Home / Rumah Tangga / Bayi 5 Miliar sang Presdir / 2. Jangan Berharap Lebih

Share

2. Jangan Berharap Lebih

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2024-09-18 13:55:50

Setiap kata yang keluar dari Vivian, menusuk hati Kirana.

Walau dia sudah mengira jika istri pertama Thomas itu tidak menerima dirinya sebagai istri kedua, rasanya Kirana tetap saja sakit hati.

Dia bahkan ingin berteriak, mengapa hanya dia yang disalahkan?

Apa karena dia menerima 5 miliar? Tapi apakah itu salah setelah dia menggadaikan hidup dan harga diri?

Itu bahkan tak sepadan!

Jika bukan demi keluarganya....

“Paham?” sentak Vivian menyadarkan Kirana dari lamunan.

Gadis itu sontak mengangguk. “Paham, Nyonya.”

Tak ada lagi yang bisa dia lakukan, bukan? 

“Astaga, sekarang saja aku sudah mual melihatmu,” ucap Vivian lagi, "Ingat! Mama mertuaku mungkin menginginkanmu, tapi jangan pernah bermimpi lebih. Asal kamu tahu, keturunan tidaklah penting untukku kalau bukan karena reputasi keluarga ini.” 

Lagi, Kirana hanya bisa tertunduk. 

Dia tidak menyangka hari-hari pertamanya di kediaman Adijaya dimulai dengan ancaman langsung dari istri pertama Thomas.

“Saya tahu posisi saya, Nyonya Vivian,” Kirana akhirnya buka suara. “Saya tidak akan merebut apapun dari Nyonya. Saya hanya melakukan kesepakatan kontrak itu. Lagi pula saya terpaksa melakukan semua ini. Saya…saya enggak punya pilihan.”

Tawa dingin Vivian berderai. 

Tanpa basa-basi, dia menyunggingkan senyuman penuh ejekan. “Tidak punya pilihan lain? Semua orang selalu punya pilihan dan kamu memilih uang. Kamu tak ubahnya pelacur. Dasar perempuan murahan, matrealistis, tolol dan tidak punya harga diri.”

Bibir Kirana bergetar hebat. 

Matanya mulai menggenang, namun dia berusaha sekuat tenaga menahannya agar tidak jatuh.

Dia ingin membalas perkataan Vivian tapi dia tahu hal itu hanya akan menambah bahan bakar bagi amarah Vivian.

Setelah puas menghardik Kirana, Vivian meninggalkan perempuan itu dalam keheningan yang dalam. 

Pipi Kirana seketika basah. Dia sudah tidak mampu lagi menahan air mata yang menggantung di sudut matanya.

Meski demikian, Kirana harus kuat. Semua demi lima miliar. 

Orang miskin seperti dirinya tidak boleh sakit hati dan menyerah begitu saja.

Dia hanya butuh bertahan, melahirkan anak lalu pergi dari rumah menyesakkan ini.

***

“Jadi, bagaimana keadaanmu di sana, Nak?” tanya sang Bude begitu sambungan telepon terhubung.

Jelas sekali, dia cemas. Memang saudari ibunya itu sempat menentang ide gila Kirana. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menolong, sehingga menyerah.

Kirana tersenyum miris mengingat itu semua.

“Bude, tenang saja. Aku baik-baik saja kok,” balasnya, berusaha bersikap tenang. “Gimana keadaan Ibu?”

“Kemarin dia sudah menjalani kemoterapi pertamanya. Sepertinya dia kelelahan dan masih tertidur,” jawab Mirah sambil mendesah pelan.

“Pokoknya, Bude sama Ibu tenang aja. Setelah aku mendapatkan sebagian uangnya, Ibu bisa pindah ke RS yang lebih baik.”

Mirah mendesah pelan. “Kirana…sebenarnya kamu enggak perlu mengorbankan diri seperti ini, Nak. Pernikahan itu–”

“Sudahlah, Bude. Semua sudah terjadi. Lagi pula, imbalannya lima miliar. Dengan uang sebanyak itu, kita bisa hidup lebih dari layak. Aku hanya harus bertahan beberapa tahun di rumah ini. Itu saja,” Kirana berusaha menenangkan bude-nya.

“Hah, andai adikmu yang enggak berguna itu enggak terlilit utang judi…”

“Aku juga akan membayar utang Romi. Jadi, ibu enggak perlu menggadaikan rumahnya.”

“Sebenarnya....” Mirah berhenti sejenak. Dia nampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Sebenarnya apa, Bude?"

Terdengar helaan napas berat dari seberang.

Entah mengapa, Kirana menjadi gusar. ‘Ada apa lagi?’

“Kemarin, setelah Bude dan ibumu pulang dari rumah sakit, ada debt collector yang datang. Mereka mau menyita rumah ini kalau Romi enggak bisa melunasi utangnya sebesar 350 juta minggu depan,” ucap sang Bude pada akhirnya.

Deg!

“A-apa?! Minggu depan?” panik Kiara.

Tapi, bagaimana bisa? Bukankah dia sudah membayar sebagian?

“Diam-diam, Rommy malah sudah menggadaikan rumah ibu kalian, Kirana." Mirah menukas lesu.

Rasanya, dunia Kirana runtuh.

Tak bisakah saudaranya itu berhenti membuat masalah?

Jika saja ibunya mau menghapus Romi dari hidup mereka....

Tapi, biar bagaimanapun Kirana tahu ibunya yang baik hati itu tak akan bisa.

“Astaga…” Kedua bahu Kirana lunglai ke bawah. “Ya sudah, aku akan segera melunasi utang Romi.”

Kirana memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari kamarnya dan menemui sang mertua untuk meminta tolong.

Hanya saja, siapa sangka Thomas ada di dekat wanita itu?

Pria itu langsung menatapnya dingin.

“Maaf, tapi saya butuh uang pembayaran tahap pertamanya sekarang, Nyonya…” Kirana berujar pelan sambil menggerakkan tangannya dengan gelisah.

Dia mencoba tenang di bawah tekanan Thomas yang mulai mendengus keras. 

“Dasar perempuan mata duitan,” gumam pria itu pelan.

Namun, Kirana masih bisa mendengar ucapan Thomas tadi.

Di sisi lain, Melinda membenarkan posisi kacamata bacanya yang turun. “Menurut kontrak, pembayaran pertama hanya bisa dilakukan setelah kamu positif hamil.”

“Tapi, Nyonya…saya benar-benar membutuhkan uang.” Kirana berujar lirih.

Dia tidak bisa membiarkan ibunya diusir dari rumah dalam keadaan sakit.

“Memang berapa yang kamu butuhkan?” tanya Melinda.

“350 juta, Nyonya…”

Thomas berdecak. “Wow, untuk apa uang sebanyak itu? Apa kamu tidak tahan untuk segera berfoya-foya?”

Kirana berusaha mengacuhkan ejekan Thomas.

“Untuk apa uang itu, Kirana?” desak Melinda.

Kini Kirana malah terdiam. Dia malu untuk memberi tahu kalau sebenarnya adiknya terlilit utang judi. Sudah miskin, bermain judi pula.

“Itu…itu untuk…”

“Sudah pasti untuk beli tas baru. Atau ponsel keluaran terbaru?” sela Thomas, bergerak mendekat ke arah istri keduanya. “Kirana, kamu harus mematuhi setiap pasal di kontrak pernikahan itu. Jangan meminta apa yang belum jadi hakmu. Penuhi dulu kewajibanmu, mengerti?”

Thomas menepuk pelan pundak Kirana dan melenggang santai keluar dari ruangan.

Sementara itu, Kirana tertunduk. Lagi-lagi, dia berusaha menahan laju air matanya yang sudah menggenang.

‘Sampai kapan aku mengalami penghinaan ini, Tuhan?’ Lirih Kirana dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   98. Halo, Kehidupan Baru (END)

    Kirana memandangi pantulan dirinya di depan cermin.Gaun putih berekor panjang itu nampak berkilau diterpa cahaya matahari yang menerobos melalui jendela.“Cantik sekali…” ucap Melinda, muncul dari balik punggung Kirana.Leher jenjang Kirana terlihat jelas karena rambutnya digelung ke atas. Lantas, Melinda mengaitkan liontin emas di leher Kirana.Setelah mengetahui semuanya, Melinda dan Sutono merasa begitu malu serta bersalah.Perempuan yang dulu mereka rendahkan itu ternyata anak seorang konglomerat. Saat Thomas mengutarakan untuk menikahi Kirana setelah resmi bercerai dengan Vivian, Melinda dan Sutono akhirnya meminta maaf dengan tulus pada Kirana.Dan sekarang rasa bangga menyelimuti hati Melinda. Kirana nampak begitu anggun dan menawan. Kecantikannya terpancar walau gaunnya tidak terlalu mewah seperti pernikahan Vivian.“Ma!” Seketika Al muncul dengan langkah mungilnya, bergerak ke arah Kirana.“Sayang!” Senyum Kirana langsung merekah.Kedua tangan Al menggapai ke atas, pertanda

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   97. Aku Pergi, Selamat Tinggal

    Sinar matahari pagi menyorot masuk melalui jendela kaca kafe yang besar itu.Di meja yang berada di sudut kafe, Kirana dan Vivian duduk berhadapan.Selama beberapa saat kecanggungan menguar di udara. Vivian nampak tertunduk dalam. “Maafkan aku…” Akhirnya Vivian berani mengutarakan niatnya. Suaranya terdengar bergetar dan penuh penyesalan. “Maafkan aku, Kirana. Aku sudah memperlakukanmu begitu buruk.”Senyum tipis terukir di wajah Kirana. Helaian rambut wanita itu bergerak pelan. “Tidak, seharusnya aku yang minta maaf padamu. Aku paham kenapa kamu membenciku. Itu karena aku telah merebut Thomas darimu. Aku tahu, kamu begitu mencintai Thomas. Jadi, maafkan aku.”Vivian mendongak. Kedua bola matanya kini nampak sayu, tidak seperti dulu yang penuh ambisi dan terkadang berkilat penuh amarah juga kesombongan.“Kamu enggak perlu minta maaf padaku. Kalian saling mencintai dan Thomas memang berhak mendapatkan wanita seperti dirimu, Kirana. Aku enggak layak untuk Thomas…” Lantas, kedua tangan

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   96. Kesempatan Kedua

    Samar-samar Vivian menangkap suara alat detak jantung yang berirama.Kedua kelopak matanya terasa begitu berat untuk membuka. Saat akhirnya di berhasil, cahaya putih seakan menusuk pandangannya.Kepalanya lantas berdenyut nyeri.Vivian merasa tubuhnya kaku. Selang melintang di wajahnya. Dia mencoba untuk mengerang, namun suaranya seakan tertahan di tenggorokan.“Errgh…” erang Vivian pada akhirnya.Beribu pertanyaan menyerbu benaknya. Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa dia bisa terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit yang begitu dingin.Seketika seorang perawat datang, mengecek keadaan Vivian. Wanita itu tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan perawat itu pada rekannya.Sampai seorang dokter yang mengenakan jas putih datang mendekat.Dokter itu mencondongkan tubuhnya ke arah Vivian, membuka lebar kedua kelopak matanya sambil menyinarinya dengan senter yang terang.Lalu, dia berujar tepat di telinga Vivian. “Ini keajaiban. Kamu selamat, Vivian. Kamu telah sadar dari tidurmu

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   95. Skandal

    Seharusnya, Kirana tidak merasa gelisah seperti ini. Namun, entah kenapa, tangannya tetap gemetar saat membuka amplop yang berisi hasil tes DNA antara dirinya dengan Robert Winarta.Robert, yang duduk di seberang Kirana, nampak tersenyum lega saat melihat hasilnya.Kirana memang benar anak kandungnya. Dia sudah yakin soal itu.Pengacara Robert lantas menyerahkan beberapa lembar dokumen di hadapan Kirana.“Sekarang, kamu adalah Kirana Winarta,” tukas pengacara itu. “Walau masih butuh proses untuk mengganti namamu di setiap dokumen.”Kirana menatap lembaran kertas ini. Keningnya agak mengernyit.“Tanda tanganilah, Nak. Itu hakmu. Aku akan mewariskan setengah hartaku untuk dirimu,” ucap Robert.“Tapi…”“Aku akan sangat marah kalau kamu menolak untuk menandatanganinya,” ancam Robert dengan nada bercanda.Dengan sedikit keraguan, Kirana akhirnya membubuhkan tanda tangannya.“Kamu sah menjadi pemegang saham terbesar di Winarta Holdings. Selamat, Kirana.” Pengacara Robert menjabat tangan Kir

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   94. Kenyataan Pahit

    Sambil mendekap dokumen adopsinya, Vivian melangkah masuk ke dalam panti asuhan itu, tempat di mana ibu kandungnya yang tidak bertanggung jawab menyerahkan dirinya sewaktu bayi.Berkat donasi Robert setiap tahunnya, fasilitas di panti asuhan itu cukup mumpuni.Mata Vivian berkeliling, memandangi para penghuni panti.Sampai akhirnya, Vivian berhadapan dengan pengurus panti yang mungkin berusia lima puluh tahunan awal.Wajah wanita itu sangat ramah saat menyambut kedatangan Vivian.“Aku ingin mengetahui soal ibuku,” ucap Vivian tanpa basa-basi sambil menyerahkan dokumen adopsinya.Wanita itu mengeceknya dengan seksama. “Ah, kamu…” Wanita itu mendongak sambil tersenyum lebar. Sorot matanya begitu bahagia. “Aku ingat betul, ibu kandungmu datang berpuluh-puluh tahun lalu dan menyerahkanmu ke sini. Sekarang, kamu sudah tumbuh jadi wanita yang cantik…”“Di mana dia?” Tanya Vivian dingin.Pengurus panti itu lalu beranjak ke sebuah lemari besar, mencari-cari sesuatu.Setelah beberapa saat, dia

  • Bayi 5 Miliar sang Presdir   93. Asal Usul yang Sebenarnya

    Napas Robert tertahan, begitu pula dengan Thomas.Mereka mengira Vivian sudah terlelap. Namun siapa sangka, perempuan itu kini bergerak mendekat ke arah mereka.Wajahnya diselimuti rasa penasaran yang mendalam.“Rahasia apa yang Papa dan Mama sembunyikan selama ini?” Desak Vivian lagi. “Dan hal penting apa yang ingin Papa sampaikan padaku?”Robert menelan ludahnya dalam-dalam. Dia menarik napas sejenak. Sepertinya dia memang harus memberi tahu apa yang terjadi secepatnya. “Duduklah,” pinta Robert pada akhirnya. “Aku akan menceritakan semuanya padamu.”Jantung Vivian jadi berdetak cepat. Dia merasa apa yang akan dikatakan Robert adalah sesuatu yang buruk. Apalagi dia sempat mendengar Robert memanggil Sandra dengan sebutan wanita sialan.Seumur hidupnya, Vivian selalu menyaksikan keharmonisan kedua orangtuanya. Apa mereka selama ini hanya berpura-pura? Pikiran Vivian pun terus berkecamuk.Sadar diri, Thomas beranjak, membiarkan Vivian dan Robert berdua saja.Tetapi, secara mengejutkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status