Sore itu, Lana duduk di ruang kerjanya, dengan sebuah jurnal tebal berwarna hitam di atas meja. Jurnal milik Indra Kusuma ditemukan di salah satu laci meja apartemennya oleh tim forensik dan baru saja dikirimkan ke Lana untuk diperiksa.
Halaman depan jurnal itu kosong, kecuali inisial kecil bertuliskan "I.K." di sudut kanan bawah. Saat membuka halaman pertama, aroma kertas tua yang khas menyeruak. Tulisan tangan Indra terlihat rapi, tetapi semakin ke halaman berikutnya, huruf-hurufnya mulai tampak tergesa-gesa, seolah ditulis dalam keadaan panik.
Lana menghela napas dalam-dalam sebelum mulai membaca.
22 Oktober
"Aku tidak tahu mengapa aku membeli cermin itu. Saat aku melihatnya di pelelangan, aku merasa seperti terpanggil. Seolah-olah benda itu memintaku untuk membawanya pulang. Bingkainya terlihat kuno, dengan ukiran yang rumit. Orang-orang mengatakan itu barang antik yang langka. Aku pikir ini akan menjadi tambahan koleksi yang sempurLana menatap inti kekuatan itu, lalu menatap Raka. Keputusan ini akan mengubah segalanya.Dia harus memilih.Menghancurkan inti dan mengorbankan Raka?Atau membiarkan portal tetap terbuka dan mempertaruhkan dunia manusia?Tangannya gemetar. Waktu hampir habis.Lana menarik napas dalam-dalam.Dan kemudian, dia mengambil keputusan.Lana menutup matanya sejenak, lalu dengan penuh tekad, menghancurkan inti kekuatan cermin. Cahaya biru itu berkedip sesaat sebelum meledak, menciptakan gelombang energi yang menyapu seluruh dimensi roh dan dunia nyata.Teriakan Ratu Sekar Sari menggema di udara, tubuhnya memudar menjadi abu sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya. Dunia roh mulai runtuh, menghisap semua jiwa yang tersesat, termasuk bayangan-bayangan yang sebelumnya ingin melarikan diri ke dunia manusia.Di dunia nyata, cermin yang tersisa hancur menjadi serpihan kecil. Port
Sebelum Lana bisa membuat keputusan, suara keras bergema di sekitar mereka. Pintu ruang bawah tanah tempat mereka berdiri didobrak dengan paksa. Sekelompok orang berpakaian hitam dengan simbol aneh di dada mereka menyerbu masuk."Jauhkan diri dari cermin itu," suara berat seorang pria terdengar. Dia melangkah ke depan, matanya tajam dan penuh ambisi. "Kalian tidak mengerti betapa berharganya benda ini."Lana, Raka, dan Farah langsung bersiap. Mereka mengenali simbol itu—Organisasi Rahasia 'Bayang Jaya', kelompok yang dipercaya mempelajari dan mengeksploitasi benda-benda mistis untuk tujuan mereka sendiri.“Jadi ini benar,” gumam Farah, jantungnya berdebar kencang. “Kalian memang mengincar cermin ini selama ini.”Pria itu tersenyum dingin. “Tentu saja. Cermin ini bukan sekadar penjara bagi roh. Ini adalah pintu menuju kekuatan yang tak terbayangkan. Jika digunakan dengan benar, kita bisa
Raka terbangun dengan kepala berdenyut. Pandangannya masih kabur, tapi ia bisa merasakan sesuatu yang dingin dan lembap di sekelilingnya. Dia mencoba bangkit, lalu melihat Farah terbaring di dekatnya, tidak sadarkan diri."Farah!" Raka mengguncang bahunya.Farah membuka mata dengan lemah, wajahnya pucat pasi. "Di mana kita...?" suaranya lirih, penuh ketakutan.Mereka berada di dalam sebuah gua gelap, dengan dinding batu yang lembap dan penuh ukiran aneh. Cahaya redup berpendar dari celah-celah batu, menciptakan bayangan yang bergerak sendiri di sekeliling mereka.Tiba-tiba, suara berat terdengar dari ujung gua."Kenapa kalian datang ke tempat ini?"Raka dan Farah membeku.Dari kegelapan, muncul sesosok bayangan besar dengan mata merah menyala. Bentuknya humanoid, tapi tidak memiliki wajah. Tangannya panjang dan bersisik, dengan kuku tajam yang menyerupai belati.
Sejak saat itu, roh Sekar Sari terperangkap di dalam cermin, dipenuhi dendam yang tak kunjung padam. Setiap orang yang melihat bayangannya dalam cermin itu menjadi sasaran kutukannya.Lana merasakan bulu kuduknya meremang. Apa yang mereka hadapi bukan sekadar fenomena supranatural biasa. Sekar Sari tidak hanya meminta bantuan. Dia menginginkan sesuatu."Dia ingin membalas dendam," bisik Lana pada dirinya sendiri.Tapi ada sesuatu yang janggal. Jika Sekar Sari adalah korban, mengapa dia justru membunuh orang-orang yang tidak bersalah? Apakah cermin itu mempermainkan jiwanya? Ataukah ada sesuatu yang lebih gelap yang masih tersembunyi?Di sisi lain, Raka dan Farah juga mulai menyusun teori mereka."Kalau cermin itu adalah alatnya, maka satu-satunya cara menghentikan kutukan ini adalah menghancurkannya," kata Raka saat mereka akhirnya bertemu kembali."Tapi kalau kita salah langkah, kita bisa membebaskan sesuatu yang lebih berb
Raka akhirnya bersuara, "Apa yang terjadi jika kita gagal?"Pak Wirya menatap mereka dalam-dalam sebelum menjawab, suaranya pelan namun penuh ketegangan."Maka dia akan menggantikan salah satu dari kalian."Keheningan mencekam menyelimuti ruangan setelah pernyataan terakhir Pak Wirya. Lana menatap cincin di tangannya dengan perasaan tak menentu. Ia sudah banyak menghadapi kasus misterius dalam kariernya, tetapi ini… ini di luar nalar manusia."Kalau begitu, kapan kita harus melakukan ritual itu?" Lana bertanya, mencoba tetap tenang.Pak Wirya menghela napas. "Sebelum bulan purnama berikutnya. Itu adalah waktu di mana batas antara dunia manusia dan dunia roh melemah. Jika kalian menunggu terlalu lama, cermin itu akan terbuka dengan sendirinya."Farah menggigit bibirnya. "Berarti kita harus bergerak cepat. Dimana kita harus melakukan ritual itu?"Pak Wirya menatap mereka dengan sorot mata penuh peringatan. "Di depan cermin itu. H
Malam terasa berjalan lebih lambat dari biasanya.Lana mencoba tidur lagi, tetapi setiap kali ia menutup mata, bayangan cermin itu muncul di pikirannya. Suara bisikan Ratu Sekar Sari terngiang di telinganya."Kembalikan…"Ia menggigil. Sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa cincin yang ia bawa adalah kunci dari semuanya—tapi juga ancaman terbesar yang membuat nyawanya kini berada dalam bahaya.Di tempat lain, Farah menatap bekas cengkeraman di pergelangan tangannya. Ia mengusapnya dengan keras, berharap tanda itu hilang, tetapi tidak ada perubahan."Apa ini akan tetap ada? Apa aku sudah ditandai?" pikirnya.Sementara itu, Raka duduk di meja kerjanya, menyalakan dupa untuk menenangkan pikirannya. Namun, asap dupa yang berputar di udara justru membentuk sesuatu…Wajah seorang wanita.Wajah Ratu Sekar Sari.Raka tersentak mundur, jantungnya hampir melomp