balai Penegak Hukum muncul, suara keluhan dan desahan kecewa langsung terdengar dari kerumunan. Di mata mereka, hampir semua peserta merasa mustahil bisa mengalahkan murid-murid dari Balai Penegak Hukum.Melihat reaksi itu, Kapten Balai Penegak Hukum, Owen, melangkah maju dan berkata sambil tersenyum santai, "Adik-adik sekalian, kalian nggak perlu terlalu khawatir. Kami akan menahan kekuatan kami dan cuma menggunakan tingkat pembentukan inti tahap akhir. Lagian, syarat untuk lolos bukan mengalahkan kami. Kalian cuma perlu mendapat pengakuan dari para tetua."Ucapan itu sedikit meredakan ketegangan peserta. Bagaimanapun, siapa pun yang berhasil sampai ke tahap ini pasti punya kepercayaan diri yang cukup kuat. Bahkan dari rombongan Leo yang awalnya terdiri dari tujuh atau delapan orang, kini hanya tersisa tiga yang berhasil lolos. Itu menunjukkan betapa ketatnya seleksi di dua ujian sebelumnya.Di sisi lain, Gerlin menatap Afkar dengan penuh harap dan bertanya pelan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status