Share

Episode 04

Di New York — Kediaman Andersson.

Di sebuah rumah megah, suasana hening dan gelap menyelimuti setiap sudut, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Tuan Louis dan Nyonya Alice duduk di ruang tamu yang elegan, wajah Alice masih terlihat cemas.

"Kau benar-benar tidak ingin berusaha agar Ethan kembali pulang, Louis? Dia harapan kita satu-satunya. Sudahlah, kamu mengalah saja. Biarkan Ethan menjadi seperti apa yang dia inginkan," ucap Nyonya Alice, wanita itu tak pernah bosan untuk membujuk suaminya itu.

"Kamu tenang saja, Alice. Aku sudah memiliki rencana bagus agar Ethan kembali," ucap Louis santai.

"Apa rencanamu, Louis?" tanya Nyonya Alice dengan suara gemetar, menatap suaminya yang duduk di seberang sambil menyesapsebuah rokok.

Louis hanya tersenyum miring, menatap jauh ke luar jendela. "Pokoknya kamu tenang saja, Alice. Rencana ini akan membuat anak keras kepala itu pulang dengan sendirinya. Tapi, aku belum bisa memberi tahu kamu sekarang." jawabnya dengan nada misterius.

Nyonya Alice merasa penasaran, ia terus memaksa suaminya untuk berbicara. Namun, tiba-tiba terdengar suara keras dobrakan pintu rumah. Louis dan Alice langsung terkejut.

Segerombolan lelaki berpakaian hitam dengan wajah yang ditutupi memasuki rumah Louis dengan langkah cepat. Mereka membawa senjata. Louis dan Alice, yang terpojok di ruang tamu, saling berpegangan tangan.

"Apa yang kalain inginkan?" teriak Louis, berusaha keras untuk tidak menunjukkan rasa takutnya.

Salah satu lelaki berpakaian hitam, yang tampaknya merupakan pemimpin mereka, maju ke depan. Laki-laki itu membuka penutup wajahnya. Louis dan Alice sangat mengenal wajah pria itu, membuat Alice dan Louis saling lempar pandang.

"Lama tak jumpa, Louis. Kau pasti sudah tahu apa yang aku inginkan." ucap pemimpin lelaki berpakaian hitam itu dengan nada sinis. "Halo, Alice! Kau makin cantik saja, Sayang!" Laki-laki Itu menyentuh wajah Alice, namun segera ditepis oleh Louis.

"Jangan sentuh istriku! Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan! Alice milikku, selamanya akan tetap menjadi milikku!" ucap Louis dengan lantang, sebelah tangannya masih memegang erat tangan Alice.

"Aku tidak peduli! Aku ingin kau mati, Louis!" teriak lelaki itu, lalu mengangkat senjatanya dan menembak beberapa kali ke arah Louis.

Dor! Dor! Dor!

Louis terjatuh, tubuhnya tertembak beberapa kali. Alice histeris melihat suaminya yang tak berdaya di lantai, darah mengalir deras dari lukanya.

"TIDAK!" teriak Alice.

Alice mundur perlahan, tubuhnya gemetar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, suaminya ditembak berkali-kali.

"Alice, kabur! Jangan biarkan mereka menangkapmu!" teriak Louis dengan suara yang lemah, sebelum akhirnya dirinya memejamkan kedua matanya.

Alice diam mematung, tubuhnya terasa lemah dan rapuh saat melihat suaminya mati dengan cara mengenaskan.

"Ayo kita pergi!" Lelaki yang menjadi pemimpin itu mengajak segerombolan itu keluar dari kediaman Andersson.

Namun, sebelum mereka pergi. Mereka berpencar mencari para pelayan yang ada dikediaman tersebut.

Dor! Dor! Dor!

Para pelayan di kediaman ini mati tertembak. Tersisa hanya Alice. Dan mereka juga mencari putra tunggal Louis dan Alice, keluarga Andersson harus lenyap tak tersisa. Tadinya, Alice juga mau dihabisi. Namun tidak jadi. Rasanya tidak tega jika harus menghabisi wanita yang ia cintai.

Tadi juga mereka bisa masuk karena penjaga yang ada berada dikediaman Andersson, mereka habisi juga secara keji.

***

Ethan menatap layar televisi dengan mata terbelalak. Pemberitaan yang sedang tayang membuat tubuhnya gemetar tak bisa berkata-kata. Kediaman keluarga Andersson, tempat orang tuanya tinggal telah dibantai oleh sekelompok orang tak dikenal. Bahkan para pelayan dan penjaga di kediaman itu telah mati dengan cara yang mengerikan.

Tuan Louis—ayahnya juga ditemukan tewas, dan hanya Nyonya Alice—Ibunya, yang masih hidup. Namun, wanita itu mengalami depresi hingga sulit memberikan klarifikasi. Hanya Alice  menjadi saksi mata satu-satunya dari kejadian mengerikan itu, sehingga polisi kesulitan untuk mencari para pelaku.

"Brengsek!" umpat Ethan tangannya mengepalkan tinju.

"Siapa yang tega membunuh Papaku!" geram Ethan, tatapannya melotot.

Kemarahan memuncak di dalam diri Ethan. Ia yang sedang berada di kota Manhattan langsung memutuskan untuk pergi ke New York demi menyelidiki kasus pembantaian keluarganya.

Namun, ia tidak akan merubah penampilannya.

Sesampainya di New York, Ethan bergegas menuju rumah sakit kejiwaan tempat ibunya dirawat. Dia berjalan tergesa-gesa melalui lorong-lorong rumah sakit, seakan tak sabar ingin menemui ibunya dan mengetahui kebenaran dari kejadian itu.

"Saya ingin bertemu dengan Nyonya Alice Andersson," ujar Ethan pada perawat yang bertugas.

"Kamar 305, Tuan. Tapi, Nyonya Andersson sedang dalam kondisi tidak stabil. Saya harap Anda bisa bersabar dan tidak memaksanya untuk berbicara," jawab perawat itu dengan nada prihatin.

Ethan mengangguk dan melangkah menuju kamar 305. Begitu memasuki kamar tersebut, dia mendapati ibunya terbaring lemah dengan mata nanar. Ethan berjalan mendekati ibunya, meraih tangannya yang dingin dan mengusapnya pelan.

"Mama, bagaimana keadaanmu? Apa yang terjadi semalam?" tanya Ethan dengan nada penuh kekhawatiran.

Alice menoleh ke arah Ethan, matanya tampak kosong dan bingung. Tak ada kata yang terucap dari mulut wanita itu. Kejadian semalam membuat Alice depresi berat.

"Ya Tuhan, Mama.... " Ethan langsung memeluk ibunya, ternyata benar jika sang mama tidak bisa diajak bicara.

Ethan merasa semakin marah, namun dia berusaha menenangkan diri demi ibunya.

"Tenanglah, Ma. Ethan akan mencari tahu siapa pelaku di balik semua ini. Mereka akan membayar atas apa yang telah mereka lakukan," ucap Ethan dengan nada tegas.

Dalam hati ia berkata, "mereka telah menghancurkan keluargaku. Bahkan, ayahku sampai terbunuh. Lihat saja! Aku akan membalasnya. Nyawa harus dibayar dengan nyawa! Kalian harus mati perlahan!"

Ethan kemudian meninggalkan kamar ibunya dan langsung bergegas menuju ke kediaman Asisten pribadi Tuan Louis—orang kepercayaannya. Dia adalah Tuan Maxim. Sebelum itu, Ethan merubah penampilannya terlebih dahulu.

"Tuan Muda Ethan, Anda kembali?" tanya Tuan Maxim. Pria yang usianya 35 tahun ini masih belum percaya dengan pemberitaan semalam di kediaman Andersson.

"Tentu saja aku kembali, Maxim!" jawab Ethan.

Tujuan Ethan menemui Maxim—orang kepercayaan almarhum ayahnya, niatnya untuk meminta Maxim menggantikan posisi Almarhum Tuan Louis dan mengurus perusahaan Andersson Grup.

"Tuan Muda Ethan, apakah kamu yakin dengan keputusan ini?" tanya Maxim dengan ekspresi khawatir.

"Ya, Maxim. Aku ingin kau mengurus perusahaan, aku juga akan membantu mengurus perusahaan ini, tetapi aku akan melakukannya secara tersembunyi," jawab Ethan dengan tegas. "Aku akan kembali ke kota Manhattan, aken tetap menjadi pengamen di sana," jelas Ethan.

"Tapi mengapa kamu masih ingin menyamar sebagai pengamen jalanan di kota Manhattan?" tanya Maxim heran.

"Aku ingin menjaga identitasku agar tidak diketahui oleh orang-orang yang mungkin terlibat dalam pembunuhan ayahku," jelas Ethan, "aku yakin, mereka pasti mencariku juga."

Maxim mengangguk mengerti, "Baiklah, aku akan membantu kamu mengurus perusahaan ini. Apakah ada hal lain yang ingin kamu minta?" tanya Maxim.

Ethan menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Maxim, aku ingin kamu memasang CCTV di ruang rawat tempat mama di rawat. Namun, jangan sampai ada yang tahu tentang ini. Jangan sampai terlihat juga," kata Ethan.

"Untuk apa, Tuan Muda Ethan?" tanya Maxim, penasaran.

"Aku ingin memastikan bahwa tidak ada ancaman bagi Ibu. Aku yakin, mereka juga pasti mengincar Ibuku. Pokoknya aku akan berusaha mencari tahu siapa pembunuh Ayahku, bagaimana pun caranya," ujar Ethan dengan nada tegas.

Maxim menatap Ethan dalam-dalam, kemudian mengangguk setuju. "Baiklah, Tuan Muda Ethan. Aku akan melakukan apa yang kamu minta. Aku akan memasang CCTV di ruang rawat Nyonya Alice."

"Terima kasih, Maxim. Oh iya, katakan kepada media kalau kasus ini ditutup saja. Jika mereka menanyakan keberadaanku, bilang saja aku sudah mati terbunuh juga," kata Ethan.

"Baik, Tuan Muda Ethan!"

Pemberitaan kematian Tuan Louis Andersson Make masih ramai diperbincangkan, bahkan banyak yang mengikuti kelanjutan kasusnya.

Ethan akan kembali menyamar lagi sebagai pengamen jalanan di kota Manhattan. Dari sana, ia mengikuti perkembangan perusahaan Andersson Grup melalui Maxim dan terus mencari tahu tentang pembunuhan ayahnya.

Maxim juga sudah berhasil memasang CCTV di ruang rawat Nyonya Alice.

Maxim dan Ethan akan bekerja sama dengan baik, saling membantu dan melindungi satu sama lain demi mencapai tujuan Ethan yang ingin balas dendam.

"Aku bersumpah, Mah! Aku akan membalas apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarga kita!" Ethan berkata dalam hati, saat ini dirinya sedang dalam perjalanan menuju ke kota Manhattan.

***

Di tengah hiruk pikuk perkumpulan wartawan, Maxim—orang kepercayaan keluarga Andersson, berdiri tegak menghadapi pertanyaan yang dilontarkan satu per satu. Para wartawan yang ingin mengetahui perkembangan kasus pembantaian di kediaman Andersson, tak henti-hentinya menggiring pertanyaan.

"Apakah ada perkembangan terbaru tentang kasus pembantaian di rumah Tuan Louis Andersson?" tanya seorang wartawan dengan suara lantang.

Maxim menjawab dengan tenang, "Kasus tersebut sudah ditutup dan tidak ada yang mengurusnya lagi."

"Bagaimana dengan Tuan Muda Make? Di mana dia sekarang?" tanya wartawan lain dengan rasa penasaran.

Maxim menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab, "Tuan Muda Make telah mati terbunuh di tempat lain. Setelah mereka membunuh Tuan Louis."

Suasana di antara para wartawan semakin gencar, pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir tanpa henti. Namun, Maxim tetap tenang dan menjawab dengan sabar.

"Apakah Anda yakin Tuan Muda Make sudah mati?" timpal wartawan yang lain.

"Saya bisa memastikan bahwa Tuan Muda Make sudah tidak ada di antara kita," jawab Maxim tegas.

"Bagaimana dengan Nyonya Alice? Apakah sekarang keadaannya baik-baik saja?" tanya seorang wartawan yang menggali informasi lebih dalam.

Maxim terlihat sedikit gelisah, namun tetap menjawab, "Nyonya Alice mengalami depresi berat setelah kejadian tersebut dan sampai saat ini masih sulit untuk dimintai keterangan."

Para wartawan masih belum puas dengan jawaban Maxim, mereka terus menanyakan berbagai hal terkait kasus pembantaian di rumah keluarga Andersson. Maxim mencoba menjawab sebanyak mungkin pertanyaan yang dia bisa, namun tetap menjaga agar tidak mengungkapkan informasi yang seharusnya tidak diketahui publik.

"Apakah ada tersangka dalam kasus pembantaian ini?" tanya seorang wartawan.

"Seperti yang saya katakan sebelumnya, kasus ini sudah ditutup dan tidak ada yang mengurusnya lagi," jawab Maxim kembali.

"Apakah keluarga Andersson akan menuntut balik atau mencari keadilan atas kejadian ini?" tanya wartawan yang tak kenal lelah.

Maxim menghela napas sejenak, lalu menjawab, "Saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Saya hanya bisa mengatakan bahwa keluarga Andersson berusaha untuk pulih dari kejadian ini dan menjalani hidup seperti biasa."

Wartawan terus menggali informasi lebih dalam, namun Maxim tetap teguh menjaga rahasia keluarga Andersson. Meskipun belum puas dengan jawaban Maxim, akhirnya para wartawan perlahan mulai membubarkan diri.

Meskipun demikian, Maxim tetap waspada dan berjaga-jaga, ia tahu bahwa kasus ini tidak akan berakhir begitu saja. Sebagai orang kepercayaan keluarga Andersson, ia harus bisa menjaga rahasia tentang keberadaan sang Tuan Muda—Ethan Jonathan Make.

Ethan hanya bisa tersenyum saat melihat berita di televisi tentang Maxim yang diserbu para wartawan.

"Bagus Maxim. Biarkan saja mereka menganggap aku sudah mati!" desis Ethan.

Ethan keluar dari Apartemen kecilnya itu, ia akan kembali mengamen.

"Ethan!" teriak Evellyne memanggil Ethan, gadis ini datang lagi setelah beberapa hari dirinya tidak bertemu dengan Ethan.

Ethan tersenyum menyambut kedatangannya gadis cantik itu.

"Mau mengamen ya?" tanya Evellyne.

"Iya," jawab Ethan.

"Aku ikut ya, boleh?"

"Kamu yakin mau ikut, Evellyne? Apakah kamu tidak malu? Seorang Mahasiswi kedokteran mau ikut mengamen denganku?" Ethan meragukan niat baik Evellyne yang ingin ikut mengamen.

"Ngapain harus malu? Aku sama sekali tidak malu."

"Baiklah!"

Ethan dan Evellyne pun berjalan kaki menuju ke tempat-tempat yang ramai di kunjungi.

Di tempat lain, serorang laki-laki paruh baya tengah mengepal tangannya setelah dirinya melihat pemberitaan mengenai kasus keluarga Andersson.

"Putranya Louis dan Alice mati terbunuh?" gumamnya, pria ini merasa ragu dengan informasi yang diberikan oleh Maxim.

"Tidak mungkin! Saya belum membunuhnya. Pemuda bernama Make itu pasti sedang bersembunyi! Saya harus cari tahu di mana anak itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status