Dua orang pasien dilarikan ke rumah sakit kota. Namun, satu diantaranya telah meninggal dunia. Menurut pemeriksaan rumah sakit, pasien sudah meninggal sejak semalam dan baru ditemukan siang hari oleh warga sekitar. Masih belum diketahui apa penyebab meninggalnya korban, karena tidak adanya bekas tindak kejahatan ataupun kekerasan fisik.
"Kak Raka, kenapa jadi begini?" isak Riko. Belum hilang rasa sedih, belum kering airmata, kini harus mengetahui kenyataan pahitnya kehidupan.
"Gimana nasib kita, Kak? Apa yang harus Reno lakuin?" Reno memeluk tubuh sang kakak yang sudah terbujur kaku. Semalaman tubuh Raka kedinginan di luar sana. Siapa yang tega melakukan hal itu padanya?
Pergi dengan niat baik, dengan harapan besar pulang membawa kabar baik. Memang benar, diterimanya Raka di Yasashi merupakan keberuntungan yang sangat besar. Namun, Raka harus pulang tanpa nyawa sebelum memberitahukan kabar baik itu kepada keluarganya.
Kini tinggal Riko dan Reno, kehilangan dua orang yang mereka sayangi dalam waktu yang sama merupakan pukulan yang sangat besar bagi keduanya. Tiada lagi harapan, tiada lagi tujuan. Harus ke mana mereka melanjutkan hidup?
.
"Kak Rama harus bertahan, Kak. Zoe yakin, Kak Rama pasti bisa melewati ini semua," lirih Zoe.
Raka dan Rama sempat berpapasan, tujuan keduanya berbeda arah. Raka langsung dibawa ke kamar jenazah, sedangkan Rama harus masuk ruang ICU karena luka yang cukup parah.
"Maaf, Bu. Silahkan menunggu di luar," ucap suster, melarang siapa pun masuk ke dalam ruang ICU.
Zoe dan Kakek Seno harus menunggu di luar ruangan sampai dokter selesai memeriksa kondisi Rama. Dia mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan ke Yasashi. Hari ini adalah hari di mana Rama akan disahkan menjadi Direktur Utama Yasashi selanjutnya. Para dewan harus menyetujui kebijakan perusahaan, juga menghormati keputusan pemilik Yasashi, yakni Haris Adiyasa.
Masih teringat jelas dalam ingatan Zoe, Rama menolak ditemani olehnya saat akan pergi ke perusahaan. Jika saat itu Zoe tetap bersikeras untuk ikut, mungkin saat ini mereka berbaring di ranjang rumah sakit bersama.
Rama hanya pergi ditemani supir, karena saat itu Kakek Seno telah menunggunya di perusahaan. Mungkin akan berbeda, jika pagi itu Rama bersedia ikut dalam mobil yang sama dengan kakeknya.
Ceklek.
Pintu ruangan ICU akhirnya terbuka.
"Keluarga pasien?" tanya dokter.
"Iya, Dok.. Bagaimana keadaan cucu saya?" tanya Kakek Seno.
"Pasien berhasil melewati masa kritisnya, tapi ... "
"Tapi apa, Dok? Apa yang terjadi dengan cucu saya?" tanya Kakek Seno, semakin khawatir.
"Meskipun pasien berhasil melewati masa kritis, saya tidak bisa menjamin dia bisa bertahan lama," terang dokter.
"Kenapa, Dok? Apa lukanya sangat parah?"
"Pasien mengalami luka serius pada beberapa organ utama. Benturan keras pada kepala, membuatnya mengalami pendarahan yang hebat. Jika pasien bisa sadar dari koma, besar kemungkinannya untuk hidup," jelas dokter.
Zoe mendengarkan dengan serius setiap penjelasan yang dokter katakan.
"Apa sekarang kami bisa menemuinya, Dok?" tanya Zoe.
"Bisa, tapi hanya dua orang saja. Kalian juga harus memakai pakaian steril," jelas dokter.
"Baik. Terima kasih, Dok," ucap Zoe.
"Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit dokter.
Zoe dan Kakek Seno mengunjungi Rama. Kondisinya sangat memprihatinkan, bantuan oksigen terpasang di hidung, luka terlihat di beberapa tempat, kepalanya juga dibalut perban karena luka serius.
Kakek Seno mengusap rambut yang menghalangi wajah Rama. Memperhatikan cucu kesayangannya terbaring lemah tak berdaya. Malang nian nasib Rama. Hidup dalam hinaan, identitas dipertanyakan, dan sekarang harus menghadapi situasi antara hidup dan mati.
"Rama, bangunlah. Masih banyak hal yang harus kamu lakukan, kakek tidak bisa menghadapi semuanya sendiri. Kakek tau, mungkin kamu marah karena kakek tidak pernah membelamu saat banyak orang menghina dan mengejekmu. Kakek mohon, jangan tidur terlalu lama," pinta Kakek Seno.
Tak-tak-tak-tak.
Suara langkah sepatu terdengar begitu keras dan cepat. Semakin dekat dengan kamar Rama, pintu pun terbuka dan menampakkan si pemilik sepatu.
Tamu selanjutnya adalah paman pertama dan paman kedua beserta istri dan anaknya.
"Astaga, Rama. Kasihan sekali kamu," seru istri paman kedua.
"Zoe, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Rama bisa mengalami kecelakaan?" tanya sang mama, istri paman pertama.
"Zoe juga ngga tau, Ma. Mobil Kak Rama ngga bisa berhenti saat di lampu merah. Saat melaju di atas kecepatan sedang, tiba-tiba saja ada truk dari arah berlawanan menabrak mobil yang Kak Rama naiki," jelas Zoe, seakan tau kronologisnya.
"Zoe, kamu kok bisa tau jelas kronologisnya ya?" sindir Laras, mendekat kearahnya.
"Kamu ngga mungkin kan?" timpal Willy.
"Apa maksud kalian? Aku tau karena pihak polisi yang memberitahu saat aku dan kakek tiba di sini." Jujur Zoe.
"Mmh, gitu? Kirain ada yang sengaja ngerusak rem mobil Rama," ucap Laras terdengar menuduh Zoe.
"Apa maksud Kak Laras? Zoe ngga mungkin ngelakuin hal kayak gitu, Zoe sayang sama Kak Rama," jelasnya, menolak keras tuduhan Laras.
"Loh, aku ngga bilang kamu yang lakuin kok. Aku kan tadi cuma bilang, kirain ada orang yang sengaja." Laras semakin pintar mengolah kata. Tidak tau siapa yang dia tuduh, bahkan bisa jadi dia dan keluarganya.
"Sudah, jangan berdebat lagi. Lebih baik kalian doakan Rama." Lerai paman pertama.
"Maaf, Pa. Zoe bakal doaian Kak Rama biar cepat sembuh," ucapnya.
Siang itu, semua keluarga Rama berkumpul di ruangan. Tidak tau siapa kawan dan lawan. Entah semua domba atau serigala yang memakai bulu domba untuk bersembunyi.
.
Hari berikutnya, kondisi Rama tidak ada perkembangan. Dokter bahkan sudah meminta pihak keluarga untuk melapangkan dada jika terjadi sesuatu pada Rama.
Zoe masih setia menunggu di samping kakaknya. Selalu berdoa, semoga ada keajaiban untuknya.
"Hhhhh." Rama menunjukkan gejala akan sadar, Zoe segera memanggil dokter untuk memeriksa kondisinya.
Entah bagaimana kondisi Rama, dokter masih belum juga keluar dari sana. Zoe juga sudah memanggil Kakek Seno untuk datang ke rumah sakit.
"Zoe, gimana kondisi kakak kamu?" tanya Kakek Seno. Beliau baru saja sampai di rumah sakit.
"Zoe juga belum tau, Kek. Dokter belum keluar dari tadi," terangnya.
"Ya Tuhan, lindungilah cucuku. Selamatkanlah dia," lirih Kakek Seno, memanjatkan doa untuk cucu kesayangannya.
"Dokter, bagaimana keadaan kakak saya?" tanya Zoe, begitu dokter keluar.
"Saya tidak bisa berbuat banyak. Kondisi pasien semakin menurun. Sebaiknya, pihak keluarga menyiapkan hati," jawab dokter.
"Dokter, denyut jantung pasien semakin menurun," seru suster dari dalam.
Zoe dan Kakek Seno semakin khawatir. Hanya doa yang bisa mereka lakukan saat ini.
"Segera siapkan defibrilator, denyut jantung pasien semakin melemah," titah dokter.
"Baik, Dok." Dua perawat dan satu asisten dokter, membantu dokter jaga menangani Rama.
"Dok, tidak ada respon,"
"Tambahkan lagi skalanya." Dokter berusaha keras mengembalikan denyut jantung Rama ke dalam kondisi normal. Meski kecil kemungkinannya, dokter tetap berusaha.
next...
Riko dan Reno memakamkan ayah dan kakaknya di TPU (Tempat Pemakaman Umum) tak jauh dari rumah. Sekarang hanya tinggal mereka berdua, mau tidak mau mereka harus mencari pekerjaan untuk biaya hidup sehari-hari. Riko dan Reno terpaksa putus kuliah. Menyesal, mengapa tidak sejak lama mereka bekerja sambilan, meski dengan cara sembunyi-sembunyi. Setidaknya, Riko dan Reno tidak akan kesulitan seperti sekarang."Bapak, Kak Rama, istirahat yang tenang di sana. Jangan khawatirkan aku sama Reno, kami sudah besar, bisa jaga diri." Riko menaburkan bunga-bunga indah di atas makam ayah dan kakaknya.Meski sakit, mereka harus kuat dan bersabar. Riko yakin, di atas sana ayah dan kakaknya selalu melindungi dan mendoakan yang terbaik untuk mereka."Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Reno pada kakaknya, Riko. Selisih usia mereka hanya satu tahun dan Reno adalah yang paling kecil di antara mereka bertiga."Mungkin aku akan mencari kerja, kuliah tidak bisa dilanjutk
Rama pulih lebih cepat dari dugaan dokter. Maka, dia pun keluar dari rumah sakit lebih cepat. Hanya satu hari setelah dia sadar dari koma dan bangun dari maut. Setelah itu, semuanya seakan menjadi keanehan tersendiri. Bukan hanya orang yang melihat, Rama sendiri pun merasa sangat aneh dengan dirinya. Baik dari segi wajah, penampilan, sikap, semuanya aneh. Seperti bukan dirinya, meski dia sedang kehilangan ingatan. Rama yang awalnya hampir tidak pernah bercermin, entah kenapa sekarang menjadi sering sekali. Bukan karena wajahnya jelek. Wajah tampan Rama bahkan mengalahkan artis papan atas di negaranya. Rasa tidak percaya diri dan ketakutan yang menjadi penyebabnya. Siang itu, saat Rama pulang dijemput Zoe dan Kakek Seno, semua orang menatapnya. Bukan tatapan hinaan dan ejekan yang selama ini dia terima, melainkan tatapan kekaguman seorang fans kepada idolanya. "Wah, coba lihat pria itu!" "Aku baru melihat ada pasien sepertinya. Gagah, berwibawa
Sore hari, di kediaman Kakek Seno.Rama keluar kamar setelah selesai mandi. Suasana rumah tampak sepi, tak satu pun penghuni yang menunjukkan sosoknya. Rama berjalan menuruni tangga, menyusuri area rumah keluarga besar itu.Berkeliling di lantai satu, tidak terasa Rama telah sampai di depan kamar yang memiliki nama. Ruang kerja Haris, begitulah yang tertulis. Karena kamar tersebut adalah ruang kerja ayahnya, Rama memberanikan diri memegang gagang pintu hendak membukanya. Namun, pintunya terkunci. Apa mungkin disimpan kakek?Deru suara mobil terdengar sampai ke dalam. Siapakah gerangan penghuni rumah yang pulang? Clif berjalan mendekat ke arah jendela, untuk melihat si pemiliki mobil tersebut."Paman Joseph," lirihnya.Sepertinya Paman Joseph baru saja pulang dari restoran. Dia memiliki 3 restoran yang tersebar di beberapa tempat. Ketiga anak Kakek Seno memiliki pekerjaan yang cukup memuaskan. Namun, perusahaan yang dirintis oleh orang tua Rama meru
Hari pertama Rama menginjakkan kaki di Yasashi, membuat gempar seisi perusahaan.Ketegasannya dalam mengambil keputusan, membuat para karyawan Yasashi berpikir dua kali mengenai rumor yang beredar tentangnya.Para karyawan senang akan kedatangan Rama di perusahaan, tapi tidak dengan para petinggi. Mereka mulai merasa cemas, rumor yang mereka dengar ternyata salah besar.Rama sama sekali tidak terlihat seperti orang yang memiliki IQ di bawah rata-rata. Sungguh di luar dugaan.Mereka takut, jika kinerga selama bekerja di Yasahi, akan diragukan oleh Direktur mereka yang baru.Namun, bukan hanya orang-orang perusahaan yang dibuat heran. Jauh sebelum mereka, keluarga Rama juga dikejutkan oleh sikapnya yang berbanding 180 derajat dari Rama yang dulu.Meski telah divonis hilang ingatan, Rama sama sekali tidak seperti orang yang kehilangan ingatannya.Sikap tegas, berani juga kepercayaan dirinya jelas bukan Rama Adiyasa yang dikenal selama 26
Kosongnya kursi wakil direktur, membuat Arka terus mendesak Rama. Meski dia memiliki kriteria akan kursi tersebut, Rama tidak akan memilihnya.Masih banyak di luar sana yang mempunyai kriteria layak sebagai wakil direktur Yasashi.Namun, untuk saat ini, Rama belum memprioritaskan hal tersebut.Tok-tok-tok."Masuk""Mona, ada apa?" tanya Rama."Maaf, Pak Direktur. Di bawah ada tamu yang mencari bapak," ucap Mona."Siapa? Sudah ada janji?" tanya Rama lagi."Belum, Pak, tapi dia ngotot katanya temen bapak. Bahkan mau menerobos masuk kalau Pak Direktur tidak segera turun," terang Mona.Rama berfikir sejenak. Bisa saja orang itu adalah teman, yang mungkin bisa membantunya untuk mengembalikan ingatan."Oke, saya turun sekarang." Rama membereskan beberapa berkas yang baru saja diselesaikannya dengan rapih."Tapi, Pak. Bukannya bapak tidak pernah mengizinkan orang yang tidak dikenal masuk ke perusahaan?" tanya Mona
"Siapa, Kak? Kanaya?" Untuk seketika, atmosfer di kediaman Kakek Seno berubah drastis. Panas. Seperti bumi berada dekat dengan sumber panas. "Zoe. Belum tidur?" tanya Rama basa-basi, melihat adik sepupunya ternyata ada di sana. "Belum. Kakak abis dari mana?" tanya Zoe. "Habis bertemu teman - Kak Roy namanya. Kamu tau dia tidak?" Rama masih berusaha mencari informasi tentang Roy dari berbagai sumber. "Oh, Kak Roy? Tau dong, Kak. Dia kan satu-satunya temen Kak Rama, dulu sering kok main ke sini," jelas Zoe. "Seberapa dekat aku sama dia?" Selidik Rama. "Kalau dibilang deket banget sih enggak, tapi Kak Roy orangnya baik. Dia selalu bantuin kakak kalo Kak Arka sama Kak Willy ngerjain Kak Rama," terang Zoe. "Begitu ya? Baik, terima kasih Zoe. Aku pergi ke kamar dulu," pamit Rama. Baru menginjak beberapa anak tangga, Rama berhenti. "Zoe, tunggu." Cegahnya, lalu berbalik melihat ke arah sang adik sepupu. "Iya, K
Peramal itu mengatakan jika keturunan Haris akan mengalami insiden, hingga meninggal dunia. Sedangkan untuk mencegah hal itu, Haris harus mengorbankan dirinya juga sang istri untuk keselamatan keturunan yang dimaksud.Keturunan yang dimaksud adalah Rama. Karena hanya dia satu-satunya putra Haris Adiyasa."Jadi, kecelakaan itu karena-""Ya, dugaanmu benar. Haris memang sengaja melakukannya," balas sang kakek."Siapa peramal itu, Kek?" telisik Rama."Kakek tidak tau. Haris pergi begitu saja tanpa memberitahu kakek lebih dulu," balas Kakek Seno."Lalu, peramalnya? Di mana orang itu?""Kakek juga tidak tau, cuma Haris seorang yang tau keberadaan peramal tersebut. Terakhir mereka bertemu, bukan di rumah ini, tapi di Yasashi," jelasnya.Rama berfikir sejenak. Dia merasa ada bagian yang janggal di sini. Haris mendapat sebuah ramalan, hanya dia dan Kakek Seno yang tau mengenai ramalan tersebut. Sedangkan keberadaan peramal itu sendiri,
"Tidak apa-apa, Kek. Rama juga tidak mau punya adik sepupu seperti dia." Sahutnya."Terserah kalian, kakek mau istirahat."Kakek Seno pergi dari ruangan tersebut. Beliau sudah lelah mengurusi masalah kelima cucunya yang selalu saja meributkan hal sepele."Lihat? Kakek aja udah males ngurusin kamu," ujar Arka."Iya, anak kayak kamu itu bisanya cuma nyusahin orang lain," timpal Willy."Kak Arka, Kak Willy. Bisa ngga sih kalian ngga ganggu Kak Rama sehari aja?" mohon Zoe."Biarkan saja, Zoe. Aku sudah terbiasa mendengar ocehan mereka." Sahut Rama."Apa kamu bilang? Ocehan? Itu fakta, bukan sekedar ocehan saja," cecar Arka.Ketiga saudara itu saling melempar argumen. Sampai di mana Joseph datang untuk melerai ketiganya. "Apa lagi yang kalian ributkan?" tegurnya.Bersama Chika - sang istri, disusul Mahes dan Ola. Mereka datang ke ruang kerja Haris setelah Kakek Seno kembali ke kamar. Entah sebuah kebetulan atau mereka memang