“Jangan salah paham, Nak.”
Henry menepuk pundak Max. “Grandpa hanya bertaruh bahwa kau punya cara pandang yang berbeda dari saudaramu.”
Lucas mengangguk setuju.
Lagi, Henry melanjutkan, “Kebanyakan mereka langsung setuju menjadi CEO perusahaan. Tentu saja, lagi-lagi keputusan di tanganku, Max.”
“Apa mereka bisa langsung memimpin perusahaan besar?”
Henry menggeleng. “Tidak semua. Hanya 2 yang berhasil mempertahankan bahkan mengungguli performa sebelumnya. Alexius Ferran Lou dan Diona Giorgie Lou.”
Max mengangguk. Dari namanya sa
“Max, kau yakin, masih mau menunggu sampai kuliahmu selesai?”Pertanyaan yang dilontarkan Henry lewat panggilan video itu membuat Max goyah. Landy tiba-tiba menggeser secarik kertas berisi kata-kata, “Putuskan sesuai hati Tuan muda. Jangan terbawa tekanan dari Tuan besar. Toh, Tuan Wilbert juga masih sekolah.”Max pura-pura menunduk dan membacanya berulang. ‘Toh, Wilbert masih anak-anak. Belum layak menjadi CEO.’ Adalah pesan utama yang ingin disampaikan Landy.Tentu saja, kepala pelayan yang kini penuh berpihak padanya juga memberi kunci penting bahwa tidak selalu ucapan Henry harus dituruti atau dijawab dengan ‘iya’.Landy ingin memberitahu Max, bahwa pertanyaan Henry tidak selalu mengandung kekhawatiran. Kadang semua itu hanya kamuflase dari si tua Lou untuk menguji keteguhan tekad seseorang.“Aku berencana selesaikan mata kuliah utama di semester 5 ini, Grandpa.” Max mengutarakan lagi keputusan yang sudah pernah disampaikan sebelum ini. Ia juga mengumandangkan tekadnya. “Semest
“Tidak, Tuan muda.”Max menahan pertanyaan lanjutannya, sementara Landy menutup pintu mobil dan kembali menyetir. “Lantas, kenapa kepala pelayan Grandpa ada di rumahku?” tanya Max. “Ah … aku nggak bermaksud mengusir, Paman. Hanya saja, kau sudah seperti tak terpisahkan dengan Grandpa Henry.”Mendengar itu Landy terkekeh singkat. “Kalau begitu, Anda perlu sadari, Tuan muda. Tuan besar sangat menyayangi Anda.” Max terkejut mendengar komentar Landy. Ia baru mengenal kakeknya itu sebulan lalu, jadi belum tahu seperti apa perlakuannya terhadap keluarga lain. Landy yang merasa Max kurang percaya dengan ucapannya, menjelaskan kemungkinan alasan di balik sikap Henry Lou yang murah hati itu. “Tuan muda adalah putra dari putri kesayangannya. Saya rasa itu juga yang membuat Tuan besar tidak menyerah dan tetap mengikutsertakan Anda masuk arena perebutan pewaris.”Max terdiam. Ia bisa menerima logika itu. Kemungkinan juga karena hanya Max yang berjuang benar-benar tanpa tahu kalau dirinya teng
“Ada yang bisa dibantu, Kak?”Salah seorang staf restoran tersenyum ramah, melihat Bebby gelisah di depan toilet pria. “Oh! Ng–nggak apa-apa, Mas. Saya mau ke kasir tadinya,” kilah Bebby. Ia takut dikira tak mampu bayar dan malah bersembunyi di dalam toilet. Walau jawaban Bebby terdengar tak masuk akal, staf restoran tetap menjawab kebutuhannya. “Untuk meja kasir sebelah sini, Kak. Biasanya pengunjung minta bill di meja masing-masing. Tapi kalau mau langsung ke kasir juga tidak masalah, Kak.”Bebby merasa seperti orang bodoh. Padahal hal seperti ini sudah biasa baginya. Dan umumnya memang sudah tak banyak orang yang membayar langsung di kasir, dalam restoran mewah seperti ini.Belum juga Bebby beranjak dari sana, Darren seperti sengaja mendekatinya.Pria licik bermata sipit itu mengejek, “Apa kubilang? Max pasti kabur karena nggak bisa bayar, kan?”Namun, Bebby tak termakan provokasinya. Ia menatap tajam kemudian membentak pelan, “Bukan urusanmu!”Bebby berbalik menuju kasir untuk
“Kau kenal mereka, Max?” bisik Bebby, memasang wajah juteknya. Max menjawab dengan suara sedikit kencang, “Mantan pacarku dan kekasih barunya.”Wajah Tiara terlihat kaget menemukan Max sudah bersama perempuan lain. Ada rasa tak rela, ingin menunjukkan bahwa ia lebih bahagia dengan Darren saat ini. Darren kembali bicara. “Nona, sepertinya kau kena tipu pria ini. Kau bisa berakhir membayari semua makanan ini.”“Aku nggak keberatan!” tantang Bebby, kesal. “Siapapun yang bayar, bukan urusanmu, kan?!”“Hahaha! Kayaknya kau dapat korban ya, Max?!” ledek Darren. Ia tak tahan melihat Max dengan gadis secantik Bebby.“Diam, Darren!” sentak Max dengan suara tertahan. “Aku anggap kau nggak bicara apapun. Pergi sana!”Merasa MAx meremehkan ucapannya, Darren mulai terlihat emosi. “Kau—”“Sayang, sudah jangan urusin dia lagi.” Tiara merengek. “Ayo kita pesan saja.”Darren mengangkat salah satu alisnya, kemudian pergi mengikuti kemauan Tiara. Di saat bersamaan, staf restoran datang untuk menganta
“Ha! Brengsek!”Gino terlihat murka, karena sudah dipermalukan di depan teman-temannya. Ia segera pergi tanpa banyak bicara. “Sorry. Cuma itu yang bisa kulakukan tadi.”Max merasa tak enak karena sudah mengklaim posisi palsu sebagai pacar Bebby tadi. Namun, alih-alih marah, Bebby terkekeh. “Thanks. Gino sudah menyusahkanku beberapa minggu terakhir. Kami harus ke kelas. Bye, Max!”Max mengangguk. Ia masih terdiam di tempatnya berdiri, tak menyangka bisa mendapatkan senyum manis itu dari gadis yang disebut judes oleh Yerhan. “Oh! Kelas!” Max pun segera beranjak dari sana menuju kelasnya.Beruntung, Max tiba sebelum dosen mengajar. Ia segera duduk di sebelah Yerhan dan menghembuskan napas lelahnya. Mereka duduk di kursi paling atas belakang. Kelas ini memiliki susunan kursi seperti teater.Yerhan pun bergerak mendekati telinga Max dan berbisik, “Max, kita sekelas sama Bebby!”Netra Max membulat mendengar informasi Yerhan. Kepalanya pelan bergerak, memindai ruangan dan mendapati gadis
Ha! Ha! Ha!Tawa Max pecah ketika membaca komentar di bawah unggahan tersebut. ‘Max ini kenapa sial banget ya. Kemarin masuk video dia ngamuk terus digebukin di pestanya Tiara. Sekarang dia beralih ke tante girang.’‘Minta nomor temennya si tante dong, Max! Jangan enak sendirian!’“Kayaknya aku semakin terkenal.” Max masih saja terkekeh. Mungkin sebulan yang lalu, Max tidak akan bisa setenang ini menghadapi gosip.Paul meninju pelan lengan Max, bergurau. “Yeah. Terkenal karena bikin ulah.”Mereka tergelak. “Tapi kau memangnya benar membelikan babi itu baju mahal, Max?” Yerhan jelas tidak percaya.Max mengangkat bahu. “Aku sudah nggak punya pacar. Uangku banyak sekarang.”Menghindar dari percakapan lebih lanjut, Max segera masuk dan mengunci pintu kamar mandi. Ketiga temannya itu memang terbukti berbeda dari kebanyakan orang. Hanya saja, Max memang tidak berniat memberitahu rahasia jati dirinya untuk saat ini.Sekitar pukul 10, Max memutuskan untuk sarapan di kantin kampus sebelum
“Max! Di mana baju-bajuku?!”Raungan Freddy terdengar di lorong lantai 2 asrama ULH. Di dalam kamar, Max berusaha keras menahan tawanya. Tentu saja, ia tak berniat tertangkap.Dengan cepat ia mengambil tasnya dan berlari menuju balkon yang menghadap jalan raya. Ia sudah menutup pintu kamar, tapi Freddy pasti bisa meminta kuncinya.Kalaupun demikian, Max sudah jauh menyingkir dari area asrama. Karena Max memutuskan untuk pergi ke BIP Avenue. Mall terbesar di daerah Jayakarta Utara.Tiba di sana, ia segera mencari toko yang menjual baju laki-laki. Matanya terpesona melihat jenis pakaian di ruangan warna-warni dengan nama DALV Tee.Sala
“Jangan salah paham, Nak.”Henry menepuk pundak Max. “Grandpa hanya bertaruh bahwa kau punya cara pandang yang berbeda dari saudaramu.”Lucas mengangguk setuju.Lagi, Henry melanjutkan, “Kebanyakan mereka langsung setuju menjadi CEO perusahaan. Tentu saja, lagi-lagi keputusan di tanganku, Max.”“Apa mereka bisa langsung memimpin perusahaan besar?”Henry menggeleng. “Tidak semua. Hanya 2 yang berhasil mempertahankan bahkan mengungguli performa sebelumnya. Alexius Ferran Lou dan Diona Giorgie Lou.”Max mengangguk. Dari namanya sa
“Tuan muda, Anda ditunggu Tuan besar di ruang makan.”Max mengangguk pada pesan yang diberikan Landy barusan. “Aku bisa ke sana sekarang, Pak Landy.”Untungnya, Max sudah bangun ketika hari masih gelap dan langsung mandi. Jadi, ia bisa langsung mengekor di belakang sang kepala pelayan.Setelah pembicaraan dengan kedua orang tuanya kemarin, mereka tidak membiarkan Max kembali ke asrama. Kemungkinan besar ia akan menghabiskan sisa liburan di mansion mewah milik Henry Lou. Landy mengangguk sambil tersenyum lebar. “Anda bisa memanggil dengan nama saja, Tuan muda.”Dahi Max berkerut. Menimbang komentar Landy kemudian menolak. “Paman Landy saja. Gimana?”Landy mengangguk. “Kalau itu membuat Anda nyaman, Tuan muda.”Mereka tiba di ruangan besar yang digunakan sebagai ruang makan. Spontan, Max menghitung berapa banyak meja bulat yang ada di ruangan itu. 10 meja dengan 8 kursi masing-masing. Melihat Max sepertinya tertarik dengan ruang makan yang besar itu, Landy berinisiatif menjelaskan, “