Demi melunasi utang keluarganya dan biaya operasi sang ibu, Kirana terpaksa menjadi istri kedua dalam pernikahan kontrak dengan Thomas Adijaya, seorang CEO perusahaan entertainment ternama. Kirana akan diberikan lima miliar, tetapi ia juga harus memberikan keturunan bagi keluarga tersebut secepatnya. Hanya saja, Kirana tak menyangka bahwa pekerjaan ini begitu susah. Siapa sangka cinta tumbuh tanpa disadari? image by freepik
View More“Kita harus melakukannya malam ini.”
Seketika Kirana tercekat mendengar ucapan pria di hadapannya itu.
Maksudnya, hubungan suami-istri? Dadanya terasa mau meledak.
"I--itu..."
"Kamu lupa tujuan pernikahan ini?” Thomas mendengus heran sambil menaikkan satu alis tebalnya.
“Tidak, Tuan. Itu bagian dari kontrak. Jadi, saya harus siap melaksanakannya,” balas Kirana cepat.Ya, semua demi 5 miliar.
Kirana bersedia menerima penawaran gila ini dari ibu Thomas karena terdesak utang yang dibuat oleh adik laki-lakinya.
Juga, demi pengobatan kanker tulang untuk sang ibu.
Kalau tidak, Kirana jelas tak mau jadi yang kedua dari pria ini.
“Baguslah,” balas Thomas acuh, membuka kancing baju tidurnya satu per satu.
Kedua bola mata Kirana membulat.
Secepat inikah? Lantas, apa yang harus dia lakukan? Membuka bajunya sendiri atau bagaimana?!
Astaga, dia merasa bodoh soal ini, hingga malah mematung begitu saja melihat Thomas mulai menanggalkan pakaiannya.
Pria itu berdecak heran. “Kenapa kamu masih bengong di situ? Kamu malu?”
Kirana memalingkan pandangannya ke lantai kamar.
“Tidak, Tuan,” Kirana buru-buru mencegat laju Thomas. “Sa-saya siap. Lebih cepat, lebih baik bukan? Ta-tapi…”
“Tapi apa?”
Jemari Kirana saling terkait. “Sebenarnya…ini kali pertama buat saya. Saya merasa sedikit takut.”
“Lalu, apa peduliku?” Thomas memicingkan kedua matanya. “Kamu ingin malam pertama ini jadi malam yang berkesan untukmu? Kirana, kamu hanyalah istri kontrakku. Pernikahan ini terjadi karena dilandasi uang. Jadi, aku enggak punya kewajiban untuk membuatmu melayang.”
“Ibuku sudah membayar mahal dirimu. Jadi, jangan berharap apa-apa dariku.” Tambah Thomas lagi.
Deg!
Kirana bukanlah tipe melankolis. Tapi, ucapan Thomas sungguh menyakiti dirinya.
Seakan Kirana adalah perempuan murahan dan matrealistis hanya karena bersedia melakukan pernikahan kontrak.
“Maafkan aku, Tuan…” Kirana hanya bisa tertunduk, mencoba kuat.
Bergegas, Kirana menarik ujung kaosnya hingga melewati kepala, mengekspos tubuh bagian atasnya pada pria yang baru saja menikahinya pagi tadi.
Tubuh Kirana mendadak menggigil, entah mungkin karena embusan AC di kamar ini, atau memang karena kegugupan luar biasa yang menyergap dirinya.
Di sisi lain, jakun Thomas nampak bergerak pelan sembari memalingkan pandangannya dari tubuh Kirana.
Pria itu tampaknya tidak pernah menyangka dirinya akan menikahi gadis antah-berantah ini demi melindungi reputasi istrinya yang mandul, serta mendapatkan anak untuk mewarisi perusahaan keluarganya.
Ide konyol ibunya, Melinda Adijaya, agar dirinya menikah lagi, tentu dia tolak mentah-mentah.
Namun siapa sangka, Vivian, istrinya malah menyetujui ide Melinda?
Thomas menghela napas kasar. Tanpa basa-basi, dia bergerak cepat begitu seluruh pakaian Kirana sudah terlepas dari tubuhnya.
Gadis itu sampai memekik pelan saat Thomas menindih tubuhnya.
Napas Kirana menderu. Jantungnya berdentum-dentum begitu cepat.
Tidak pernah terlintas di benaknya, dia akan menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru dikenalnya ini, pria asing yang begitu dingin.
“Tu-Tuan…”
Gadis itu menggigit bibirnya keras-keras saat Thomas mencoba melesakkan miliknya di bawah sana.
Pasrah. Hanya itu yang bisa ia lakukan.
Ditahannya rasa sakit dan perih di bawah sana. Bahkan ketika kedua kelopak mata Kirana membuka pelan keesokan harinya, rasa nyeri menjalar dari pangkal pahanya masih terasa.
Perlahan, dia coba bergerak, menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
Di luar sana, cahaya matahari coba menerobos masuk tirai kamarnya.
Kirana pun menghela napas pelan saat menoleh ke samping.
Tentu saja, Thomas tidak ada di sebelahnya. Setelah selesai melakukan hubungan suami-istri, pria itu langsung pergi begitu saja.
Meninggalkan Kirana bagai sampah yang sudah tidak terpakai.
Semalam, Thomas juga melakukannya dengan cepat.
Tanpa basa-basi, tanpa ada ciuman serta kata-kata manis yang bisa menggairahkan dirinya.
Tapi, Kirana bisa berharap apa? Seharusnya dia sadar dia hanyalah alat di keluarga ini.
Thomas jelas tidak menyukainya. Pria itu terpaksa menikahi dirinya demi mendapatkan keturunan.
Dan Kirana? Sebagai imbalan, dia akan mendapatkan uang yang sekeras apapun dia cari sebagai pegawai, tidak akan pernah bisa didapatkannya.
Meski demikian, apakah Kirana tak layak dihargai?
Mengingat hal itu, tidak terasa air mata mengalir begitu saja di pipinya.
Mampukah dia menjalani kehidupannya sebagai istri kedua dari Thomas Adijaya, CEO serta pewaris tunggal dari Starlight Production?
Tidak ada yang dapat memberinya jawaban. Cepat-cepat dia menghapus air matanya dan membersihkan diri.
Untungnya, rumah mewah Kediaman Adijaya memiliki halaman yang begitu indah.
Jadi, Kirana bisa menghirup dalam-dalam udara pagi yang segar di bangku taman halaman belakang kediaman Adijaya yang luas dan asri.
Seketika, keadaan hatinya yang muram berangsur membaik.
Walaupun begitu, Kirana tetap merindukan kehangatan di rumahnya.
Dia rindu ibunya serta budenya, padahal dia baru menginap semalam di rumah mewah ini.
Srak!
Kirana tersadar dari lamunan. Bunyi langkah kaki membuatnya terkejut kala menemukan Vivian--istri pertama Thomas--mendengus keras sambil melayangkan tatapan merendahkan ke arahnya.
“Selamat pagi, Nyonya Vivian…” Kirana berusaha bersikap sopan sambil menganggukkan kepalanya pelan.
Akan tetapi, Vivian malah semakin meruncingkan tatapannya. “Jangan pikir setelah menikahi Thomas, kamu akan mendapatkan hatinya. Kamu hanyalah alat untuk melahirkan keturunan bagi kami.” Tanpa tedeng aling-aling, Vivian langsung menukas sinis.
“Aku yakin Thomas pasti juga jijik dengan perempuan rendahan yang rela mengorbankan tubuhnya demi uang sepertimu. Buktinya, dia langsung buru-buru mandi di kamarku setelah menyentuhmu semalam.”
Deg!
Kirana memandangi pantulan dirinya di depan cermin.Gaun putih berekor panjang itu nampak berkilau diterpa cahaya matahari yang menerobos melalui jendela.“Cantik sekali…” ucap Melinda, muncul dari balik punggung Kirana.Leher jenjang Kirana terlihat jelas karena rambutnya digelung ke atas. Lantas, Melinda mengaitkan liontin emas di leher Kirana.Setelah mengetahui semuanya, Melinda dan Sutono merasa begitu malu serta bersalah.Perempuan yang dulu mereka rendahkan itu ternyata anak seorang konglomerat. Saat Thomas mengutarakan untuk menikahi Kirana setelah resmi bercerai dengan Vivian, Melinda dan Sutono akhirnya meminta maaf dengan tulus pada Kirana.Dan sekarang rasa bangga menyelimuti hati Melinda. Kirana nampak begitu anggun dan menawan. Kecantikannya terpancar walau gaunnya tidak terlalu mewah seperti pernikahan Vivian.“Ma!” Seketika Al muncul dengan langkah mungilnya, bergerak ke arah Kirana.“Sayang!” Senyum Kirana langsung merekah.Kedua tangan Al menggapai ke atas, pertanda
Sinar matahari pagi menyorot masuk melalui jendela kaca kafe yang besar itu.Di meja yang berada di sudut kafe, Kirana dan Vivian duduk berhadapan.Selama beberapa saat kecanggungan menguar di udara. Vivian nampak tertunduk dalam. “Maafkan aku…” Akhirnya Vivian berani mengutarakan niatnya. Suaranya terdengar bergetar dan penuh penyesalan. “Maafkan aku, Kirana. Aku sudah memperlakukanmu begitu buruk.”Senyum tipis terukir di wajah Kirana. Helaian rambut wanita itu bergerak pelan. “Tidak, seharusnya aku yang minta maaf padamu. Aku paham kenapa kamu membenciku. Itu karena aku telah merebut Thomas darimu. Aku tahu, kamu begitu mencintai Thomas. Jadi, maafkan aku.”Vivian mendongak. Kedua bola matanya kini nampak sayu, tidak seperti dulu yang penuh ambisi dan terkadang berkilat penuh amarah juga kesombongan.“Kamu enggak perlu minta maaf padaku. Kalian saling mencintai dan Thomas memang berhak mendapatkan wanita seperti dirimu, Kirana. Aku enggak layak untuk Thomas…” Lantas, kedua tangan
Samar-samar Vivian menangkap suara alat detak jantung yang berirama.Kedua kelopak matanya terasa begitu berat untuk membuka. Saat akhirnya di berhasil, cahaya putih seakan menusuk pandangannya.Kepalanya lantas berdenyut nyeri.Vivian merasa tubuhnya kaku. Selang melintang di wajahnya. Dia mencoba untuk mengerang, namun suaranya seakan tertahan di tenggorokan.“Errgh…” erang Vivian pada akhirnya.Beribu pertanyaan menyerbu benaknya. Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa dia bisa terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit yang begitu dingin.Seketika seorang perawat datang, mengecek keadaan Vivian. Wanita itu tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan perawat itu pada rekannya.Sampai seorang dokter yang mengenakan jas putih datang mendekat.Dokter itu mencondongkan tubuhnya ke arah Vivian, membuka lebar kedua kelopak matanya sambil menyinarinya dengan senter yang terang.Lalu, dia berujar tepat di telinga Vivian. “Ini keajaiban. Kamu selamat, Vivian. Kamu telah sadar dari tidurmu
Seharusnya, Kirana tidak merasa gelisah seperti ini. Namun, entah kenapa, tangannya tetap gemetar saat membuka amplop yang berisi hasil tes DNA antara dirinya dengan Robert Winarta.Robert, yang duduk di seberang Kirana, nampak tersenyum lega saat melihat hasilnya.Kirana memang benar anak kandungnya. Dia sudah yakin soal itu.Pengacara Robert lantas menyerahkan beberapa lembar dokumen di hadapan Kirana.“Sekarang, kamu adalah Kirana Winarta,” tukas pengacara itu. “Walau masih butuh proses untuk mengganti namamu di setiap dokumen.”Kirana menatap lembaran kertas ini. Keningnya agak mengernyit.“Tanda tanganilah, Nak. Itu hakmu. Aku akan mewariskan setengah hartaku untuk dirimu,” ucap Robert.“Tapi…”“Aku akan sangat marah kalau kamu menolak untuk menandatanganinya,” ancam Robert dengan nada bercanda.Dengan sedikit keraguan, Kirana akhirnya membubuhkan tanda tangannya.“Kamu sah menjadi pemegang saham terbesar di Winarta Holdings. Selamat, Kirana.” Pengacara Robert menjabat tangan Kir
Sambil mendekap dokumen adopsinya, Vivian melangkah masuk ke dalam panti asuhan itu, tempat di mana ibu kandungnya yang tidak bertanggung jawab menyerahkan dirinya sewaktu bayi.Berkat donasi Robert setiap tahunnya, fasilitas di panti asuhan itu cukup mumpuni.Mata Vivian berkeliling, memandangi para penghuni panti.Sampai akhirnya, Vivian berhadapan dengan pengurus panti yang mungkin berusia lima puluh tahunan awal.Wajah wanita itu sangat ramah saat menyambut kedatangan Vivian.“Aku ingin mengetahui soal ibuku,” ucap Vivian tanpa basa-basi sambil menyerahkan dokumen adopsinya.Wanita itu mengeceknya dengan seksama. “Ah, kamu…” Wanita itu mendongak sambil tersenyum lebar. Sorot matanya begitu bahagia. “Aku ingat betul, ibu kandungmu datang berpuluh-puluh tahun lalu dan menyerahkanmu ke sini. Sekarang, kamu sudah tumbuh jadi wanita yang cantik…”“Di mana dia?” Tanya Vivian dingin.Pengurus panti itu lalu beranjak ke sebuah lemari besar, mencari-cari sesuatu.Setelah beberapa saat, dia
Napas Robert tertahan, begitu pula dengan Thomas.Mereka mengira Vivian sudah terlelap. Namun siapa sangka, perempuan itu kini bergerak mendekat ke arah mereka.Wajahnya diselimuti rasa penasaran yang mendalam.“Rahasia apa yang Papa dan Mama sembunyikan selama ini?” Desak Vivian lagi. “Dan hal penting apa yang ingin Papa sampaikan padaku?”Robert menelan ludahnya dalam-dalam. Dia menarik napas sejenak. Sepertinya dia memang harus memberi tahu apa yang terjadi secepatnya. “Duduklah,” pinta Robert pada akhirnya. “Aku akan menceritakan semuanya padamu.”Jantung Vivian jadi berdetak cepat. Dia merasa apa yang akan dikatakan Robert adalah sesuatu yang buruk. Apalagi dia sempat mendengar Robert memanggil Sandra dengan sebutan wanita sialan.Seumur hidupnya, Vivian selalu menyaksikan keharmonisan kedua orangtuanya. Apa mereka selama ini hanya berpura-pura? Pikiran Vivian pun terus berkecamuk.Sadar diri, Thomas beranjak, membiarkan Vivian dan Robert berdua saja.Tetapi, secara mengejutkan
Robert Winarta akhirnya kembali ke kediamannya.Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya turun dan masuk ke dalam rumahnya.Dadanya berdebar kencang, sedikit gelisah bercampur dengan amarah. Sebentar lagi, dia akan melihat Sandra, istrinya, yang selama ini menyimpan rahasia yang begitu kelam.Bagaimana mungkin Sandra bisa sejahat ini terhadapnya? Apa jangan-jangan Sandra yang membuatnya mabuk malam itu sehingga mereka akhirnya berhubungan di kamar hotel?Semua itu sebentar lagi akan terjawab.“Al!” Vivian melambaikan tangannya pada Al yang baru keluar dari kamarnya bersama seorang pengasuh. “Kakek sudah pulang. Ayo, beri kakek pelukan.”Pengasuh itu menyerahkan Al pada Vivian.Dan saat memeluk Al, Robert merasa seharusnya anaknya Kirana-lah yang berhak ada di rumah ini.Setelah itu, Al bermain di taman belakang. Sementara Robert duduk di ruang tengah bersama Thomas yang baru saja tiba.“Panggil Mamamu, Vi,” titah Robert. “Aku harus bicara padanya. Dan ada hal penting juga yang i
Derap langkah Vivian menggema di sepanjang selasar rumah sakit.Rambut wanita itu nampak berkibar-kibar karena jalannya yang cukup tergesa. Wajahnya nampak masam dengan tatapan tajam.Sampai akhirnya langkah Vivian terhenti tepat di depan kursi roda Kirana.Kedua mata mereka pun beradu. Vivian melempar tatapan nyalang, sementara Kirana hanya menatap datar perempuan di hadapannya ini.Lalu Vivian menatap Thomas yang berdiri di belakang Kirana, juga Mirah yang ikut mendampingi Kirana. Wanita itu mengembuskan napas kasar.“Kuharap kamu enggak lupa, Thomas, kalau kamu masih jadi suamiku. Tapi dirimu malah sibuk mengurusi wanita culas itu. Kamu bahkan melupakan Al, anakmu sendiri,” sindir Vivian.“Di mana Papaku? Seharusnya dia datang untuk mengambil sampel kan?” Kemudian Vivian mengedarkan pandangannya ke sekitar.“Papamu ada di dalam ruangan itu,” dagu Thomas mengarah ke ruangan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. “Sampelnya sedang diambil. Kirana sudah melakukannya dan setelah i
Mirah menatap Kirana dengan iba karena wajah perempuan itu terlihat sangat sendu.Rasa bersalah juga terus menghantui Mirah karena selama ini dia menutupi kebenarannya.“Maafkan Bude…” ujar Mirah untuk yang kesekian kalinya. Kirana mengalihkan tatapannya dari luar jendela, menatap budenya. Wajah Mirah nampak begitu lesu.Kirana pun mencoba untuk tersenyum. “Semua bukan salah, Bude. Aku… aku hanya butuh waktu untuk menerima semua ini.”Mirah lantas beranjak ke pinggir ranjang Kirana. “Bude enggak tahu kalau Ratna ternyata bersekongkol untuk menutupi kejahatan di malam itu. Bude enggak habis pikir Ratna bisa berbuat seperti itu. Mungkin dia sudah putus asa ingin punya anak…”Kirana menghela napas pelan.“Tapi, walau bagaimanapun juga, aku akan selalu menganggap ibu sebagai ibuku. Ibu yang membesarkanku dengan susah payah. Dan sepanjang hidupku, aku merasakan kasih sayang dari Ibu. Aku enggak menyalahkan Ibu, Bude…”Mirah jadi terharu. Dia mengusap rambut Kirana. “Kamu memang anak yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments