Share

Diani Siuman

Alvin tidak menghiraukan gosip dari beberapa karyawan, terus berjalan, memasuki lift yang ada di lobi kemudian menuju ke ruangannya yang berada di lantai paling atas.

Bella yang duduk di depan ruangan Alvin bersama dengan beberapa anggota tim lain terhentak kaget melihat kedatangan Alvin bersama seorang Bayi dalam dekapannnya.

"Selamat pagi Pak," sapa Bella berusaha menegakkan tubuhnya yang goyah seakan mau pingsan.

"Belilah sesuatu untuk menghibur Bayi ini dan masuklah ke ruanganku!" perintah Alvin.

"Baik Pak," balas Bella.

Bella kemudian menelepon seseorang untuk membelikan sesuatu yang di tugaskan oleh Alvin.

Bella bergegas masuk ke ruangan Alvin untuk menjelaskan pertemuan dengan klien. Dia juga menjelaskan segala sesuatu tentang yang terjadi di perusahaan saat Alvin tidak masuk kantor beberapa hari belakangan.

Alvin duduk di depan Bagas di sofa, dan Bella duduk di samping Bagas saat melaporkan sesuatu kepada Alvin.

"Apa kamu sudah menyuruh orang untuk membeli apa yang aku minta?" tanya Alvin.

Bella menjawab, "Sudah Pak, saya sudah menyuruh seseorang menyiapkannya, segala sesuatu yang kemungkinan di butuhkan Bayi imut ini akan segera disiapkan."

"Bagus, bagus ... apa ada dokumen yang perlu saya tandatangani?" tanya Alvin.

"Semua dokumen yang perlu Bapak tandatangani sudah saya siapkan di meja kerja Bapak."

"Kamu memang bisa diandalkan," balas Alvin sedikit mengapresiasi kinerja Bella.

"Baik Pak ... Saya permisi dulu Pak." ucap Bella bersiap pergi, dan merapihkan pakaiannya.

Alvin memandangi pakaian Bella, "Pakaianmu terlihat bagus, cocok dikenakan olehmu."

Bella mengerutkan kening, merasa ada hal yang salah dengan Alvin. Alvin tidak biasanya bermuka ceria, bersikap cukup ramah dan manusiawi sebagai seorang bos yang terkenal galak dan suka berkomentar.

Alvin bahkan memuji pakaian yang dikenakan oleh Bella yang selama ini selalu menjadi bahan komplain. “Apa Bos Alvin kesurupan?" batin Bella.

"Tetaplah disini, temani Bagas, hibur dia, dan jangan sampai menangis!" lanjut Alvin tidak menghiraukan Bella yang masih bingung dengan perubahan sikap Alvin.

"Baik Pak," Bella hanya bisa menuruti perintah atasannya itu tanpa banyak membantah.

"Aku belum pernah berurusan dengan seorang Bayi. Ibunya hanya ingin enaknya saja. Apa dia kabur meninggalkan anak di luar nikah ini setelah menggondol uang dari Bos Alvin?" gerutu Bella dalam hati.

Selama beberapa hari Alvin membawa Bagas bekerja ke Kantor. Para Karyawan sangat senang dengan keberadaan Bagas karena Alvin menjadi Bos yang sangat berbeda ketika bersama Bagas.

Alvin menjadi murah senyum, perhatian, dan ramah kepada para karyawan, berbeda dari Alvin yang biasanya suka mengomel, mengkritik, marah-marah, bahkan hanya untuk sesuatu yang tidak penting seperti Pakaian, parfum, make-up, atau hal kecil lainnya yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka.

Seminggu berlalu sejak kecelakaan yang menyebabkan Alvin bertemu dan merawat Bagas. Frans menelepon untuk memberitahukan kondisi Diani.

"Halo Frans, bagaimana kondisi Ibunya Bagas? apa sudah siuman? Ini sudah sangat lama, sudah seminggu berlalu sejak dia tidak sadarkan diri, kamu benar-benar dokter yang tidak kompeten,” maki Alvin.

"Aku barusaja akan memberitahukan hal itu. Ibu Bagas sudah siuman," jawab Frans.

"Baiklah, aku akan ke sana," Alvin menutup teleponnya dan bersiap-siap pergi ke Rumah Sakit bersama Bagas.

Di Rumah Sakit Ranggawarsita.

Alvin sudah sampai di Rumah Sakit dan kini berada di ruangan Diani.

"Tuan ... terimakasih sudah merawat Bagas selama ini." Diani mencoba bangun dari tempat tidurnya untuk memeluk Bagas.

"Tidak perlu memanggilku Tuan, panggil saja Alvin. Sudah sepantasnya aku merawat Bagas karena aku yang sudah menabrak kalian berdua." Alvin memberikan Bagas ke pelukan Diani.

"Aku tahu, Dokter Frans sudah menceritakannya padaku. Tetapi, tetap saja Aku harus berterimakasih karena kamu telah merawat buah hatiku. Kecelakaan itu bukan sepenuhnya kesalahanmu, Akulah yang meski disalahkan atas kejadian itu," balas Diani mengingat kejadian sebelum terjadinya kecelakaan.

Diani mengakui kalau kecelakaan itu terjadi karena kelalaiannya. Dia sedang melamun karena banyak pikiran sehingga tidak memperhatikan jalan. Dan saat Mobil Alvin sedang melaju, Dia tanpa sadar melintas di depannya.

Alvin tidak mengetahui kalau Diani akan melintas begitu saja di depannya. Dia tidak bisa menghindari meskipun laju mobilnya normal, dan terjadilah kecelakaan naas yang menimpa Diani dan Bagas.

"Aku juga bersalah atas kecelakaan itu, Aku hanya berusaha bertanggungjawab," balas Alvin.

"Baiklah kalau menurut Kamu begitu. Bisakah kamu memanggil Dokter Frans kemari? Aku rasa aku sudah baik-baik saja, aku ingin keluar dari Rumah Sakit ini," pinta Diani.

"Aku tidak ingin berlama-lama disini, ruangan ini sangat mewah dan besar sebesar rumah kecil mantan suamiku, biaya Rumah Sakit ini pasti sangat mahal," batin Diani.

Alvin kemudian menelepon Frans untuk datang ke ruangan Diani.

"Frans, apa Dia sudah bisa meninggalkan Rumah Sakit?" tanya Alvin sesampainya Frans di ruangan itu.

"Nona, Nona masih belum pulih sepenuhnya. Meskipun luka Nona hanya luka kecil, Nona masih harus berada di sini untuk memulihkan trauma yang sudah Nona alami," cegah Frans.

"Ta ... tapi Dok ...," Diani tergagap.

"Tidak ada tapi tapian ... Kamu masih harus disini untuk memulihkan kondisimu. Masalah biaya Rumah Sakit, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu bahkan jika kamu betah disini sampai berbulan-bulan. Frans tidak akan keberatan selagi kamu mau, benarkan Frans?" ucap Alvin menyela Diani sambil terkekeh.

"Memangnya Rumah Sakitku tempat penginapan?" Frans menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membuat Diani menahan tawa di buatnya.

Diani mulai memahami bahwa Alvin dan Frans merupakan teman dekat.

"Kalau begitu, aku akan kembali terlebih dahulu ... Aku harap kamu bisa melupakan tentang kecelakaan itu, aku sungguh menyesal dan meminta maaf atas kejadian itu," ucap Alvin tulus.

Alvin menundukkan kepalanya, meminta maaf karena sudah menyebabkan Diani mengalami kecelakaan akibat tertabrak olehnya.

Bersamaan dengan hal itu, sopir Alvin memasuki ruangan sambil membawa dua tas besar.

“Ini barang-barang yang telah aku beli untuk keperluan Bagas,” ucap Alvin.

“Tuan, kenapa repot-repot? Aku tidak bisa menerimanya,” tolak Diani.

“Sudahlah, ambil saja! Untuk siapa semua barang ini jika tidak untuk Bagas?”

“Baiklah, terimakasih.”

"Frans akan merawatmu sampai benar-benar pulih. Jika dia tidak menjalankan tugasnya dengan benar, kamu bisa mengadukannya padaku. Aku akan pastikan Rumah Sakit ini akan segera di tutup," ucap Alvin sambil menyodorkan kartu namanya kepada Diani.

Diani tidak memperhatikan kartu nama Alvin, hanya menyimpannya di dompet yang berada di meja di samping tempat tidurnya.

Frans menelan ludah dengan kekonyolan Alvin. "Coba saja sentuh Rumah Sakitku! Aku juga akan pastikan perusahaanmu bangkrut secepat mungkin," umpat Frans.

Alvin hanya terkekeh sambil berjalan keluar dari ruangan itu meninggalkan Diani, Bagas, dan juga Frans.

"Nona, maafkan Aku, tolong jangan dengarkan omong kosongnya. Ngomong-ngomong, apa Nona perlu Perawat di ruangan ini untuk mengurusi buah hati Nona?" tanya Frans dengan senyumnya yang sangat manis.

"Tidak perlu Dok. Aku bisa merawatnya, aku juga sangat kangen dengan buah hatiku ini," jawab Diani sambil menciumi pipi Bagas.

"Baiklah Nona, Aku permisi dulu. Jika terjadi apa-apa atau Nona butuh apapun, Nona bisa memencet tombol kuning di sebelah sana, Perawat akan segera datang kesini," Frans menunjuk ke tombol emergency di ruangan VVIP tersebut kemudian keluar dari ruangan itu.

Di kediaman Pak Jaya,

"Nyonya, Saya sudah lama mengintai Tuan Alvin dan berusaha mencari tahu, tetapi tidak pernah melihat kekasihnya. Saya hanya melihat Tuan Alvin sangat sibuk dengan anaknya. Tuan Alvin bahkan membawa anaknya ke Kantor saat bekerja." Seseorang melapor di hadapan Pak Jaya dan Bu Karina.

"Kenapa Kamu kembali kalau belum mengetahui identitas kekasih Alvin?" Bu Karina geram mendengar laporan utusannya itu.

"Apa Alvin bodoh membawa Bagas ke Kantor? Sesibuk apa Ibunya? Bagaimana jika ada yang menyebarkannya ke media?" Bu Karina tidak habis pikir dengan Alvin yang tidak berhati-hati dan mengindahkan peringatan Pak Jaya begitu saja.

"A ... anu Nyonya, Saya ketahuan oleh Bondan," balas utusan Bu Karina sambil mengelus pipinya yang terluka.

Saat sedang mengamati kediaman Alvin, utusan Bu Karina itu dipukul oleh satpam rumah Alvin karena tindakannya yang mencurigakan.

"Aduh … kamu ini, gitu aja tidak becus" Bu Karina menghela nafas.

"Kenapa tidak Mamih saja yang mengamati mereka? kalau perlu, Mamih tinggal saja bersama Alvin?" Pak Jaya memberikan sebuah ide.

Bu Karina tampak pikir-pikir dengan ide yang di berikan oleh suaminya itu, kemudian menganggukkan kepalanya. "Baiklah, Mamih akan turun tangan untuk menyelidikinya kalau begitu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status